Aditia Purnomo


Siang hari yang terik pada April 2010, empat orang mahasiswa dari ciputat, menggelar sebuah aksi yang tak lazim. Mereka, dengan kostum rok mini berumbai dan penutup bagian dada dari plastik kresek hitam, melakukan tarian dengan mempertontonkan perut mereka sebagai protes kepada anggota dewan yang terlalu sering studi banding ke luar negeri.

Salah satu dari empat peserta itu, mendapatkan perhatian yang lebih dari media. Sebagai peserta dengan perut paling menonjol, Doci, begitu Ia akrab disapa, dengan bergairah terus menggoyang tubuhnya. Sebagai aktivis, kredebilitas dan militansinya tak bisa diragukan.


Selamat Natal, Pak Jokowi, semoga anda terus diberikan keberkahan dari Yang Maha Suci. Saya tahu, anda bukan penganut Nasrani, meski ada beberapa orang yang percaya kalau anda Nasrani, tapi saya yakin anda takkan marah jika saya menyelamati anda. Toh, anda merayakan natal bersama masyarakat Papua.

Dalam pendidikan organisasi, saya percaya jika makian adalah cara yang baik untuk menempa seseorang. Ini bukan soal kekejaman, melainkan sebuah kasih sayang terhadap peserta didik organisasi. Ingat, pujian adalah racun dunia.

Ketika membincangkan sindikasi blog www.jombloo.co, mungkin orang akan mengira jika blog buliabel ini dicipta semata untuk membuli, menjatuhkan kepribadian seseorang. Sayangnya, dibalik semua bulian yang ada, terselip sebuah harapan agar pihak yang dibuli segera bergegas, bergerak, atau apalah itu untuk membuktikan pada pembuli jika jomblo juga bisa dapat jodoh. Dan itulah harapan kami.

Dalam pendidikan berorganisasi, ada beberapa hal yang perlu kita pahami. Pertama, keseriusan. Dalam hal ini, banyak orang yang serius, juga banyak yang tidak serius. Ini poin penting. Karena sebodoh apapun seseorang, selama dia serius belajar pasti ada perkembangan. Meski tidak signifikan.


Berita duka kembali menghampiri dari tanah Papua. Empat siswa SMA di Paniai tewas ditembaki secara brutal oleh aparat militer. Hal ini kembali menjadi preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi. Pasalnya, selama masa pilpres, masyarakat Papua menyandarkan harapannya akan perubahan di Papua kepada Jokowi. Tak pelak, Jokowi menang telak disana, suara Papua mengantarnya ke Istana.

Tapi belum lama menjabat, peristiwa berdarah ini terjadi. Tak beda dengan kasus-kasus sebelumnya, aparat masih melihat rakyat Papua sebagai kaum Inlander, seperti bangsa jajahan. Dengan senang hati aparatur negara, baik yang sipil maupun militer, juga priyai setempat, menghisap kekayaan papua untuk kepentingan segolongan kecil saja.



Semakin hari saya semakin muak dengan pemberitaan tentang pemerintah baru. Mulai dari presiden sampai pembantunya selalu sibuk cari sensasi. Yang terbaru, Mentri Kelautan dan Perikanan yang nyentrik itu dengan bangga menyatakan telah menenggelamkan 3 kapal nelayan milik asing. 

Sensasi lagi. Lho, ya betul. Sensasi. Padahal, kapal yang ditenggelamkan oleh marinir itu hanya kapal kecil. Jumlahnya pun cuma tiga, masih bisa dihitung jari. Segitu saja sudah bangga, mbok ya belajar dulu sama yang lebih senior.

Bu Susi, anda perlu belajar dari pendahulu anda di pemerintahan. Hampir sepuluh tahun lalu, ada seorang menteri kordinator yang punya rekam jejak lebih bagus dari anda. Bukan lebih, tapi jauh lebih bagus. Sebut saja namanya, Ical. Ia pengusaha, sama seperti Anda.


Seminggu setelah diumumkan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah sampailah pada saat yang terburuk. Dampak negatif dari kebijakan Presiden baru, Ir. Joko Widodo telah dirasakan hingga ke pelosok dimensi. Kebijakan ini, ibarat luka lama bersemi kembali, memunculkan kembali dosa pemerintah yang mengakibatkan dampak  sistemik, terstruktur, dan massif bagi rakyat Indonesia.

Berikut 4 dampak terburuk dari kenaikan 

Sambel Warteg Kini Tak Lagi Merah

Kabar buruk kedua didapat dari warteg. Kenaikan harga sembako, khususnya cabai yang begitu melejit, membuat mbak-mbak warteg frustasi memuaskan pelanggan. Mereka bimbang untuk menaikan harga makanan karena akan membuat pelanggannya menderita. Tapi jika tidak, mereka bakal tekor. 

Dan yang terburuk dari itu, kini sambel di warteg tidak lagi memakai cabai merah, tapi cabai hijau. Bayangkan, biasanya mahasiswa miskin kayak saya ini, yang kalau makan cuma pakai tahu-tempe bisa merasakan lezatnya makan dengan sambel cabai merah khas mbak-mbak warteg, kini… ah 

Membuat Aparat Kepolisian Jadi Gampang Marah

Ini penting. Karena, tugas polisi sebagaimana slogannya adalah melindungi dan melayani. Tapi lihat, berapa banyak berita yang menggambarkan keberingasan polisi belakangan ini. Sedikit-sedikit, polisi emosi ketika mahasiswa melakukan demonstrasi. Sedikit-sedikit polisi emosi mendengar orasi mereka. Sedikit-sedikit polisi emosi memukuli wartawan. Sedikit-sedikit lama-lama peluru 

Menciptakan Konflik Horizontal Pada Masyarakat

Kenaikan harga BBM memang selalu menimbulkan pro-kontra. Tapi, kali ini konflik yang diciptakannya bisa dibilang paling parah. Yang mendukung, menghujat jika kenaikan BBM perlu dilakukan biar masyarakat tidak malas dan manja. 

Tak puas sampai disana, mereka merasa perlu membawa hal-hal yang sebenarnya tidak relevan masuk ke perdebatan. Mereka mengecam, “naek dua rebu aja protes, rokok yang 16 rebu aja bisa beli”. Untungnya, mereka tidak mengeluarkan kalimat tolol macam “naek dua rebu protes, paket internet yang cepek ceng aja bisa lu beli”. Bisa dibayangkan jika kalimat ini keluar, bisa buyar dunia persosmedan.

Bagi yang menolak, kemudian mengecam balik dengan kalimat progresif macam “kenaikan BBM ini akan membuat rakyat semakin menderita dan miskin” atau “menaikan upah buruh 20% aja alotnya minta ampun, giliran naikin bbm gerak cepat” . ya, minimal yang nolak bakal bilang “situ punya duit lebih, tapi masih pake premium, bikin subsidi bengak aje”. Sedangkan, mereka yang benar-benar tidak mampu hanya bisa menangis dan memohon pada 

Membuat Masyarakat Gagal Move On dari Perkara Copras-Capres 

Inilah dampak yang terburuk. Membuat masyarakat, yang mulai bosan dan ingin move on dari perkara copras-capres, jadi terbawa suasana dan meributkan kembali perkara masa lalu. Yang pendukung wowo bilang “nah, gua bilang apa, ketahuan kan capres lu itu komprador, antek asing, makan tuh BBM naek”. 

Sedangkan, yang dukung Jokowi melakukan pledoi dengan “emang kalo prabowo yang jadi presiden, bbm nggak bakal naek?”. Dan begitu terus berulang-ulang sampai dunia kiamat.

Seharusnya, Presiden bisa membaca dampak-dampak ini sebelum memutuskan kenaikan harga BBM. Karena, dampak-dampak ini bisa membuat para pendukung khilafah melakukan kudeta yang dapat membuat republik ini bubar. Allahuakbar!

Dan seharusnya, tak perlu terjadi perdebatan antara dua aktivis sosmed, Arman Dhani dan Agus Mulyadi yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat untuk terus berdebat dan berkelahi. Karena, sebagaimana diketahui, keduanya adalah sahabat sejati. Senasib dan sepenanggungan. Semoga saja, kedepannya pemerintah dapat membaca aspek ini sebelum membuat kebijakan yang merugikan. Amin.