Saya menyambut tahun 2016 dengan penuh kegembiraan dan
harapan. Hadir di pertunjukan musik terbaik yang pernah saya saksikan. Proposal
skripsi yang disetujui jurusan. Membangun harapan atas sebuah hubungan. Semua
yang baik-baik menjumpai saya di awal tahun.
Baru kali ini saya menikmati hidup untuk diri sendiri.
Datang ke banyak pertunjukan musik. Ikut terlibat dalam sebuah agenda keren dan
berkenalan dengan banyak orang baik dan luar biasa. Mencicip banyak makanan
dari warung ke warung untuk memuaskan lidah. Menonton banyak film yang diputar
tahun ini.
Dan yang terbaik, tentu saja, menikmati waktu bermain
bersama seseorang. Menghabiskan waktu di taman hingga menyaksikan pertunjukan
musik bersama. Jalan-jalan tanpa arah, membuang-buang waktu tapi teramat menyenangkan. Sesuatu yang telah lebih dua tahun tidak saya
nikmati.
Semua berjalan baik hingga kabar itu datang. Seorang teman
memutuskan akan keluar dari organisasi. Untuk regenerasi, katanya. Saya
direkomendasikan untuk menggantikannya. Beban mulai menggelayut dalam pikiran.
Sejak saat itu, 2016 menunjukan wajah aslinya. Ia tak lebih
dari tahun yang teramat buruk untuk ditinggali. Memberikan begitu banyak duka
dan kabar yang tidak pernah mengenakan.
Dua kawan baik mati tahun ini. Satu mati karena penyakit,
satu karena kecelakaan. Tidak ada yang menyangka, tidak ada yang mengenakan.
Kemudian nenek menyusul pergi. Ia mati, setelah berjuang
mempertahankan hidup yang ditopang alat bantu dari rumah sakit. Lebih seminggu
masuk ruang rawat intensif, Ia menyerah. Ia dibaringkan satu lubang dengan
makam kakek.
Lalu kampus ikut-ikutan menunjukan wajah yang
sebenar-benarnya. Urusan nilai yang saya hadapi menjadi dipersulit. Upaya
membangun hubungan baik dengan jurusan tidak mendapat tanggapan berarti. Muak
dengan sikap seperti itu, saya ambil keputusan tidak mau mengurusi perkara ini
lagi. Satu keputusan yang belum benar-benar siap saya hadapi, DO.
Kebahagiaan memang fana, duka yang abadi. Hubungan baik yang
saya jalani dengan seseorang tidak bisa dilanjutkan. Saya menyerah, dengan
segala kekurangan dan kesalahan saya setelahnya. Saya memutuskan pergi dari
hidupnya yang penuh warna. Biar gelap saja yang tetap menemani saya.
Tahun ini, saya kehilangan kepercayaan terhadap dua teman
sekaligus. Keduanya kawan karib. Dan karena kekecewaan atas beberapa hal,
hilangnya kepercayaan membuat kami tak lagi karib. Kehilangan uang bukanlah
yang utama, tapi kehilangan teman tentu membuat diri nelangsa.
Sebagai gantinya, kabar buruk menjadi sahabat akrab tahun
ini. Ia datang tiada henti, tanpa pernah bilang permisi.
Seorang teman ditimpa masalah yang cukup pelik, dan saya
tidak bisa membantu banyak. Kemudian seorang kawan yang lain, seorang yang amat baik
dan banyak memberikan kepercayaan pada saya, dihadapkan pada fase hidup yang
teramat berat. Dan kembali, saya tidak bisa melakukan apa-apa untuknya. Sebuah
pilu yang kembali harus saya hadapi.
Memasuki akhir tahun, Banda Neira bubar. Bajingan, senang
betul 2016 ini memberi duka. Tapi itu bukan yang terakhir, dan belum apa-apa.
Menjelang natal, hari baik yang harusnya dilewati dengan
penuh bahagia, orang itu mengirim pesan.
Saya tidak benar-benar siap menerima
pesan itu. Sebuah gambar tangkapan layar yang membuat saya kembali dihantui
perasaan. Sial, membuka diri dengan semua perasaan ternyatya bukanlah sesuatu
yang sanggup saya terima. Mungkin jatuh cinta bukanlah sesuatu yang salah.
Hanya saja saya mungkin tidak ditakdirkan untuk sanggup menghadapi perasaan
itu.
Dan hari ini, hanya beberapa jam sebelum tahun buruk ini
berganti, kabar yang amat menyesakkan datang. Seorang guru yang amat kami
hormati mendapati dirinya harus berhadapan dengan penyakit mematikan. Tubuhnya
harus digerogoti oleh kanker. Dan kabar ini teramat telak memukul kehidupan
kami, saya beserta teman-teman yang menyayanginya.
Barangkali di jam-jam yang akan datang, sebelum tahun
berganti, akan tiba lagi buruknya kabar buruk. Jika harus datang, semoga diri
ini siap menghadapi. Toh hati saya sudah remuk tahun ini, dan mungkin jiwa saya
sudah tidak bisa ditolong lagi.
Maka saya tidak ingin berharap apa-apa untuk tahun yang akan
datang. Barangkali hidup yang biasa-biasa saja, datar-datar saja, asal tetap
hidup, sudah cukup bagi saya. Selama itu tak buruk-buruk amat, mungkin saya masih bisa menerima. Toh hidup memang tak pernah baik-baik saja.