Aditia Purnomo

Puthut EA adalah seorang pencatat (tentu juga penulis) yang baik. Ia mencatat apa saja yang Ia inginkan, menuliskannya dengan cepat melalui ponsel layar sentuh dan kemudian diunggah ke dinding facebook-nya. Dari aktivitas ini, Ia melahirkan beragam karya, dan buku Dunia Kali ini adalah salah satunya.
Ini adalah buku ke sekian yang dituliskan Puthut melalui ponsel. Menurut pengakuannya sih, sudah sekitar 5 tahun Ia tidak menggunakan laptop untuk bekerja. Paling, Macbook Air yang pernah saya tawar itu, digunakannya tiga atau empat kali selama rentang waktu itu. Itu pun digunakannya ketika mengasuh Kali, anaknya yang kini berusia 6 tahun. Sosok utama dari buku yang menceritakan hubungan orang tua dan anak sejak Ia berusia 3 tahun.
Sebagian besar polah dan laku anak yang diceritakan dengan baik ini banyak membuat saya tertawa. Tingkah Kali bukan hanya lucu, tapi juga cerdas dan menggemaskan dengan ragam pertanyaan yang diajukan pada bapaknya. Misal ketika Kali dibuatkan teh hangat oleh bapaknya, dan diminta menunggu tehnya dingin sebelum diminum. Dengan polos Ia mempertanyakan, “Bapak, kalau memang diminum saat dingin, kenapa tadi tidak dibuat dengan air dingin saja?”
Atau ketika Kali menyembunyikan muka sembari malu saat melihat anak-anak berseragam ketika Ia bolos sekolah. Bapaknya yang menggoda Kali agar tidak bolos sekolah lagi jika malu malah dihajar pertanyaan: “Kalau gak malu berarti besok boleh bolos sekolah lagi?”. Pertanyaan cerdas yang bahkan tidak pernah terpikir oleh saya ketika sekolah dulu.
Dialog orang tua anak di buku Dunia Kali memberikan gambaran tentang bagaimana hubungan orang tua dan anak bisa dibangun dengan baik. Bagaimana seorang anak dapat mengajukan keberatan pada bapaknya, pun sebaliknya, agar tercapai satu kerjasama yang baik antara mereka ketika hendak melakukan sesuatu. Juga agar Kali dapat belajar, tidak semua keinginannya dapat terpenuhi.
Kurang lebih, buku ini merupakan cerita seorang bapak tentang anaknya yang tumbuh dengan cepat. Seiring pertumbuhan anaknya, Puthut menaruh harapan pada Kali agar kelak, buku ini bisa menjadi pengingat tentang segala cerita yang pernah mereka lalui bersama. Pun agar buku dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi orang tua lainnya.
Meski memang dalam pengantar, Roem Topatimasang yang merupakan mentor sekaligus guru bagi Puthut menyatakan, buku Dunia Kali bukanlah sebuah pedoman untuk mendidik anak. Puthut hanya ingin berbagi pengalaman dan perasaannya tatkala momen itu terjadi untuknya. Tanpa bermaksud menggurui, buku ini memang tidak dimaksudkan untuk menjadi pedoman mendidik anak dengan baik.
Toh saya sepakat, buku ini tidak baik dijadikan pedoman. Lihat saja bagaimana persekongkolan demi persekongkolan bapak anak ketika sang ibu pergi. Mulai dari makan Indomie, sampai makan Indomie. Semua dilakukan karena sebagai bapak, rasa sayang Puthut pada Kali membuatnya tidak bisa menolak sebagian permintaan Kali. Terutama pada urusan Indomie.
Lihat saja, karena hal ini, Indomie masuk sebagai salah satu indikator sekolah idaman versi Kali. Sebuah angan luar biasa untuk mengharapkan sekolah yang membolehkan para murid untuk makan Indomie setiap hari. Hebat, Kali. Om bangga padamu.
Pertama terbit di Baca Tangerang