Aditia Purnomo



Lebaran memang momen yang menyenangkan. Tidak hanya menjadi perayaan yang membahagiakan, ia juga membawa berkah bagi banyak orang, salah satunya bagi yang ingin mengganti hape jadul mereka. Sudah dapat THR, harga banyak hape bagus juga turun. Lengkap sudah berkah Lebaran ini.

Kebanyakan dari hape yang ada di daftar ini memang keluaran tahun 2018. Meski begitu, hape-hape tersebut adalah jagoan di kelasnya, setidaknya pada waktu itu. Jadi, ketika dipakai di tahun 2019, hape tersebut masih memiliki kemampuan untuk dipakai secara optimal.

Inilah beberapa ponsel yang menarik untuk Anda beli.

Asus Zenfone Max Pro M1

Ketika baru dirilis, hape ini memiliki hype dan engagement super tinggi. Walau kebanyakan hype itu disebabkan oleh kegaiban hape tersebut, tapi ini adalah salah satu hape terbaik di kelasnya saat itu. Saat pertama kali keluar, hape ini dibanderol Rp2,3 juta untuk varian 3/32gb. Kini, harganya tinggal Rp1,5 jutaan saja.

Meski sudah lewat satu tahun, hape ini tetap memiliki jeroan mumpuni buat menghadapi sistem operasi dan aplikasi yang kian berkembang. Bermodal chipset Snapdragon 636 yang jadi primadona tahun lalu, ia juga dilengkapi dengan dual kamera beresolusi 13MP dan 5MP untuk depht sensor, serta pembaruan sistem android 9.0 pie.

Dengan begitu, Max Pro M1 masih bisa digunakan untuk bermain game berat macam PuBG, meski memang hanya dengan konfigurasi grafis menengah saja. Nilai antutunya tidak terlalu impresif jika dibandingkan dengan hape-hape baru, hanya di kisaran Rp115 ribu saja. Namun, masih lebih baik performa hape ini ketimbang rerata hape di kisaran harga yang sama. Saya kira, di harga Rp1 jutaan, ini adalah hape yang perlu masuk dalam daftar hape layak beli.

Xiaomi MI A2

Saat pertama kali keluar September 2018, hape ini dibanderol dengan harga sekitar Rp3,7 juta. Sekarang, harganya ada di kisaran Rp2,2 juta. Tentu saja, dengan SoC yang setara dengan hape-hape keluaran terbaru, ini adalah alternatif untuk performa bagus harga murah. Apalagi, MI A2 menggunakan antarmuka Android One, jadi ini hape yang cocok untuk kalian yang senang dengan hape Xiaomi tapi tanpa antarmuka MiUI.

Menggunakan prosesor Snapdragon 660 dengan GPU Adreno 512, urusan performa hape ini sudah tidak perlu diragukan lagi. Mendapat nilai 134 ribu dari antutu benchmark, game-game berat sudah pasti mampu dilibas ponsel ini. Selain bagus di performa, hape ini juga menghasilkan foto yang bagus di kelasnya lewat konfigurasi dual kamera 20MP dan 12M. Jika belum puas, kalian bisa meng-install Google Camera untuk mendapatkan image processing yang lebih optimal.

Kecuali dibandingkan dengan Redmi Note 7 yang harganya memang tidak masuk akal, MI A2 adalah ponsel Rp2 jutaan yang patut kalian pertimbangkan untuk dibeli.

Samsung Galaxy A50

Saya sebenarnya agak heran bagaimana hape Samsung bisa turun harga secepat Galaxy A50, tapi hal itu justru sesuatu yang menyenangkan bagi konsumen seperti kita. Ketika dirilis, A50 dibanderol dengan harga Rp4,1 juta dan kini harganya ada di kisaran Rp3,4 juta. Tidak terlalu signifikan memang, tapi itu membuat opsi pembelian di harga 3 jutaan semakin banyak.

Seperti kebanyakan hape Samsung yang beredar di Indonesia, Galaxy A50 menggunakan prosesor Exynos 9610 dengan GPU Mali-G72 MP3. Hal menariknya, walau Exynos, fabrikasinya telah menggunakan manufaktur 10nm yang biasa digunakan chipset kelas atas, seperti Exynos 9810 atau Snapdragon 845.

Plus, sekadar mengingatkan, cuma A50 ini hape kelas menengah yang bisa memainkan PuBG Mobile dengan pengaturan grafis Smooth Extreme.

Memiliki nilai 145 ribu dari Antutu Benchmark, performa A50 jadi semakin baik berkat antarmuka One UI milik Samsung. Menggunakan layar dengan panel Super Amoled, in display fingerprint, fitur fast charging, serta konfigurasi triple camera 25 MP, 8 MP, dan 5 MP depth sensor, mungkin ini adalah jawaban Samsung bagi mereka yang mencari hape bagus tapi (agak) murah.

Asus Zenfone 5z

Hape ini dulu dijuluki sebagai flagship killer, sebelum Pocophone dirilis dengan harga yang lebih murah. Namun kini, ketika harganya sama-sama ada di kisaran harga 4 jutaan, tentu Zenfone 5z terlihat jauh lebih menarik lewat ragam fitur yang dimilikinya. Asal tahu saja, saat pertama rilis, hape ini dibanderol dengan harga Rp7 juta dan sekarang harganya tinggal Rp4,9 juta.

Zenfone 5z adalah ponsel flagship Asus dengan ragam fitur dan spesifikasi yang hampir lengkap macam NFC dan noise canceling ketika sedang melakukan panggilan. Kalau ada kurang-kurang, paling hanya ketidakmampuannya melakukan wireless charging serta belum dilengkapi sertifikasi tahan air dan debu. Sisanya, ini adalah kesempatan Anda menjajal ponsel flagship tahun lalu dengan harga terjangkau.

Namanya (mantan) flagship, tentu saja urusan performa tidak perlu dipertanyakan lagi. Bermodal SoC Snapdragon 8455 dan GPU Adreno 630, hape ini memiliki nilai Antutu mencapai 274 ribu. Konfigurasi dual camera 12 MP dan 8 MP (ultrawide) milik hape ini juga membuatnya mampu menghasilkan skor DxO Mark 90. Yah, masuk standar lumayan untuk kategori flagship, lah.

Jika Anda merasa tidak perlu-perlu amat dengan spesifikasi setinggi Snapdragon 845, tenang, masih ada Asus Zenfone 5. Beda kedua hape ini hanya pada SoC-nya saja, di mana Zenfone 5 (tanpa z) menggunakan Snapdragon 636.

Sisanya, baik fitur, desain, maupun hardware yang dimiliki sama persis. Harganya juga sudah turun ke angka Rp2,9 juta. Kapan lagi punya hape menengah dengan fitur lengkap macam ini?

Itulah deretan hape yang harganya turun di pertengahan tahun 2019 ini. Jika masih ada sisa THR, segeralah dibelikan saja. Ganti hape lamamu dengan yang baru, agar performa dan pengalaman penggunaan semakin meningkat.

Biar bagaimanapun, hari ini hape, kan, sudah menjadi alat produksi baru bagi masyarakat. Apa pun pekerjaanmu, hape yang bagus bakal membantu meningkatkan semangat update di medsos kinerjamu, bukan?

Pertama terbit di Mojok



Dibayar dengan jerih payah pajak rakyat, dibajak atas nama agama. Begitu kira-kira komentar seorang teman ketika viral papan pengumuman berbau syariah di RSUD Kota Tangerang. Pada papan pengumuman tersebut, tertulis imbauan agar para penunggu pasien RSUD tersebut seyogyanya bukan lawan jenis atau mereka adalah mahram (keluarga) pasien. Jelas saja, masyarakat umum menolak keras imbauan diskriminatif semacam itu.

Saat ini papan tersebut memang sudah dicabut karena viral dan membuat malu warga Tangerang. Namun perlu dipahami, yang ditolak oleh masyarakat bukan imbauannya, tapi aroma syariah di rumah sakit daerah. Sekalipun imbauannya dicabut, di kemudian hari bisa saja dibuat aturan sejenis karena sertifikasi rumah sakit syariah yang tengah dikejar RSUD Kota Tangerang.

Perlu diketahui, Kota Tangerang memang bukan kota yang menggunakan aturan berbasis syariat islam. Namun, ini adalah kota yang ‘islami’ dan berakhlakul karimah. Jadi cara berpikir pemerintah serta regulasi yang dibuat memiliki nafas yang sama dengan syariat islam. Dari hal sederhana seperti memasang ‘rambu’ asmaul husna di sepanjang jalan M.H Thamrin, hingga membuat aturan diskriminatif dengan dasar pemikiran berbasis syariat.

Dulu, karena keberadaan Perda Larangan Pelacuran di Kota Tangerang, banyak buruh perempuan yang menjadi korban salah tangkap Satpol PP. Mereka yang baru pulang selepas bekerja sif 2 dianggap sebagai pelacur dan diamankan oleh Satpol PP. Malah, ada seorang perempuan yang dikenakan vonis tindak pidana ringan karena menunggu angkutan umum sepulang bekerja.

Kemudian ada juga arahan walikota agar masyarakat tidak menyalakan televisi dan menggunakan ponsel pintar selepas magrib. Ajakannya sih baik, agar anak-anak bisa belajar dan mengaji. Papan imbauan dipasang di banyak tiang listrik di gang-gang pemukiman warga. Dan terakhir ya terkait penerapan sertifikasi rumah sakit halal oleh RSUD Kota Tangerang ini.

Sebagaimana sarana pelayanan publik yang lain, RSUD harusnya lebih banyak mengurusi pelayanan terhadap masyarakat ketimbang mengurusi hal-hal lain seperti sertifikasi syariah. Walau kinerja pelayanan kesehatan di Kota Tangerang terbilang bagus, tapi lebih baik mereka fokus meningkatkan kinerja pelayanan dulu. Apalagi, antrean pasien di RSUD masih terbilang panjang.

Ketika kebijakan pengelola rumah sakit telah diskriminatif sejak dalam pikiran, maka ke depannya amat sangat mungkin hal serupa kembali dilakukan. Dan seandainya imbauan tadi dijadikan aturan, coba bayangkan, bagaimana nasib seorang perantau perempuan ketika harus dirawat? Mau cari teman perempuan untuk menemani, susah. Ditemani teman laki-laki tidak boleh.

Lagipula, apa urusannya rumah sakit mengurusi ahlak dan moral masyarakat? Jika memang ada penunggu pasien yang berbuat maksiat di rumah sakit, hukum saja mereka. Toh masyarakat lain yang ada di rumah sakit bakal menegur mereka. Urusan moral mah biar masyarakat yang urus sendiri.

Kalau memang pemerintah ingin membangun rumah sakit syariah, harusnya sedari awal Pemkot menggunakan nama RSUD Syariah Kota Tangerang. Berikan saja dalih dan argumentasi yang logis jika ingin membangun RSUD syariah, kalau tidak ada, ya memang berarti membangun hal semacam itu bukan sesuatu yang penting dan perlu.

Sialnya, pengelola rumah sakit hanya menanggapi perakara ini dengan amat biasa saja. Mereka hanya menarik papan imbauan tersebut, dan ke depannya bakal mengganti kata-kata yang ada. Oh ya ada satu lagi, mereka juga bilang kalau itu hanya imbauan untuk pengunjung rumah sakit, dan bukan keharusan. jadi, boleh lah kita tidak peduli sama arahan berbau syariah di rumah sakit ini.

Jika di kemudian hari, mereka  yang bukan mahram dan sejenis kelaminnya tidak boleh menemani pasien, kalau nanti mereka tidak boleh mengurus kebutuhan pasien, terusir karena aturan berbau syariah di RSUD kota akhlakul karimah, maka hanya ada satu kata: LAWAN!!!

Pertama terbit di Baca Tangerang



Ketika ponsel ini keluar, banyak orang yang mengatakan kalau ini adalah ponsel yang ‘gila’. Setidaknya, ponsel ini memang memiliki kemampuan layar yang cukup mencengangkan. Berbekal refresh rate 90 Hz, OnePlus 7 Pro mengalahkan ponsel flagship lain yang hanya memiliki refresh rate mentok di angka 60 Hz seperti Samsung Galaxy S10.

Refresh rate mengacu pada kecepatan (rate) saat gambar pada layar smartphone di-refresh. Gampangnya, semakin cepat refresh rate, semakin banyak gambar (frame) yang dapat dikedipkan per detiknya, sehingga semakin halus tampilan yang ditampilkan. Frekuensi perubahan gambar ini diukur dalam satuan hertz (Hz).

Pertanyaannya, benarkah OnePlus 7 Pro adalah ponsel dengan layar terbaik saat ini?

Sebelum masuk ke bahasan utama, saya perlu menyampaikan hal-hal yang basic dulu. Mengingat ini adalah merek ponsel yang tidak masuk secara resmi ke Indonesia, sehingga tidak banyak orang yang mengenal merek OnePlus.

Pertama, OnePlus adalah perusahaan ponsel yang berbasis di Tiongkok. Kedua, ini adalah merek yang menghasilkan ponsel-ponsel flagship ‘alternatif’ dengah harga lebih murah, tapi kualitasnya sebanding dengan harga. Sudah gitu aja sih yang basic.

Mengikuti tren layar tanpa bezel, One Plus 7 Pro hadir dengan model kamera depan pop up ala ponsel Vivo. Dan hal yang menarik dari kamera pop up ini, ia memiliki sensor yang membuat kamera otomatis menutup jika ponsel ini terjatuh. Tidak hanya itu, untuk urusan build quality, ada sebuah video yang menunjukkan kamera pop up ini mampu membuka tutup sebuah botol. Boleh juga.

Dari segi kualitas, kamera selfie ponsel ini memiliki resolusi 16 MP dan bukaan lensa f/2.0. Meskipun bukan yang terbaik, tetapi kualitasnya sudah cukup mumpuni untuk level flagship.

Memang sih, sektor kamera ini adalah salah satu kelemahan yang dimiliki OnePlus 7 Pro. Kelemahan itu terbukti dengan kualitas kamera belakang yang benar-benar biasa saja. Walau memiliki konfigurasi 3 kamera seperti flagship lain, tapi ya tetap saja kualitasnya standar-standar aja.

Bermodal kamera utama  48 MP, bukaan lensa f/1.6, kamera ultrawide 16 MP, f/2.2, dan kamera telefoto 3x zoom 8 MP, f/2.4, OnePus 7 Pro gagal memberikan gambar yang benar-benar memukau. Mungkin masih cukup bagus jika digunakan untuk memotret pada situasi pencahayaan yang bagus, tapi kemampuan ultrawide dan lowlightnya sih jujur saja hanya setara ponsel midrange.

Anggapan ini muncul karena keberadaan Huawei P30 Pro yang menaikkan standar kamera ponsel saat ini. DxoMark memberikan OnePlus7 Pro pada posisi keempat dalam ranking kamera ponsel terbaik saat ini.

Hanya saja, dua hal yang saya bahas di atas benar-benar agak mengganggu kebutuhan saat mengambil gambar dari sebuah ponsel flagship. Tapi tenang saja, kalian bisa memasang aplikasi GoogleCam untuk memperbaiki dynamic range dan image processing yang tidak bagus-bagus amat dengan software bawaan kameranya.


Mari kita masuk ke dua hal utama yang membuat ponsel ini saya pertimbangkan untuk jadi daily driver, yakni performa dan layarnya. Dengan jeroan dari Qualcomm: Snapdragon 855, berfabrikasi 7 nm, dan GPU Adreno 640, tentu saja ponsel ini memiliki dapur pacu yang luar biasa. RAM dan penyimpanan internalnya terdiri dari varian 6/128GB, 8/256GB, dan yang tertinggi 12/256GB.

Jadi, persoalan performa dari ponsel ini tidak perlu kita ragukan lagi. Sekadar menambahkan, Antutu Benchmark memberikan OnePlus 7 Pro dengan skor 360 ribuan. Sudah ada di barisan kelas atas ponsel dengan performa terbaik.

Hal positif lainnya adalah dapur pacu impresif mereka didukung antarmuka yang juga efisien, yakni lewat Oxygen OS. Sistem antarmuka milik OnePlus ini memang luar biasa efisien dan terbukti membuat kinerja ponsel menjadi sangat ngebut. Jika mau dibandingkan, mungkin hanya beda tipis dari Google Pixel yang tidak menggunakan kustomisasi antarmuka.

Untuk urusan layar, OnePlus 7 Pro bisa dibilang menjadi yang terbaik. Dengan panel Fluid Amoled beresolusi 3.120 x 1.440 pixel, kebutuhan multimedia Anda bakal terpuaskan dengan layar yang didukung HDR 10+. Ajib banget kan nonton film 4K di ponsel, tapi kualitas tayangannya setara televisi-televisi yang dipajang di Electronic Center. Cakep bener. Nggak cuma itu, layar OnePlus 7 Pro juga memiliki refresh rate 90 Hz yang membuatnya begitu responsif oleh sentuhan jari kita.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada ponsel yang benar-benar sempurna. Untuk urusan baterai, kapasitas 4000 mAh yang dimiliki ponsel ini tidak diimbangi dengan kemampuan ketahanan baterai yang bagus. Bahkan dengan Samsung Galaxy S10 yang ketahanan baterainya belum bagus-bagus amat, OnePlus 7 Pro masih kalah. Untungnya, kemampuan pengisian daya cepat hingga 30 Watt bisa membuat kita sedikit lebih tenang.

Dari sisi fitur, ponsel ini juga tidak banyak memberikan pilihan. Sertifikasi IP68 untuk ketahanan air dan debu tidak mendukung perangkat ini. Fitur pemindai wajah (face recognition) tidak begitu disarankan oleh OnePlus meski ya sebenarnya bisa saja. Untungnya, masih tersedia NFC dan pemindai sidik jari dalam layar yang memudahkan penggunaan ponsel ini.

Sebenarnya, ketimbang banyak flagship lain, OnePlus 7 Pro berada di kisaran harga yang lebih murah. Ketika Samsung Galaxy S10 atau iPhone XS dijual pada kisaran 1000 USD, maka One Plus 7 Pro hanya dihargai mulai dari 669 USD. Atau, sekitar Rp 10 jutaan saja. Sialnya, harga tersebut adalah harga resmi di luar sana. Begitu masuk ke Indonesia lewat jalur distributor, harganya bisa merangkak hingga ke harga Rp 13 jutaan. Tentu saja, tanpa garansi resmi sama sekali.

Beberapa hal terakhir itulah yang membuat saya akhirnya urung membeli OnePlus 7 Pro. Walau ini merupakan ponsel yang amat bagus, tapi tanpa kamera yang benar-benar baik, ketahanan baterai yang kuat, fitur yang tidak terlalu melimpah, juga harga yang kelewat tinggi dari jalur distributor, agaknya saya lebih memilih menunggu dirilisnya Samsung Galaxy Note 10 pada Agustus nanti.

Seandainya benar Galaxy Note 10 bakal keluar tanpa punch hole (tompel) atau notch (poni) alias benar-benar dengan layar tanpa bezel, saya pastikan ponsel tersebut bakal saya beli. Berapapun harganya.

Pertama terbit di Mojok



Sepanjang tahun ini bergulir, setidaknya sudah ada puluhan ponsel baru yang dirilis secara resmi di Indonesia. Dari kelas entry level hingga flagship, dari yang ‘murah’ macam Redmi dan Realme hingga yang ‘berkelas’ macam Samsung atau Huawei. Ya memang sih, perkara murah dan mahal dalam urusan harga seringkali menyesuaikan spesifikasi dan fitur yang dibawa.

Tapi dari semua ponsel itu, saya berani memberi pernyataan kalau tidak ada ponsel yang sempurna. Dari ponsel flagship-nya Xiaomi, Samsung, Huawei, bahkan iPhone pun masih tidak ada yang sempurna. Kalau cuma urusan paling lengkap sih masih bisa ditemukan, tapi kalau urusan ‘sempurna’ itu memang hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa.

Untuk urusan ini memang kita hanya bisa menemukan ponsel yang ‘sempurna’ pada satu (atau dua) sisi kemampuan saja. Entah itu dari sisi kamera, performa, sistem antarmuka, atau yang lainnya. Berikut ini akan saya berikan daftar serba terbaik untuk ponsel yang ada di pasaran saat ini berdasarkan kriteria-kriteria tersebut.

Fotografi
Soal kemampuan fotografi, kita perlu memisahkan dulu antara kemampuan foto dan video yang terbaik. Karena memang, Huawei P30 Pro yang pantas dinobatkan sebagai ponsel dengan kemampuan fotografi terbaik justru tidak memiliki kualitas videografi yang sempurna. Masih ada merek lain yang lebih pantas untuk itu.

Nah, di sektor fotografi ini, P30 Pro sudah dilengkapi 4 kamera super oke yang mampu menyempurnakan apapun kebutuhan pengambilan gambarmu. Ponsel ini juga dibekali lensa utama 40 MP yang mampu memberikan kualitas luar biasa pada objek-objek yang sederhana.

Selain itu, perangkat ini juga dipersenjatai kamera Ultra Wide 20 MP yang bisa memberikan dimensi pengambilan gambar lebih luas, serta kamera ‘periskop’ 8 MP yang mampu memberikan optical zoom hingga 5x, hybrid zoom hingga 10x, dan digital zoom hingga 50x. Wow!

Kalau ada kamera yang mampu memberikan kualitas terbaik untuk foto ketombe milikmu, maka hanya P30 Pro-lah yang bisa melakukannya.

Videografi
Tanpa berpikir keras, saya langsung memilih iPhone XS sebagai jawara di sektor videografi. Tentu alasan ini bukan semata karena ponsel ini daily driver saya. Tapi ya memang belum ada saja ponsel dengan kualitas video sebaik hape ini. Jernih, stabil, kemampuan menangkap gambar yang detail, serta minim noise ketika merekam gambar dalam keadaan gelap.

Memang sih sudah banyak ponsel yang juga menawarkan hal sama dengan iPhone XS. Hanya saja, untuk perkara kualitas, saya kira belum ada yang lebih baik dari itu. Pada perangkat P30 Pro, sang jawara DxOMark saja, perekaman gambar pada kualitas 4K masih terasa tidak halus saat kamera ditenteng sambil berjalan. Di posisi ini, iPhone XS memberikan kualitas yang lebih baik bahkan ketika merekam gambar dengan posisi kamera terus bergerak.

Layar
Soal ukuran, kita bisa berdebat ponsel macam apa yang lebih enak saat digenggam. Tapi kalau untuk urusan layar, Samsung Galaxy S10 adalah juaranya. Keberhasilan perusahaan ini menciptakan layar Oled (di ponsel Samsung disebut Amoled) adalah sebuah keuntungan tersendiri bagi mereka. Mengingat layar-layar yang digunakan merek ponsel lain pun banyak yang menggunakan layar buatan mereka.

Galaxy S10 menggunakan layar paling mutakhir yang dikembangkan Samsung, yakni Dynamic Amoled. Layar ini memiliki response time yang lebih baik dan memiliki hingga 1 miliar kombinasi warna berkat fitur HDR10+ yang ditanamkan pada layar ini. Untuk kebutuhan multimedia sehari-hari, layar ini udah TOPBGT-lah. Kemampuan layar saat menampilkan gambar di bawah cahaya yang amat terang menjadikannya yang terbaik dari performa layar ponsel saat ini.

Antarmuka
Bisa dibilang satu-satunya interface (antarmuka) dari Android yang layak disebut bagus ya cuma One UI punyanya Samsung. Antarmuka lain macam ColorOS milik Oppo, Funtouch OS milik Vivo, ZenUI milik Asus, MIUI-nya Xioami, atau EMUI Huawei masih jauh dari kata bagus jika harus dibandingkan dengan antarmuka yang dikembangkan oleh Samsung itu.

Mungkin bagi sebagian besar orang, antarmuka bukanlah sesuatu yang penting untuk dimasukkan dalam daftar penilaian ponsel terbaik. Namun, perlu dicatat bila kinerja ponsel itu dapat berjalan optimal karena dua hal, yakni spesifikasi dan antarmuka. Tanpa antarmuka yang baik dan optimal, sebagus apapun spesifikasi sebuah ponsel tidak bakal memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik.

Baterai
Soal baterai, ini penilaian paling subjektif yang saya berikan pada edisi serba terbaik ini. Jadi, saya punya Huawei Mate 20 Pro sebagai ponsel Android utama. Kapasitas baterainya besar, agak awet untuk ukuran flagship, dan punya kemampuan pengisian daya yang luar biasa. Karena pandangan itulah, saya menjadikan hape ini sebagai yang terbaik dalam urusan baterai.

iPhone XS, Galaxy S10, atau MI9 sebagai ponsel flagship belum mampu menyamai kemampun Mate 20 Pro untuk urusan di atas. P30 Pro, saya belum pernah coba, dan detail spesifikasinya kurang lebih sama dengan hape ini. Tapi ya karena saya punya Mate 20 Pro, saya jelas pilih yang sudah pernah saya coba ketimbang yang belum.

Untuk hape lain, kalau cuma mau bandingkan lama-lamaan ketahanan baterai tanpa mempertimbangkan kualitas jeroan dan banyaknya fitur, yang bakal menang ya Nokia 3310. Nggak ada lawan deh soal tahan-tahanan ini, mah.

Performa
Pada sektor ini, saya akan mengkategorikannya ke dalam dua kelas: Android dan iOs. Kenapa? Kalau tidak begitu yang menang ya iPhone XS. Ingat, performa itu tidak hanya dinilai dengan spesifikasi dan skor benchmark Antutu ya.

Nah, iPhone XS ini menjadi juara karena spesifikasi dan jeroan yang mantap, ditambah iOs yang super efisien. Sejauh penggunaan, XS Max yang saya gunakan belum pernah kena lag kecuali pas baterainya sisa 5%.

Nah di kelas Android, yang saya kira pantas menang adalah Samsung Galaxy S10. Pada ponsel inilah pertama kalinya Samsung berhasil membuat chipset Exynos buatan mereka jadi sebanding dengan Snapdragon. Skor Antutunya pun mencengangkan, ada di kisaran 350 ribu.

Dengan semua hal tadi, mereka bisa memenangkan sektor performa di kelas Android berkat kemampuan antarmuka mereka yang oke punya. Jadi, meski MI 9 menjadi jawara Antutu, tapi kalau mau performa mereka jadi lebih oke, penyempurnaan antarmuka harus jadi prioritas jika mau mengalahkan Samsung atau iPhone.

Value for Money
Nah untuk urusan ini, mungkin banyak yang mengira kalau hape-hape macam Redmi Note 7 atau Realme 3 Pro bakal menjadi yang terbaik. Padahal ya, Pocophone F1 masih jauh lebih baik dalam urusan ini ketimbang 2 merek tadi. Meski begitu, sejauh penilaian saya, yang pantas disebut sebagai ponsel dengan value for money terbaik ya harus diberikan pada Vivo V15 Pro.

Ini adalah ponsel kelas menengah dengan fitur paling lengkap dan inovasi yang luar biasa. Meski sekarang sudah banyak hape 4-5 jutaan yang menggunakan pemindai sidik jari dalam layar, hape ini tidak mau kalah saing dengan menghadirkan layar penuh tanpa bezel dan moda kamera pop up yang sebanding dengan kualitasnya.

Vivo V15 Pro punya spesifikasi yang mumpuni untuk ponsel kelas menengah. Snapdragon 675 dan Antutu yang ada di angka 170 ribuan menjadi bukti. Sudah kaya fitur, ponsel ini performanya juga sangat mumpuni. Sekali lagi, dengan pertimbangan atas hal itulah saya menjadikan Vivo V15 Pro sebagai ponsel dengan value for money terbaik saat ini.

Itulah beberapa ponsel serba terbaik yang ada saat ini. Meski kita belum bisa mendapatkan ponsel yang benar-benar sempurna, semoga ke depan kemajuan teknologi mampu menghadirkan ponsel yang ‘benar-benar’ sempurna ke tangan kita. Setidaknya ya, yang punya teknologi kamera di bawah layar sehingga kita nggak lagi terganggu dengan desain ponsel yang macam-macam karena ingin punya layar full tanpa bezel.

Pertama terbit di Mojok



Kerusuhan yang terjadi sebagai bagian dari aksi penolakan hasil pemilu sudah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan. Bukan hanya perkara kekerasan yang terjadi di lapangan, baik yang dilakukan oleh aparat atau massa aksi, tetapi juga dampak terhadap banyak masyarakat lainnya. Terutama, dampak atas akses informasi masyarakat yang ‘dibatasi’ negara demi menghadang hoax terkait peristiwa tadi.

Kebijakan ini diambil oleh Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto sebagai langkah paling mudah yang bisa dilakukan pemerintah. Katanya sih, dalam tiga hari ke depan akses internet bakal dibatasi demi meminimalisir persebaran hoax. Dengar-dengar sih, hal ini dilakukan agar kerusuhan tidak meluas dan masyarakat mampu bersikap tenang menghadapi kelompok yang bikin repot ini.

Kalau mau dibaca sederhana, mungkin langkah ini bisa dianggap sebagai solusi bijak pemerintah. Daripada terjadi pertumpahan darah, lebih baik batasi akses informasi sementara hingga keadaan kondusif. Namun, kalau mau benar-benar jujur, langkah ini sebenarnya hanya alasan pemerintah karena malas memikirkan cara yang lebih efektif untuk menghadapi permasalahan tadi.

Satu hal yang harus dipahami, pembatasan terhadap akses informasi harus dimaknai sebagai kemunduran dalam demokrasi. Apapun alasan dan tujuannya, pembatasan persebaran informasi berseberangan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang dulu diperjuangkan. Apalagi, pembatasan informasi yang kini dilakukan hanya karena kerusuhan akibat buruknya cara berpolitik masyarakat.

Bahwa kekerasan dan kerusuhan yang terjadi harus segera dihentikan, saya sepakat. Hal-hal yang terjadi ini tidak boleh ditolerir karena memang bukan sebuah perilaku yang mampu diterima masyarakat. Namun, sekali lagi, membatasi akses internet dan informasi karena hal ini juga bukan solusi yang tepat.

Karena pembatasan ini, ada banyak kawan-kawan saya yang berjualan dan mengandalkan internet tidak berhasil menjual dagangannya. Banyak juga kawan-kawan yang kesulitan bekerja karena terbatasinya akses internet. Di titik ini, ketidaknyamanan dan gangguan dirasakan oleh masyarakat karena kegagalan pemerintah mengatasi hoax.

Harusnya, sudah sedari dulu negara memberikan perhatian lebih pada hoax. Jangan karena kerusuhan terjadi barulah negara panik dan membuat kebijakan yang tidak tepat sasaran. Sekali lagi, mungkin niatnya baik agar kerusuhan dan kepanikan tidak menyebar. Hanya saja, kebijakan yang macam begini bakal menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Sudah dianggap tidak benar dan dzolim oleh mereka yang membuat kerusuhan, dikeluhkan juga oleh kebanyakan masyarakat lain yang membutuhkan akses informasi dan internet untuk menjalani hidupnya.

Di posisi ini, harusnya sedari dulu pemerintah menggalakkan pemberantasan hoax dengan meningkatkan kapasitas literasi digital masyarakat. Memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah mempercayai sebuah kabar yang beredar, dan mengajak masyarakat untuk sama-sama memberantas hoax.

Sebenarnya, pembatasan akses internet yang dilakukan ini adalah tindakan yang hampir sia-sia. Ada banyak aplikasi pihak ketiga yang memberikan Virtual Private Network dari negara lain agar kita bisa membuka pembatasan akses tersebut. Foto-foto, video, dan banyak hal yang dikhawatirkan membuat kepanikan juga masih bersebaran di media sosial. Malah, Wakil Ketua DPR kita yang terhornat dengan asyik justru terlibat dalam penyebaran informasi (saya yakin itu hoax) yang berpotensi menimbulkan hoax.

Asal tahu saja, ketakutan akan terjadinya gelombang kerusuhan seperti tahun 1999 tidak bakal 
terwujud. Sejauh pengalaman saya terkait aksi dan massa, kelompok pembuat ricuh tidak mendapatkan dukungan dari elemen lain seperti mahasiswa atau masyarakat. Jadi, terlalu jauh membayangkan bakal terjadi Kerusuhan Mei jilid 2 sebesar apapun massa yang dimobilisasi untuk membuat kerusuhan.

Walau, tetap saja, peristiwa ini patut dikhwatirkan bakal mengulang sesuatu yang buruk di masa lalu. Apa itu, tentu saja upaya pemberangusan informasi oleh negara. Ingat, dengan legitimasi kerusuhan yang dibuat-buat ini justru membuat pemerintah memiliki dalih untuk membatasi akses informasi. Dan hal ini, ke depannya, dapat terulang lagi selama pemerintah memiliki dalih “menjaga keamanan dan ketertiban negara’.

Kalau sudah begini, tidak berguna kalian berkoar-kora seperti apa. Karena, ke depannya kita bakal kembali ke zaman dimana informasi dipilah-pilah mana yang baik dan patut diberikan ke masyarakat. Jika tidak, bahkan dalam arti tidak menguntungkan pemerintah, ya jangan diberikan ke masyarakat. Batasi akses informasi dan internet, seperti yang hari ini dilakukan pemerintah.


Selama ini Eka Kurniawan dianggap sebagai penulis/sastrawan berbakat yang bisa mengimbangi kehebatan Pramoedya di mata dunia. Novel dan kumpulan cerpen yang diterbitkannya mendapatkan sambutan baik dari publik pembaca, buku-buku itu diulas dan didebat sebagaimana karya berkualitas lain. Dengan segala torehan itulah, boleh dibilang, Eka Kurniawan mulai dianggap seperti setengah dewa buat sebagian orang.

Namun, setelah membaca Senyap yang Lebih Nyaring, kumpulan tulisan di blognya yang kemudian dibukukan, saya menemukan gambaran berbeda dari kebanyakan imaji atas Eka yang muncul lewat karya-karyanya. Di buku ini, saya melihat Eka sebagaimana saya melihat manusia lain. Punya idola, gagasan, dan cara pandang yang sebenarnya; sederhana. Sesederhana tulisan-tulisan yang ada di buku ini.

Kumpulan tulisan di buku ini memang sederhana, hanya terdiri dari sekian ratus kata per tulisan, tapi memberikan satu hal yang jarang diberikan penulis lain kepada pembacanya, yakni keseharian. Ya, membaca ini bisa membuat saya membayangkan buku-buku apa yang Eka baca, penulis-penulis mana yang Eka gemari karyanya, dan keseharian aktifitas apa saja yang dapat membuatnya bisa berkembang hingga seperti sekarang.

Jika boleh menyimpulkan, Senyap yang Lebih Nyaring bisa dibilang seperti Cerita Dibalik Dapur Tempo yang memberikan gambaran bagaimana proses kreatif/jurnalistik bekerja. Meskipun tidak sampai menyeluruh, tapi akhirnya saya tahu bagaimana Eka belajar dan bereksperimen melalui cerpen Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi untuk mendaur ulang cerita penulis lain sebagai kisah baru yang memikat.

Atau, bagaimana cerita Eka ketika memulai karirnya sebagai penulis (pemula) dan bagaimana cara Ia mampu menembus meja redaksi/penerbit. Hal ini Ia tuliskan hanya untuk menanggapi pertanyaan: bagaimana caranya penulis pemula bisa mendapatkan tempat di hadapan penerbit/redaksi. Serta ada banyak tulisan-tulisan lainnya yang bisa kita temukan di buku ini, yang didasarkan dengan sebuah pertanyaan.

Tulisan-tulisan di buku Senyap yang Lebih Nyaring dikategorikan berdasar tahun pembuatannya. Jadi, Anda dapat membaca bagaimana tulisan Eka Kurniawan pada tahun 2012 hingga 2014. Saya agak heran sih, kenapa hanya dibatasi hingga tahun 2014. Apakah karena itu adalah tahun politik yang memecah belah kehidupan bernegara masyarakat kita? Saya langsung membuang jauh pikiran itu ketika ingat, lantaran hampir tidak ada tulisan tentang politik di buku ini, kecuali pilihan/gagasan politik para penulis yang Ia ceritakan di buku ini.

Dari 107 tulisan yang ada di buku Senyap yang Lebih Nyaring, ada beberapa tulisan yang menjadi favorit saya. Pertama adalah Es Krim, tulisan yang menceritakan dengan sangat sederhana bagaimana hierarki pengetahuan dan relasi kuasa bekerja melalui perbedaan pandangan orangtua dan anak tentang es krim. Sungguh isu yang ‘berat’ tapi bisa dibahas dengan amat sederhana.

Kemudian ada Pesan Moral yang menggambarkan bagaimana setiap orang di dunia ini memiliki ukuran nilai/moral berbeda dan tak bisa dipaksakan sama. Dan kegilaan seseorang untuk melulu menampilkan pesan moral dalam setiap karya tak ubahnya menjadikan para “penulis bertabiat ugal-ugalan seperti sopir angkutan umum di Jakarta” yang hanya kejar setoran saja. Begitu kira-kira interpretasinya.

Ada banyak tulisan menyenangkan di buku ini, walau ya ada juga yang biasa saja. Karena memang seperti yang sudah saya katakan di atas, membaca buku ini seperti melihat keseharian penulis. Kadang ada hal yang mendebarkan, kadang ada juga yang biasa saja. Dan memang seperti itulah hidup berjalan. Tidak bisa seseorang menuntut orang lain untuk terus berlaku sempurna.

Mungkin, dengan buku inilah, Eka Kurniawan mencoba menjawab segala pertanyaan tentang bagaimana proses kreatif yang dilalui serta perjalanan karirnya. Meski memang tidak ditulis dengan benar-benar sistematis, mungkin memang dengan cara seperti itulah kita mampu belajar dari Eka Kurniawan dengan sederhana-sederhana saja.



Bandara Soekarno Hatta (Soetta) memang tak ramah buat warga Tangerang. Atau setidaknya, warga Tangerang yang hendak bepergian dengan pesawat di bandara internasional ini. Semua terjadi akibat penutupan pintu M1 yang menjadi gerbang utama bagi warga Tangerang untuk tiba di bandara. Semua terjadi karena pembangunan kereta bandara yang hampir sama sekali tidak bermanfaat bagi warga Tangerang.

Asal tahu saja, kereta bandara tersebut memang diperuntukkan bagi warga Jakarta (juga kota lainnya) agar lebih mudah mencapai Soetta. Untuk warga Tangerang, ya kurang sepadan mengingat harga naik kereta bandara dari Stasiun Batu Ceper ada di angka Rp 35 ribu. Angka yang lumayan tinggi mengingat jarak tempuh yang tidak seberapa jauh.

Moda transportasi publik lainnya yang dapat digunakan warga adalah Damri. Baik dari Karawaci, Serpong, maupun Citra Raya. Kalau dari Serpong atau Citra Raya, ya masih layak digunakan lah. Mengingat jarak dan harganya yang ada di angka Rp 40 ribu. Tapi kalau untuk Karawaci, ya lumayan juga harus mengeluarkan uang Rp 50 ribu dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh. Paling enak ya naik taksi atau mobil pribadi.

Masalahnya, warga Tangerang yang hendak menuju bandara harus melalui jalan memutar. Baik dengan memutar perjalanan ke Jakarta terlebih dulu, atau memang memutar secara harfiah dengan memutari bandara. Setelah penutupan pintu M1, Jalan Parimeter Utara dan Selatan menjadi alternatif akses masuk bagi warga Tangerang.

Sialnya, jalan parimeter ini busuk, eh buruk maksudnya. Banyak lubang menganga di aspalnya, bahkan juga memakan korban kecelakaan. Malah Jalan Parimeter Selatan sudah ditutup sekitar setahun karena pernah mengalami longsor akibat salah konstruksi di Underpass Soetta. Padahal ya, jalan ini lebih praktis dilalui daripada Parimeter Utara karena tidak perlu memutar terlalu jauh melalui Rawa Bokor terlebih dulu.

Bagi saya, warga Tangerang pengguna rutin penerbangan Soetta, akses menuju bandara atau sebaliknya adalah neraka. Lewat parimeter jalan rusak dan harus memutar, lewat Jalan Juanda juga sama rusaknya, sementara lewat tol diancam macet dan tarif lewat yang lumayan tinggi. Semua itu menjadi perhitungan jika saya mau menggunakan taksi daring maupun konvensional. Itu pun dengan catatan: naik taksi daring berisiko kena operasi petugas bandara.

Janji memperbaiki jalan parimeter yang rusak dulu pernah terdengar. Namun hingga saat ini janji tersebut masih belum terealisasi. Belum genap satu janji terabaikan, muncul kabar kalau pihak otoritas bandara bakal membangun jalur baru yang lebih ‘manusiawi’ bagi masyarakat Tangerang. Sayangnya, kabar atau janji semacam ini kalaupun terealisasi ya bakal memakan waktu pengerjaan yang cukup lama.

Pun dengan Jalan Juanda yang banyak berlubang disertai jarak tempuh lumayan. Sudah sejak lama katanya jalan ini mau diperbaiki. Hanya saja, perbaikan jalan ini ya hanya sebatas mitos atau memang tidak benar-benar mau diperbaiki. Mungkin begini anggapannya: biar saja kalian lewat jalan rusak, yang penting masih bisa lewat. Atau: kalau mau bangun, ya buat warga daerah lain saja yang lebih jauh. Warga Tangerang mah gampang, belakangan saja.

Hal semacam inilah yang membuat saya sebenarnya lebih mengharapkan kesempatan pulang pergi Jogja-Tangerang dengan kereta api di setiap bulan. Namun, jadwal saya yang padat kan tidak bisa diprediksi. Ada beberapa kesempatan saya harus memaksimalkan waktu dengan naik pesawat.

Jika hal ini terjadi, ya siklus siksaan seperti di atas menjadi bagian dari perjalanan saya di hampir setiap bulannya. Mau naik taksi mahal, taksi daring harus siap risiko digerebek petugas, naik Damri mahal, kereta bandara pun begitu. Kemudian, mau lewat tol dengan tambahan biaya atau jalan-jalan busuk yang tak pernah selesai diperbaiki. Ya terus begitu saja sampai akses jalan baru selesai dibangun.


Pertama terbit di Baca Tangerang


Boleh dibilang bulan April ini adalah bulannya Samsung. Ketika merek lain jamak memperkenalkan satu atau dua ponsel dalam sekali peluncuran, Samsung justru memperkenalkan 5 produk kelas menengah terbarunya. Kelima gawai tersebut diperkenalkan dalam sebuah acara bertajuk ‘A Galaxy Event’ yang berlangsung di Bangkok, Thailand.

Acara yang berlangsung selama dua hari itu turut memperkenalkan 3 seri tablet terbaru mereka. Pertama adalah Galaxy Tab S5e yang memiliki spesifikasi paling tinggi. Ini adalah tablet berlayar AMOLED berukuran 10,5″ yang merupakan kakak dari Galaxy Tab S4. Bedanya, Galaxy Tab S5e menggunakan chipset berjenis Snapdragon 670. Meski akan dijual dengan harga Rp 7,5 juta, tablet ini cuma bisa masuk kelas mid-end dengan prosesor sekelas itu.

Selain itu, Samsung juga merilis dua tablet lain yang sama-sama menggunakan chipset Exynos 7904 dan berlayar IPS yakni Galaxy Tab A10 yang berukuran 10″ dan Galaxy Tab A with S-Pen yang berukuran 8″. Selain soal ukuran dan ketersediaan S-Pen, keduanya hampir tidak memiliki perbedaan. Keduanya sama-sama dibekali RAM 3 GB serta penyimpanan internal 32 GB.

Sehari setelah peluncuran tiga tablet itu, Samsung memperkenalkan dua ponsel andalan mereka untuk lini seri A yakni Galaxy A70 dan Galaxy A80. Ini menandakan tongkat estafet seri Galaxy A entry-level sebelumnya, Galaxy A10 dan Galaxy A20, segera bersambut dengan hadirnya Galaxy A70 dan A80 untuk kelas menengah.

Pada Galaxy A70, Samsung menggunakan chipset Snapdragon 675 lengkap dengan GPU Adreno 670. Dibekali dengan kapasitas RAM 6/8GB dan penyimpanan 128 GB yang memanjakan penggunanya tanpa perlu khawatir kapasitasnya bakal penuh dan bikin ponsel jadi letoy. Ponsel ini tampil dengan layar Super AMOLED berukuran 6,7″ dengan poni waterdrop yang membuat layar ponsel tampil semakin hemat bezel penuh.

Seakan menjadi sebuah hal yang melekat dengan ponsel kelas menengah ke atas ala Samsung, konfigurasi tiga kamera menjadi salah satu andalan A70. Susunan kamera belakangnya terdiri dari kamera utama 32 MP f/1.7, kamera ultrawide 8 MP f/2.2, dan kamera depth sensor 5MP f/2.2. Sementara di bagian kamera selfienya memiliki kekuatan 32 MP f/2.0.

Bagi saya, dengan spesifikasi seperti di atas, Galaxy A70 adalah ponsel yang bagus di kelasnya. Dengan harga sekitar Rp 5,8 juta, agaknya Samsung akan menjadikan ponsel ini sebagai lawan tanding dari Vivo V15 Pro. Namun, tetap saja Galaxy A80 yang diluncurkan bersamaan dengan Galaxy A70 ini memiliki potensi yang lebih layak beli karena hadir dengan tampilan layar penuh.

Well, akhirnya Samsung punya ponsel pintar berlayar penuh: tanpa poni, tanpa tompel, dan tanpa dagu sekaligus. Galaxy A80 adalah hal menyenangkan yang akhirnya ditawarkan Samsung untuk konsumennya. Apalagi, ponsel ini juga dibekali layar Super AMOLED berukuran 6,7″. Sudah layarnya penuh, pakai AMOLED pula, super oke untuk menopang kebutuhan multimedia.

Galaxy A80 menggunakan chipset baru Snapdragon 730 dengan dukungan 8 GB RAM dan penyimpanan internal sebesar 128 GB. Asal tahu saja, chipset terbaru dari Snapdragon ini terbilang tangguh karena memiliki performa yang sama seperti chipset ala flagship yang rilis dua tahun lalu, misalnya Snapdragon 835. Lewat nilai Antutu yang mencapai 200.000, ponsel ini sanggup melibas segala game kelas berat.

Sama seperti Galaxy A80, Galaxy A70 juga dibekali tiga sensor kamera. Galaxy A80  hanya memiliki 3 kamera belakang dengan resolusi 48 MP f/2.0 untuk kamera utama, 8 MP f/2.2 untuk ultrawide, dan satu TOF 3D camera.

Tak seperti Galaxy A70, Galaxy A80 hadir tanpa kamera selfiie. Lho, kok bisa? Tenang dulu. Bukan berarti ponsel ini tak bisa mengambil foto dan video dengan mode selfie, lho ya.

Rahasianya ada pada fitur teknologi menarik di ponsel ini yang disebut sebagai Pop Up Rotating Camera. Istilah itu digunakan untuk menjelaskan cara kerja kamera yang ada di belakang ponsel akan terangkat ke atas dan bisa diputar ke arah depan sehingga bisa dimanfaatkan sebagai kamera selfie. Sungguh satu fitur asyik yang amat saya harapkan hadir juga di Galaxy Note 10 nanti.

Untuk urusan fitur, kedua ponsel ini cenderung mirip. Keduanya sama-sama memiliki pemindai sidik jari di dalam layar (under display, bye-bye rear-mounted fingerprint!), mendukung pengisian daya cepat (fast charging) hingga 25 Watt, dan tidak memiliki sertifikat IP68 (anti debu dan air).

Kelemahan dari Galaxy A80 yang patut disambati dibandingkan Galaxy A70 adalah soal baterainya yang hanya dibekali daya sebesar 3.700 mAh. Bandingkan dengan Galaxy A70 yang dipersenjatai baterai ukuran jumbo sebesar 4.500 mAh.

Selain itu, ketersediaan jack 3,5 mm juga dihilangkan pada Galaxy A80. Di satu sisi ketersediaan jack tersebut masih bisa diperdebatkan, apakah termasuk kelemahan atau keuntungan. Jika dianggap jack 3,5 mm adalah kelemahan, toh pengguna masih bisa mendengarkan audio dan musik lewat headset/earphone nirkabel (bluetooth) yang semakin hari semakin murah harganya, sejurus dengan kualitasnya yang semakin bagus.

Apakah kalian sudah puas dengan spesifikasi yang ditawarkan Galaxy A80? Jangan dulu. Mengingat harga jualnya yang belum ketahuan dan potensi mahalnya harga ponsel ini. Biasanya sih, ponsel kelas menengah Samsung macam begini bakal dijual dengan harga mahal, setidaknya sedikit lebih mahal dari sesama kompetitor untuk spesifikasi yang mirip.

Bisa jadi, rentang harga yang ditawarkan Galaxy A80 ini ada di angka Rp 7-8 juta seperti Galaxy A8 dan A8+. Kalau sudah masuk di angka Rp 8 juta, ada baiknya kalian sekalian saja membeli Galaxy S10e yang harganya hanya Rp 10,5 jutaan. Ya hitung-hitung nambah dua juta untuk spesifikasi dan kualitas kamera yang lumayan jauh lebih baik.

Ingat selalu, ada harga, ada rupa!





Saya sepakat dengan larangan merokok saat berkendara. Namun, ketika Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat (Permenhub 12/2019) keluar, jujur saja, saya tidak sepakat-sepakat amat. Ada beberapa hal yang perlu dicermati dari regulasi ini, terutama, terkait maksud dan tujuannya.

Alasan utama dibuatnya aturan ini adalah untuk menghindari kecelakaan akibat hilangnya konsentrasi karena pengemudi kendaraan merokok. Ya, tujuannya seperti itu. Sekilas, memang tampak mulia. Tapi yang perlu diingat. Kebanyakan orang yang merokok saat berkendara justru melakukan aktivitas tersebut agar tidak mengantuk, agar konsentrasinya meningkat tatkala mengemudi.

Jadi, perintah pasal 6 regulasi tersebut yang berbunyi: “Pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktifitas lain yang mengganggu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor”, sebenarnya tidak teat-tepat amat untuk menjadi alasan agar para pengemudi kendaraan bermotor berhenti melakukan aktivitas itu.

Tentu saja merokok berbeda dengan menggunakan ponsel pintar ketika berkendara. Penggunaan ponsel tatkala itu memang menyita konsentrasi. Sementara merokok, justru dianggap meningkatkan konsentrasi. Jadi, ya aturan semacam ini justru bakal menimbulkan resistensi dari para pengemudi kendaraan karena landasan berpikirnya kurang tepat.

Oh ya, ada satu hal lagi yang perlu diluruskan dari Permenhub ini. Asal tahu saja, dalam aturan ini sama sekali tidak disebutkan sanksi atau denda Rp 750 ribu pada para pelanggarnya. Asumsi denda sebesar tadi didasarkan pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Di pasal 283 UU LLAJ disebutkan bahwa bagi pengemudi yang melanggar, terdapat ancaman hukuman penjara maksimal 3 bulan dan denda paling banyak Rp 750 ribu.

Saya tidak tahu bagaimana implementasi hukum yang bakal diterapkan. Namun, jika ancaman hukumannya adalah Rp 750 ribu, hukuman pada para pelanggar aturan ini juga tidak masuk akal. Okelah kalau memang aturan ini mau diterapkan, tapi besaran denda yang diberikan itu agak keterlaluan. Apalagi sosialisasi sebelum atuan ini diterapkan juga tidak masif-masif amat.

Sekali lagi saya katakan, saya sangat sepakat pada larangan merokok saat berkendara. Hanya saja yang harus dipahami oleh para pengemudi bukannya persoalan mengganggu konsentasi, tetapi mengganggu para pengemudi lain dan masyarakat. Ingat, merokok ketika berkendara punya potensi membahayakan orang lain. Misalnya, ketika bara api dari rokok terkena pengemudi lain dan terjadi kecelakaan padanya. Dan hal seperti inilah yang harusnya jadi landasaan pikiran regulasi tadi.

Merokok, tidak hanya pada saat berkendara, punya potensi mengganggu kenyamanan orang lain. Karena itu, para perokok harus diberikan pemahaman agar tidak lagi merokok sembarangan. Termasuk saat berkendara. Sayangnya, hal seperti ini tidak banyak dilakukan. Dan yang banyak dilakukan justru membuat aturan seperti Permenhub ini, dengan potensi resistensi yang juga cukup tinggi.

Kalau memang pemerintah mau menertibkan para perokok, saya kira negara (juga daerah) harus terlibat dalam kampanye edukasi pada para perokok. Jangan cuma dilarang-larang, tapi beri mereka pemahaman agar tidak mengganggu orang lain. Selain itu, pastikan juga ketersediaan ruang merokok di tempat umum agar mereka tidak lagi merokok sembarangan.

Balik lagi ke persoalan merokok saat berkendara. Jika memang kita mengantuk dan ingin lebih berkonsentrasi saat berkendara, dan kemudian ingin merokok agar kedua hal tadi terwujud, lebih baik kita berhenti sejenak di pinggir jalan atau warung kopi untuk merokok. Percayalah, merokok saat berkendara itu nggak enak. Rokok cepat habis kena angin, ya enakan sambil ngopi di warung pinggir jalan. Sudah aman tidak terancam hukuman, kita juga membuktikan pada masyarakat bahwa perokok santun itu ada dan berlipat ganda.


Pertama terbit untuk Komunitas Kretek


Akhir pekan kemarin saya berkesempatan mengunjungi Kabupaten Kebumen, salah satu daerah yang memiliki area perkebunan tembakau. Kedatangan saya ke sini memang tidak dalam rangka melihat kesiapan musim tanam di perkebunan, tapi karena sebuah undangan dari kelompok masyarakat yang menamakan diri mereka Laskar Kretek. Ya, saya diminta untuk berbagi pengalaman advokasi kretek yang selama ini dilakukan Komunitas Kretek.

Ada banyak hal yang kiranya saya sampaikan ketika berada di forum. Namun, ada satu bahasan yang kiranya menarik perhatian saya saat berbincang dengan teman-teman di sana. Kira-kira, begini pokok bahasannya: kenapa anak muda sekarang malu atau tidak lagi mau mengisap sigaret kretek tangan?

Kalau dipikir-pikir, saya sendiri selama ini secara selang-seling mengisap Djarum MLD, Djarum Super, atau Dji Sam Soe Premium. Meski yang menjadi andalan adalah LA Lights, sajian utama ketika ingin mengisap kretek. Apakah pola konsumsi kretek saya membenarkan anggapan seperti di atas? Kurang lebih begini jawaban saya.

Buat saya dan sebagian besar kretekus yang tinggal di kota besar, kemudian juga bekerja di gedung perkantoran, pilihan mengisap kretek mild menjadi solusi dari minimnya waktu yang bisa kami alokasikan kala penat menghadapi pekerjaan. Pada satu waktu, saya pernah harus beraktivitas di lantai 20-an sebuah perkantoran, yang di sana ya tidak tersedia ruang untuk merokok. Artinya, kalau mau ngudud, saya perlu turun dulu hanya untuk mengisap sebatang rokok.

Pada posisi seperti itulah, kemudian kretek mild adalah jawaban paling masuk akal dari permasalahan kami. Mengingat, waktu kami untuk merokok kala bekerja tidak banyak, kami butuh rokok yang lebih praktis untuk dikonsumsi. Karena rokok putih seperti Malboro bukan selera saya, maka LA Lights yang menjadi pilihan.

Hidup di ibukota, juga kawasan perkotaan, memaksa kami untuk bergerak dengan cepat ketika menjalani aktivitas harian. Kebanyakan orang harus bangun subuh untuk bisa mengejar kereta pagi atau mendahului kemacetan supaya tiba di kantor tepat waktu. Coba bayangkan, seandainya sebelum berangkat kami memilih mengisap Dji Sam Soe yang lebih padat, ya bisa-bisa telat datang ke kantor adalah hal yang biasa kami dapati.

Walau memang, tidak hanya karena faktor itu kretek mild jadi lebih digemari ketimbang kretek tangan. Ada faktor lain seperti mitos kesehatan yang melulu diserukan, sehingga pola konsumsi masyarakat menjadi berubah. Jika dulu lebih suka pada kretek tangan yang memiliki cita rasa kuat, lengkap dengan tar dan nikotin yang tinggi, maka sekarang kebanyakan orang memilih kretek mild yang lebih ringan kadar tar dan nikotinnya. Semua karena apa, ya karena mitos bahwa produk dengan tar dan nikotin yang lebih rendah tentu saja menjadi lebih sehat.

Mitos-mitos macam begini dulu menjadi hal yang amat dipertimbangkan oleh masyarakat. Walau hari ini hal seperti tadi sudah jarang didengar, tetapi kebiasaan konsumsi masyarakat telah berubah. Kretek mild sudah lebih digemari pasar, hingga akhirnya semakin menggeser posisi kretek tangan. Kurang lebih seperti itu.

Tetapi fenomena ini tidak berarti kretek tangan sama sekali tidak digemari, terutama oleh anak muda. Saya kira masih ada sebagian kawan-kawan saya yang mengonsumsi kretek tangan seperti Dji Sam Soe atau Gudang Garam Merah. Kalau kata mereka sih, kretek jenis ini lebih memiliki cita rasa yang kuat. Walau semua tetap bergantung pada selera dan kebiasaan konsumsi masing-masing.

Memang, kretek tangan adalah produk yang menyerap paling banyak tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau. Dan kretek tangan adalah produk yang benar-benar khas buatan nusantara. Namun yang perlu diingat adalah, kepunahan kretek tangan hanya bakal terjadi ketika FCTC diadopsi dalam hukum di Indonesia, dan regulasi dibuat dengan tujuan untuk membatasi tar dan nikotin yang ada pada produk olehan tembakau. Kalau sudah yang seperti ini terjadi, ya jangankan kretek tangan, kretek secara keseluruhan bisa jadi bakal punah dihabisi produk alternatif tembakau yang ditawarkan oleh kelompok kesehatan.


Pertama terbit untuk Komunitas Kretek 


Kembali, sebuah postingan tentang perokok berengsek viral di media sosial. Kali ini adalah seorang perempuan mengeluhkan perilaku seorang perokok yang membuang bungkus rokokya sembarangan. Namun bukan itu yang membuatnya menjadi viral, melainkan cerita tentang kelakuannya setelah diingatkan oleh si pembuat postingan tersebut.

Ya, mau diakui atau tidak, masih ada banyak perokok yang berkelakuan berengsek. Misalnya, perokok yang satu ini. Pada kasus ini, setelah diperingati oleh orang lain, si perokok justru acuh dan tetap saja membuang bungkus rokoknya secara sembarangan. Asal lempar bodo amat mau dibuang kemana.

Narasi semacam ini tentu menjadi sasaran empuk bagi netizen. Entah mereka yang tidak suka atau tidak peduli dengan perkara rokok, kejadian tadi harus menjadi bahan perbincangan penuh moral. Biar bagaimanapun membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang dibenci secara moral oleh masyarakat. Apalagi jika yang dibuang adalah bungkus rokok dan pelakunya perokok, tingkat moralitas yang disasar bakal menjadi semakin tinggi.

Saya sepakat bahwa apa yang dilakukan perokok itu adalah salah, malah dalam tahap ini, layak kita sebut berengsek. Sudah diingatkan untuk membuang sampah pada tempatnya, eh malah marah-marah. Sudah begitu, bungkus rokok yang dikembalikan si pemberi peringatan malah dibuang lagi secara sembarangan. Hadeeeeh, zaman batu banget ini orang.

Sialnya, memang beginilah kondisi kesadaran masyarakat kita. Terserah kita mau menerimanya atau tidak, tapi memang level kesadaran begitu banyak masyarakat kita masih ada di kategori rendah. Itu pun kalau tidak mau dibilang buruk.

Masih ingatkah kita tentang viral kejadian masyarakat yang menumpangi MRT dan melakukan perbuatan, yang hari ini kita sebut dengan kata ‘kampungan’? Mereka yang foto-foto sembari bergelantungan di pegangan gerbong, juga mereka yang membuang sampah bekas makanan dengan sembarangan? Ya sama seperti itulah kira-kira level kesadaran masyarakat kita.

Agak sulit memang untuk masyarakat berpikiran maju seperti kita melakukan upaya penyadaran moral kepada mereka. Namun, ya beginilah perjuangan, tidak bakal mudah untuk dilakukan. Kalau memang berjuang itu adalah perkara mudah, percayalah, dari dulu sudah bakal terjadi revolusi yang membuat keadaan masyarakat tanpa kelas.

Balik lagi ke perkara perokok berengsek itu, dulu saya pernah menyerukan agar kita yang punya kesadaran menjadi lebih berani untuk menegur pelaku perbuatan tidak bermoral seperti itu. Ya, teguran adalah langkah awal yang harus dilakukan kala berhadapan dengan perokok berengsek. Bukan hanya untuk mereka yang buang bungkus atau puntung rokok sembarangan, tetapi juga mereka yang merokok tidak pada tempatnya.

Kemudian, jika sudah ditegur malah balik memarahi kita, ya kita balik marahi. Kalau perlu, kita maki saja. Tidak perlu ragu, orang-orang seperti ini memang perlu diperlakukan dengan agak keras. Karena itulah saya mengapresiasi mbak-mbak yang viral di medsos ini, soalnya berani balik memarahi si perokok berengsek itu.

Terakhir, jika memang sudah mentok, saya kira lebih baik orang itu kita pukul atau kita laporkan pada pihak yang berwenang saja. Tentunya, sebelum itu kita harus mengamankan alat bukti dulu, yakni foto perbuatan dan pelakunya.

Namun, yang penting diingat, setelah difoto ya dilaporkan pada pihak berwenang. Langsung begitu terjadi peristiwanya. Jangan cuma diposting di medsos biar viral, soalnya yang beginian belum tentu mempan buat mereka. Toh kalaupun mereka main medsos nggak bakal follow orang-orang dengan tingkat kesadaran akan moral yang tinggi. Jadi, nggak bakal sampai itu foto buat jadi pembelajaran untuk mereka.

Meski begitu, ada satu lagi sih langkah yang jauh lebih penting ketimbang hal-hal di atas. Mau tahu apa? Sudah tahu? Yak, betul, mari kita kampanyekan dan beri edukasi kepada masyarakat. Tentu saja, salah satu yang penting adalah mengedukasi mereka agar menjadi perokok yang santun. Kalau hal kayak gini sering-sering dilakukan, sepertinya populasi perokok berengsek bakal jadi makin berkurang.

Pertama terbit untuk Komunitas Kretek


Saya kira ponsel dengan konfigurasi kamera sempurna itu hanyalah mitos belaka. Dan yang namanya mitos, seringkali mustahil untuk dihancurkan. Ternyata, ponsel baru keluaran Huawei berhasil menghancurkan mitos tersebut. Huawei belum lama ini memperkenalkan seri P30 Pro yang memiliki konfigurasi 4 kamera lengkap dengan kamera teleskopnya.

Memang bajingan betul Huawei ini. Belum habis euforia Mate 20 Pro yang masih menjadi ponsel berbasis Android terbaik saat ini, eh mereka mengeluarkan ponsel baru di lini seri spesialis kamera, yaitu P30 Pro. Dengan dipersenjatai fitur yang nggak jauh-jauh amat di sektor jeroan dan antarmuka, P30 Pro tampil jauh lebih perkasa pada sektor kamera ketimbang seluruh kompetitornya. Bahkan untuk sekelas Samsung Galaxy S10 Plus yang memiliki fitur Super Steady sekalipun.

Huawei Mate 20 Pro dan P30 Pro ini sebetulnya sangat mirip secara spesifikasi. Keduanya sama-sama mengandalkan chipset Kirin 980 dan pemroses grafis GPU Mali-G76, menggunakan layar OLED, baterai berkapasitas 4.200 mAh, serta pilihan RAM 6 GB / 8 GB dengan penyimpanan 128 GB / 256 GB.

Secara penampilan, kedua ponsel ini boleh dibilang memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari sisi penempatan kamera belakang dan bentuk poni (notch) yang berbeda. Pada P30 Pro, Anda akan menemukan konfigurasi 4 kamera dengan model berjejer ke bawah ditambah kamera teleskop dan flashlight yang ada di sampingnya. Sementara bentuk poninya menggunakan model waterdrop yang cuma secuil itu.

Untuk urusan performa, ponsel ini memang tergolong ‘biasa saja’ untuk kategori flagship. Bermodal skor Antutu di angka 280 ribuan, P30 Pro masih kalah kuat dibandingkan dengan Galaxy S10 Plus yang memiliki skor 320 ribuan dan atau iPhone XS dengan skor 350 ribuan. Jadi, bagaimana bisa P30 Pro yang ‘kalah’ secara performa ini dibilang lebih unggul ketimbang Samsung dan iPhone? Tentu saja melalui konfigurasi kamera yang dimilikinya.

Ya, saya tidak akan ragu menyebut P30 Pro sebagai ponsel dengan konfigurasi kamera terbaik saat ini. Bukan karena mereka memiliki 4 kamera di belakang, tapi lebih karena terdiri dari 4 jenis kamera sekaligus yang mampu memberikan hasil gambar yang amat luar biasa. Jadi tidak usah meragukan angka DxOMark pada Huawei P30 Pro yang memiliki skor 112, dengan rincian 119 untuk foto, 97 untuk video, dan 89 untuk selfie.

Dengan modal kamera utama beresolusi 40 MP, Ultra Wide 20 MP, kamera ‘periskop’ 8 MP, serta kamera Time of Flight (ToF) untuk 3D depth scanning, boleh dibilang ini adalah konfigurasi kamera paling lengkap yang ada di ponsel pintar saat ini. Belum lagi kamera depannya juga memiliki resolusi 32 MP, sangat pantas jika ponsel ini disebut sebagai biangnya kamera kualitas tinggi.

Bagian yang paling mengesankan adalah saat pengambilan gambar pada mode malam dan kualitas zoom-nya yang membuat saya ingin berkata bangsat itu. Dengan keberadaan kamera ‘teleskop’, P30 Pro mampu memberikan 5X optical zoom, 10X hybrid (gabungan optical dan digital), serta 50X digital zoom. Jika kalian melihat hasil pengambilan gambarnya, ponsel ini mampu mengambil objek pada jarak jauh dengan sangat detail serta menghasilkan kualitas gambar yang amat baik.

Mode malam pada kamera ini pun sungguh-sungguh anjay. Dengan sensitivitas ISO yang mencapai 409600, P30 Pro berhasil mengejek Samsung Galaxy S10 Plus dan iPhone XS Max yang gagal mengambil gambar dengan baik pada keadaan super gelap. Tanpa perlu panjang lebar, berikut ini adalah contoh pengambilan gambar mode malam yang diambil dari peluncuran P30 Pro.
Perbandingan ISO kamera Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain.
Perbandingan ISO kamera Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain.
Perbandingan hasil kamera mode gelap Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain (1)
Perbandingan hasil kamera mode gelap Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain (1)
Perbandingan hasil kamera mode gelap Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain (2)
Perbandingan hasil kamera mode gelap Huawei P30 Pro dibandingkan smartphone lain (2)
Ah satu lagi, fitur ToF yang ada di P30 Pro ini mampu memberikan 3D hingga dapat mengukur jarak, panjang, luas, dan sudut objek yang ditangkap sensornya. Kalau masih bingung, ini seperti fitur yang ada pada aplikasi Measure di iPhone XS. Jadi, P30 Pro sudah kompatibel untuk beragam aplikasi yang memanfaatkan Augmented Reality berbasis kamera.

Sudah puas dengan semua yang ditawarkan P30 Pro tadi? Berikut akan saya tambah satu hal menggembirakan dari peluncuran ponsel ini. Untuk harga jualnya di Eropa, P30 Pro menawarkan harga 999 Euro atau sekitar Rp 16 juta. Ponsel ini terdiri dari beberapa pilihan warna, diantaranya Aurora, Amber Sunrise, Breathing Crystal, Black, dan Pearl White.

Yang perlu diingat, harga Mate 20 Pro saat pertama kali dirilis pun berada di angka 849 Euro atau Rp 14,8 juta, tapi nyatanya harga jualnya di Indonesia hanya ada di kisaran Rp 11.999.999. Jadi, bisa saja harga jual di Indonesia untuk ponsel ini berada cukup jauh di bawah harga pasar Eropa-nya. Mungkin sekitar Rp 13 jutaan, semoga saja!

Buat kalian yang berminat, ponsel Huawei satu ini sudah bisa dipesan secara pre-order di Indonesia mulai tanggal 12 April mendatang. Ini juga termasuk satu kabar bagus yang ditawarkan Huawei untuk pasar Indonesia mengingat biasanya harus menunggu cukup lama sampai berbulan-bulan sebelum ponsel mereka resmi masuk ke Indonesia.


Ponsel pintar bagi sebagian orang telah menjadi bagian dari alat produksi. Apalagi di zaman yang serba digital ini, penggunaan aplikasi-aplikasi berbasis mobile dan internet menjadi penunjang penting dalam aktivitas sehari-hari. Pesan ojek, pakai hape. Beli baju, pakai hape. Ngurus kerjaan, pakai hape. Cari kabar mantan, juga pakai hape.

Nah, saking pentingnya hape dan internet, urusan pulsa dan paket data semakin diperhitungkan sebagai salah satu komponen hidup layak yang posisinya kira-kira sama dengan pangan, papan, dan sandang. Oleh sebab itu, mau semiskin apapun kamu, setidaknya kamu pasti pernah melirik dan berangan-angan punya ponsel yang selalu kekinian, baik dari spesifikasi maupun gaya. Toh sekarang semakin banyak hape berkualitas dengan harga ‘murah’.

Agar tidak kebingungan, berikut akan saya rekomendasikan hape-hape terbaik dari setiap rentang harga untuk Anda. Penting untuk diingat, membeli hape itu bukan seperti membeli permen, kalau tidak suka bisa langsung buang. Harus ada perhitungan khusus. Dari soal menilai kebutuhan sampai budget yang kita punya, sebelum akhirnya memutuskan mau membeli yang mana.

Dan inilah hape-hape yang saya rekomendasikan:

Kisaran Harga 1 Jutaan
Pada kisaran harga sejutaan ini ada beberapa ponsel yang (masih) layak dijadikan pasangan. Jika budgetmu ada di bawah sejutaa dan butuh ponsel sekadar untuk melancarkan komunikasi, kalian bisa membeli Redmi Go yang harganya 899 ribu rupiah. Hape ini adalah keluaran Redmi yang mengandalkan Android Go dengan ragam aplikasi yang lebih enteng. Mohon maklum, dengan memori internal 8GB dan RAM 1 GB, setidaknya hape ini bisa mengenalkan smartphone dengan performa enteng kepada penggunanya.

Jika budgetmu ada di atas 1 jutaan, saya tidak ragu untuk memilih Realme 3 dengan harga Rp 1.799.000. Bermodal chipset Helio P60 dan GPU ARM Mali-G72, serta RAM 3 GB sekaligus penyimpanan 32 GB, inilah ponsel yang memiliki skor 130-ribuan di Antutu Benchmark. Soal performa, jangan ragukan kemampuan hape ini. Dilengkapi baterai 4.230 mAh, dual kamera 13 MP plus 2 MP, serta telah beroperasi dengan Android 9.0 Pie, saya kira ponsel ini telah mampu bersaing dengan ponsel di kelas harga 2 jutaan.

Kisaran Harga 2 Jutaan
Tanpa ragu saya akan merekomendasikan ponsel yang baru saja diluncurkan di Indonesia ini: Redmi Note 7. Memang sih masih ada Samsung Galaxy M20 yang kualitasnya juga oke, tapi dari segi performa hape ini tidak ada lawan di kelas harga 2 jutaan. Bermodal skor Antutu di kisaran 140-ribuan, Redmi Note 7 bahkan mengalahkan Realme 2 Pro dan Asus Zenfone Max Pro M2 yang sama-sama menggunakan Snapdragon 660 dengan RAM 4 GB dan penyimpanan 64 GB.

Nilai tambah dari hape ini tentu saja ada di keputusan Redmi menggunakan USB Type C pada I/O port-nya. Hal ini membuat pengisian daya dan perpindahan data bakal lebih ngebut ketimbang USB B yang biasa. Selain itu, ponsel ini dilengkapi fitur night mode pada kamera depannya yang beresolusi 48 MP + 5 MP. Redmi Note 7 menggunakan bahan kaca pada body belakangnya.

Dan yang paling penting, harga Redmi Note 7 ini hanya ada di angka Rp 2.599.000, jauh di bawah Realme 2 Pro dan Asus Zenfone Max Pro M2. Tak salah lagi, memang hape ini paling ngehe untuk urusan price to performance.

Coba, sebutkan lawan yang lebih baik dari Redmi Note 7 yang hadir tahun ini?

Kisaran Harga 3 Jutaan
Sebenarnya pada rentang harga ini saya tak ingin merekomendasikan hape apapun. Kebanyakan hape di kelas ini menggunakan prosesor sekelas Snapdragon 660, yang sudah bisa dibeli di harga 2 jutaan seperti rekomendasi di atas. Lebih baik, beli Redmi Note 7 yang masih dapat kembalian untuk beli data internet atau uangnya ditabung lagi biar bisa masuk di kategori 4 jutaan.

Kisaran Harga 4 Jutaan
Menurut saya hanya ada dua ponsel yang layak dipertimbangkan untuk dipilih pada kategori ini: Pocophone F1 atau Honor Play. Kedua ponsel ini sudah menggunakan SOC (system-on-a-chip) terbaik di tahun 2018, Snapdragon 845 pada Poco dan Kirin 970 pada Honor Play. Tapi, berhubung Honor Play tidak masuk resmi ke Indonesia, pilihan saya jatuh pada Pocophone F1 mengingat price to performance-nya yang paling oke sejauh ini.

Bayangkan, ketika merek lain bikin hape dengan chipset Snapdragon 845 di kisaran harga 7 juta ke atas, eh ini merek malah cuma kasih harga di kisaran 4,5 jutaan. Sudah begitu, konfigurasi kamera 12 MP + 5MP yang dimiliki juga bajingan betul bagusnya. Kekurangannya ada pada body belakang yang cuma terbuat dari bahan plastik dan desainnya yang terlihat biasa-biasa aja.

Kisaran Harga 5-10 Jutaan
Masuk di rentang angka 5 juta, saya perlu untuk melebarkan batasan harganya. Setidaknya sampai 10 juta. Masalahnya di atas angka itu, kelas ponselnya sudah semakin berbeda. Ibarat kata, di rentang harga yang ini cuma kelasnya orang punya uang, tapi di atas 10 juta itu udah levelnya sultan. Titik.

Nah, ada banyak banget rekomendasi hape yang bisa kita pilih di kategori ini. Mulai dari Asus Zenfone 5z, Google Pixel 2 XL, iPhone 7 Plus, dan tentu saja Samsung S9 Plus (hape ini udah di bawah 10 juta, cuyyyy… ). Dan rekomendasi saya jatuh kepada Vivo V15 Pro yang baru saja dirilis.

Memang sih, secara performa hape-hape tadi bisa ngalahin Vivo V15 Pro. Apalagi yang pakai jeroan Snapdragon 845 lengkap dengan segambreng fitur macam Asus Zenfone 5z. Tapi ada dua hal yang tidak semua hape tadi punya dan menjadi andalan di V15 Pro: body depan bentuknya sudah layar semua (tanpa poni atau notch) dan fitur pemindai sidik jari di dalam layar (on-screen).

Dua fitur ini layak menjadikan V15 Pro dengan banderol Rp 5.699.000 sebagai ponsel yang lebih pantas dimiliki ketimbang semua ponsel lain di kategori ini yang kebanyakan masih bergaya old-school. Apalagi, prosesor Snapdragon 675 serta RAM 6 GB dan penyimpanan internal 128 GB mampu memberikan skor Antutu hingga 179-ribuan yang tidak kalah dengan para ‘mantan’ flagship tersebut.

Perkara kameranya, Vivo V15 Pro nggak usah ditanya lagi. Malah menurut saya ini salah satu ponsel dengan konfigurasi mode malam terbaik yang ada saat ini.

Kisaran Harga di Atas 10 Jutaan
Nah, kategori terakhir ini hape-hape dengan harga di atas 10 juta alias level sultan. Ada beberapa yang layak banget direkomendasikan, mulai dari Samsung Galaxy S10 series, iPhone XR dan XS series, Huawei Mate 20 Pro, dan Google Pixel 3 XL. Kalau di level ini sih, hape manapun yang dipilih nggak bakal mengecewakan dari segi apapun, kecuali mahalnya. Tapi jika boleh kasih rekomendasi, saya lebih memilih iPhone XR untuk preferensi iOs atau Huawei Mate 20 Pro untuk pengguna Android.

Meskipun harganya disunat, tapi performa iPhone XR sama bajingan dengan yang lebih mahal. Konfigurasi kameranya juga sama bagus, cuma beda di jumlah kamera saja. Sisanya, ente-ente bakal merasakan performa hape seharga 20 jutaan yang bisa ditebus dengan harga 15 jutaan.

Nah kalau perkara Android, emang sih Pixel masih menjadi hape Android dengan konfigurasi kamera terbaik. Tapi, dengan fitur yang lebih lengkap (pemindai sidik jari dalam layar, NFC, Reverse Wireless Charging, IP68, dan Supercharge yang bisa nampung daya sampai 40watt), saya kira Huawei Mate 20 Pro masih menjadi opsi terbaik untuk hape Android level sultan.

Memang sih secara performa keseluruhan Samsung Galaxy S10 juga bagusnya minta ampun. Namun, kalau hanya ingin kamera yang lebih baik (dan harga yang lebih murah), Huawei Mate 20 Pro adalah jawabannya. Harga Huawei Mate 20 Pro adalah yang paling murah dari semua ponsel sultan yang sudah disebut. Cuma dibanderol seharga Rp 11.999.000 kok, nggak ada apa-apanya buat sultan mah…