Refleksi 24 Tahun Tragedi HillsbroughPerjuangan takkan sia-sia. Inilah yang menjadi semangat bagi Kopites, supporter klub sepak bloa Liverpool dalam memperjuangkan keadilan atas tragedi Hillsbrough. Dan perjuangan memang takkan sia-sia. September tahun lalu, keluar pengumuman atas penyelidikan lebih lanjut atas tragedi Hillsbrough dan hasilnya menyatakan pihak kepolisian dan panitia penyelenggara bersalah atas tragedi tersebut.
Sontak, semua terharu. Kopites yang selama dijadikan kambing hitam akhirnya mendapatkan sebuah kebenaran. Pihak kerajaan, diwakili Perdana Menteri David Cameroon langung menyampaikan permohonan maaf atas gugurnya 96 suporter Liverpool. Terungkapnya kebenaran tentu menjadi angin segar bagi para keluarga korban yang selama ini terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Tragedi Hillsbrough sendiri terjadi akibat kelalaian panitia penyelenggara pertandingan yang tidak memperhitungkan jumlah fans Liverpool yang datang dengan tempat di mana supporter Liverpool kelak ditempatkan. Saat itu, panitia mengalokasikan kapasitas tempat untuk 14.000 ribu tribun berdiri di lapping lane yang menjadi tribun paling kecil disana.
Selain itu, kepolisian juga melakukan kesalahan fatal setelah membuka gerbang C stadion yang di dalamnya telah dipadati fans. Akhirnya, fans yang berada di dalam stadion terdorong ke arah pagar besi dan terjepit diantara lautan manusia hingga terjadilah tragedi ini.
Selama ini, Kopites sebagai korban dalam tragedi ini justru dijadikan pesakitan dan dituduh sebagai penyebab terjadinya tragedi Hillsbrough. Media bernama (jika dialihbahasakan) matahari di Inggris sana bahkan sempat membuat laporan bohong dengan menjual cerita seolah Suporter Liverpool melakukan hal biadab yang tak pernah terjadi di Hillsbrough.
Memang revolusi pasti memakan korban. Dan dalam tataran tragedi Hillsbrough, revolusi sistem keamanan dan kenyamanan supporter mulai digalakkan. Dengan tidak diperbolehkannya pagar besi yang memisahkan tribun dengan lapangan, supporter dapat dievakuasi ketika terjadi kasus seperti Hillsbrough. Lalu, kenyamanan supporter lebih diperhatikan dengan ditiadakannya tribun berdiri.
***
Sepak bola memang menjadi bahasa kemanusiaan. Kejujuran menjadi hal utama dalam olahraga ini. Bagi kapten Liverpool, Steven Gerrard, Keberanian dan martabat yang ditunjukkan oleh keluarga korban Hillsborough dan mereka yang selamat adalah contoh bagi kita semua. Kejujuran dan kegigihan membukajalan menuju keadilan.
Namun, karena banyaknya faktor kepentingan, kejujuran kerap dikaburkan/ begitu pula dalam tragedi Hillsbrough, banyak fakta yang dikaburkan. Perlu diingat, ketika tragedi ini terjadi, politik di Inggris tengah memanas hingga akhirnya tenggelam akibat fokus pemberitaan media di Inggris yang terus menerus mengangkat persoalan Hillsbrough.
Dalam diskusi rekan-rekan UIN Kopites dan Red Sector 2 di kampus UIN Ciputat senin lalu (15/4), tragedi ini dianggap sebagai sebuah konspirasi yang tak hanya jadi pengalihan isu tap juga dijadikan alat untuk membunuh Liverpool.
Sebagaimana diketahui, Liverpool adalah kota pelabuhan dengan basis buruh yang besar. Dalam negeri yang mengandalkan sistem ekonomi kapital, kekuatan kaum buruh di kota Liverpool tentu menjadi ancaman bagi kelangsungan pemilik modal. Hingga akhirnya, dalam dunia sepak bola, persoalan politik ekonomi masyarakat yang terikat dengan klub kebanggaannya tak dapat terpisahkan.
Memang, sebagian besar pendukung kliub Liverpool adalah kaum buruh, dan karena asosiasi sepak bola disana didukung kerajaan yang memihak kaum modal, maka Liverpool dijadikan musuh bersama yang harus dihapuskan agar kaum buruh tak lagi punya kebanggaan. Dan target utama mereka adalah membuat Liverpool degadrasi ke kasta dimana Liverpool tak lagi bersaing dengan klub mapan dukungan kerajaan.
Perihal dukungan asosiasi kepada klub setan jelas dapat dilihat jika klub bergambar setan membawa tongkat itu menjadi representasi kaum modal. Apalagi jika kita melihat ke sejarah persaingan kedua tim yang memuncak dikala revolusi industri yang juga menyulut pertentangan kaum buruh dan kaum pemodal.
Entah sampai kapan persaingan, perselisihan, dan konspirasi ini akan berlanjut. Namun, sekali lagi, sepak bola adalah bahasa kejujuran. Jika kita percaya pada kebenaran, maka keadilan akan datang menghampiri kita, seperti keadilan yang hadir setelah 24 tahun menunggu terungkapnya kebenaran Hillsbrough.
0 komentar:
Posting Komentar