Perjalanan Negara ini tak pernah lepas dari perjaanan para
kuli tinta yang setia menemani perjuangan para pejuang bangsa yang dengan gagah
berani di medan pertempuran fisik dan mental demi kemerdekaan Indonesia.
Disamping itu, tidak sedikit pegiat jurnalistik yang juga menjadi pejuang
bangsa, salah satunya adalah Raden Mas Tirto Adi Suryo.
R.M Tirto Adi Suryo sebagai seorang jurnalis adalah orang
yang kritis terhadap perjuangan bangsa demi menuju kemerdekaannya. Ia juga
mampu menjadi pendorong bagi para pemuda Indonesia untuk bangkit melawan bangsa
asing yang terus aja menggerus kekayaan alam Nusantara. Lewat pena ia mampu
menusuk para penjilat asing dengan begitu tajamnya.
Namun karena kesadaran akan penjajahan, keberanian dan
kenekatannya yang melebihi orang-orang sebangsanya, ia mampu menjadi orang yang
masuk dalam daftar hitam bagi pemerintah Hindia Belanda. Ia juga menjadi saah
satu awak jurnalistik yang mendapatkan pengekangan dalam kegiatan
jurnalistiknya.
Pada tahun 1908, N.V Medan Prijaji, harian yang
dikelolanya,menuliskan berita tentang konspirasi aspiran kontrolir Pirworejo,
A. Simon yang menyalahgunakan wewenangnya dalam pemilihan lurah desa Bapangan.
Tirto yang dalam tulisannya menyebut A. Simon sebagai “snoy aap” (monyet
ingusan) dituduh meakukan pencemaran nama baik oleh yang bersangkutan.
Meskipun dalam proses persidangannya, Tirto tidak mengalami
penyiksaan sebagaimana yang biasa terjadi pada pribumi biasa, ia tetap
mendapatkan hukuman pengasingan. Hukuman ini diberikan setelah penundaan yang
cukup lama akbibat campur tangan Gubernur Jendral Van Heustz. Namun setelah ia
digantikan oleh Gubernur Jendral Idenburg, proses hukum tersebut dilanjutkan
kembali.
Hukuman pengasingan ke daerah Teluk Betung sendiri bukan
hanya mempengaruhi kehidupan Tirto, namun juga N.V Medan Prijaji yang
dikelolanya. Kematian yang dialami Medan Prijaji juga merupakam hasil dari
permainan pemerintah Hindia belanda yang memang sejak awal sudah menandai Tirto
sebagai ancaman.
Tirto yang menjadi salah satu perintis pers pribumi mampu
menjadi ancaman bagi pemerinah colonial Hindia Belanda karena
tulisan-tulisannya yang mampu mengajak masyarakat bangkit melawan pemerintah
Hindia Belanda. Dan hal tersebut dianggap sebagai sebuah kesalahan seorang
Tirto terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Meskipun pada masa tersebut belum ada hokum apalagi
perundang-undangan yang jelas tentang pers, namun kehadiran pers sebagai sarana
pencerdas bangsa telah membuat masyarakat bersimpati kepada kasus tersebut.
Masyarakat pribumi yang pada saat itu mulai menyenangi
kehadiran beberapa terbitan pers banyak menaruh hormat kepada Tirto, walaupun
ia memang terbukti membuat pernyataan yang berisi ejekan terhadap A. Simon.
Penasihat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan pribumi,
dr. D.A Rinkes adalah seorang yang paling berpengaruh dalam pemberian hukuman
terhadap Tirto. Ia yang memiliki wewenang dalam penanganan kasus pribumi
menganggap Tirto melakukan propaganda politik yang menentang pemerintah yang
pada saat itu berkuasa.
Namun bagi kita sebagai pribumi, tindakan yang dilakukan
oleh Tirto beserta murid setianya, Mas Marco Kartodikromo yang juga aktif di
Sarekat Islam adalah sebuah perjuangan yang juga menentukan nasib bangsa.
Mereka memperjuangkan kebebasan dalam berorganisasi dan berpropaganda bagi
pribumi.
Kini perjuangan mereka telah mencapai tujuannya. Meskipun
masih seringkali dikekang dan ditunggangi, pers Indonesia telah memiliki
landasan hukum yang jelas, baik dalam UUD 1945 maupun UU no 40 tahun 1999. Kini
masyarakat pun mampu menyaksikan keberadaan media sebagai pengontrol jalannya
pemeritahan di Indonesia.
Namun kebebasan yang d\mampu kita rasakan kini harus terus
kita jaga. Jangan sampai oknum-oknum pemerintah, bangsa asing, dan masyarakat
yang tak bertanggung jawab merebut kembali kebebasan yang telaj diraih pers
kita. Jangan sampai orang-orang bodoh yang tidak paham tentang kebebaan pers
membahayakan kebebasan pers dan media nasional.
0 komentar:
Posting Komentar