Sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda. Sejarah mencatat, gerakan-gerakan
yang dilakukan mahasiswa menjadi salah satu kunci dari keberhasilan menjatuhkan
rezim tiran. Tapi ingat, semua itu hanya sejarah.
Kini, gerakan mahasiswa harus menghadapi nasib bahwa perjuangan yang
dilakukan mereka tidak banyak mendapat simpati publik. Segala aksi, baik
demonstrasi maupun advokasi gagal menyentuh nurani masyarakat. Jangankan aksi
soal hal-hal yang makro, advokasi warga yang jelas tertimpa masalah saja
warganya nolak. Gimana nembak kekasih hati.
Benar kata Rendra, bahwa maksud baik tak selalu bisa berlaga. Bahwa maksud
baik mahasiswa untuk membantu masyarakat tak selalu dapat dukungan. Boleh saja
punya maksud baik, tapi kalau pendekatannya nggak bener, ya bakal ditolak lagi,
mblo.
Dalam hal ini, kawan-kawan gerakan gagal menerapkan diktat Materialisme Dialektika Historis yang diajari saat
kurpol. Karena materi MDH ini adalah kunci untuk
menentukan strategi dan aksi pendekatan gerakan.
Pertama, kawan-kawan gerakan tidak menjalankan ajaran Bung Karno. Ya,
kawan-kawan, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Gimana mau belajar dari
kesalahan di masa lampau kalau selalu lupa sama sejarah. Udah tahu, pola
pendekatan lama gagal diterapkan sama warga A, eh pas mau advokasi warga B
masih pake pola yang gagal. Pantes gagal dapetin pacar diterima
masyarakat.
Kedua, kawan-kawan gerakan gagal menerapkan
disiplin kontemporer dalam pendekatan. Gimana mau diterima, nyamperin gebetan
warga pakai celana robek-robek, muka lusuh belum dicuci, baju belum ganti tiga
hari. Jangankan diterima, baru dateng aja udah disuruh pulang sama papanya pak
hansip. Mbok ya kalau mau ngegebet orang tuh dandan dulu. Minimal mandi deh.
Yang terakhir, kawan-kawan
gerakan sendiri nggak peka sama perasaan masyarakat. Dalam beberapa kasus,
gerakan cenderung agresif saat pendekatan dengan warga, ujung-ujungnya ditolak
karena disangka Cuma mau provokatori warga. Ibaratnya gini, gebetan kalian
sedang berduka, tapi kalian malah agresif pedekate disaat yang nggak tepat. Ya
kelas bikin gebetan ilfil lah. Nah ini pas warga sedang dalam kondisi duka,
gerakan malah agresif. Ya amsyong.
Pada konteks
perjuangan yang langsung bersentuhan dengan persoalan masyarakat saja gerakan
ditolak, gimana pada hal yang lebih luas. Karena itulah, kawan-kawan gerakan
harus lebih sering jalan-jalan, nongkrong di pasar santa, dan yang terpenting adalah
punya pacar.
Kebiasaan
anak-anak gerakan yang lebih sering mikirin bangsa dan negaranya ketimbang
nasib kuliah dan dirinya sendiri perlu diimbangi dengan kehadiran seorang
kekasih. Minimal, kalau anak gerakan punya pacar, masih ada yang ngingetin
mereka buat mandi.
0 komentar:
Posting Komentar