Masih ingatkah kita tentang
sebuah memori, dimana sebuah gol sunduluan penyerang tim nasional korea selatan
menembus ketatnya pertahanan grendel Italia pada tahun 2002?
Ya, nama Ahn Jung Hwan akan
selalu dikenang sebagai seorang pahlawan dan penjahat dalam dunia lapangan
hijau. Bagi rakyat korea selatan, Ahn adalah pahlawan yang berada dalam
generasi emas sepakbola negeri ginseng. Sedangkan bagi Italia, Ahn adalah
seorang penjahat yang merebut mimpi jutaan warga Negeri Pizza untuk melihat Gli
Azzuri membawa pulang trophy piala dunia.
Inilah ironi terbaik dalam periode sepakbola Italia saat itu. Ahn yang saat itu tengah merumput sebagai pekerja profesional di klub Perugia, hanya mencetak 5 gol selama dua musim merumput, mampu menjadi pembunuh berdarah dingin yang memberikan Italia tiket pulang kampung.
Bagai aktor antagonis yang
melakukan kejahatan Genosida, Ahn pun menjadi orang yang paling dibenci rakyat
Italia dan harus menerima nasib kehilangan pekerjaannya. Bahkan oleh bos klubnya,
Ia dicap sebagai perusak sepakbola Italia.
Dan tadi malam, seperti melihat
Dejavu, sosok pembunuh itu muncul dalam diri seorang Luis Suarez. Dengan dua
gol berkualitasnya, Ia membuat rekan-rekannya di klub tertunduk lesu. Dengan
dua gol efektifnya, Luis membungkan jutaan pendukung tim nasional inggris.
Benar-benar aktor antagonis sejati.
Sepasang gol sundulan manis hasil
umpan Edinson Cavani dan gol serangan balik cepat tak mampu dibendung Joe Hart.
Pernyataan Joe sehari sebelum pertandingan, yang mengatakan jika rekan-rekan
Suarez di Liverpool mampu membendungnya ternyata tak terbukti.
Lihat saja, bagaimana Luis mampu
membunuh emosinya diatas lapangan ketika berhadapan dengan Steven Gerrard,
Jordan Henderson, Glen Johnson, juga Raheem Sterling. Layaknya pembunuh, Ia
berdarah dingin ketika berjibaku dengan sahabatnya di Liverpool. Tanpa ragu
Luis membunuh harapan mereka dan jutaan pendukung Inggris untuk membawa pulang
trophy piala dunia.
Namun, Luis bukanlah Ahn. Luis
bukan seorang penyerang medioker yang digaji pas-pasan dengan rekor gol yang
minim. Ia juga bukan pemain yang dicintai oleh publik inggris dengan segala
kelakuannya. Ia hanyalah pemain yang pantas disejajarkan dengan “dewa” Anfield
dengan segala prestasinya yang membanggakan.
Luis tak perlu takut jika
kemudian dipecat Liverpool, mengingat Ia adalah pemain yang mati-matian
dipertahankan manajemen Klub musim lalu. Ia juga tak perlu takut jika sepanjang
musim dicemooh publik negeri singa, tentu ia sudah sering mengalami hal
tersebut dengan segala kelakuan dan perbuatan kejinya di depan gawang lawan.
Luis memang bukan pemain yang
bisa dikatakan normal. Ia memilih jalan yang berbahaya bagi seorang pemain yang
berkemampuan tinggi. Ia bukan Lioenel Messi yang kalem dan anteng, Luis dengan
gairahnya yang luar biasa berani melakukan segala cara demi kemenangan timnya.
Ghana pernah merasakan keberanian
Luis yang menggunakan tangannya untuk melakukan penyelamatan gemilang di depan
gawang Uruguay pada piala dunia 2010 lalu. Saat itu, Luis dikeluarkan dari
lapangan, dan memberikan Uruguay kesempatan untuk lolos ke semifinal. Seperti
mimpi yang menjadi kenyataan, Asamoah Gyan gagal mengeksekusi tendangan 12 pass
dan kemudian Uruguay secara dramatis lolos setelah memenangi adu pinalti.
Seperti drama yang sering tersaji
dalam sinetron-sinetron layar kaca, Luis hanyalah pemain dengan gairah tinggi
dan kemampuan luar biasa yang diperebutkan banyak klub. Rekor gol fantastis dan
kedewasaan yang ditunjukan musim ini dipertegas dengan penghargaan dari
asosiasi pesepakbola profesional sebagai pemain terbaik liga inggris.
Dan sekali lagi, gairah Luis mampu
membuatnya menjadi pembunuh berdarah dingin. Absen di laga pertama karena baru
fit dari cedera tak membuat Luis Suarez kehilangan aura pembunuh. Ia tetaplah
seorang pemain yang ditakuti, tukang teror ulung, dan pembunuh yang ulung. Maha
besar Luis Suarez dengan segala kelakuan dan kemampuannya.
0 komentar:
Posting Komentar