Saat kecil, mungkin kamu memiliki cita-cita mulia, kamu ingin menjadi petugas pemadam kebakaran. Ketika itu, kamu berpikir, pasti keren membawa mobil merah besar dengan sirine yang mengiung kencang, lalu datang menyelamatkan warga yang rumahnya kebakaran. Terlihat seperti pahlawan.
Tapi, mblo, tahukah kamu,
cita-cita mulia saat kecil itu masih terbawa dalam pola pikirmu saat ini.
Mungkin cita-citamu telah berubah, tapi pola pikir “terlihat keren seperti
pahlawan” itulah yang membuatmu masih menjomblo saat ini.
Tak percaya? Coba lihat kehidupanmu, mblo. Ketika kamu menyukai seorang perempuan, kamu selalu terobsesi untuk melakukan segalanya demi dia. Padahal, dia hanya menganggapmu sebagai seorang teman. Ya, teman.
Kamu selalu menghubungi dia
ketika senggang, berharap dia akan membalas meski kemudian itu jarang terjadi.
Kamu masih berpikir bahwa saat itu dia sibuk, sedang tak bisa diganggu, dan
kamu pantang menyerah. Seperti petugas Damkar yang pantang pulang bila api
belum padam.
Jiwa Damkar-mu itu, membuatmu cintamu buta.
Kamu gagal melihat, bahwa gebetanmu (kalau layak disebut begitu) hanya
menganggapmu sebagai teman. Segala bentuk perhatian padamu, atau lebih tepat
tanggapannya atasmu, hanyalah sebuah perasaan tak enak saja. Tak lebih.
Namun, jiwa pantang menyerahmu
itu menaikkan tingkat kegeeranmu hingga level dewa. Dengan kepercayaan diri
yang begitu tinggi, kau pongah dan langsung nembak si dia.
Sayang, cintamu bertepuk sebelah
tangan. Rasa tak enak hatinya padamu tidak berlanjut pada tahap tak enak hati menolakmu.
Dia hanya menganggapmu teman, dan hanya bisa begitu. Kamu pun patah hati.
Setelahnya, kamu masuk dalam fase
galau. Kamu pun menghujatnya hanya memberi harapan palsu. Sialnya, meski
cintamu bertepuk sebelah tangan, kamu masih saja mengharapkannya.
Tak lama kemudian, si dia
menghubungimu. Kamu yang tengah galau berat langsung maknyus, senang tingkat
dewa. Dalam pesannya, ia ingin meminta sesuatu darimu.
Dasar jiwa Damkar, seperti
mendapat kabar ada kebakaran, kamu langsung pergi menemuinya. Bila didramatisir
dalam film televisi, kamu mungkin terlihat seperti menaiki mobil Damkar yang
mengeluarkan sirine kencang dan menerobos kemacetan agar bisa segera
menyelesaikan panggilan tugas.
Dalam waktu singkat, kamu sampai
dilokasi janjianmu dengannya. Dengan penuh harapan, kamu mendatanginya dengan
wajah sumringah. Sedang dia, dengan sedikit basa-basi, mengutarakan maksud dan
tujuannya padamu. Dia mau minta pertolonganmu untuk membantu penyelesaian
skripsinya.
Dan kamu, dasarnya jiwa Damkar,
dengan senang hati mengulurkan bantuan kepadanya. Kamu pun kembali dekat
dengannya. Merasa punya nilai lebih karena sudah membantunya menyelesaikan
skripsi, kamu pun bertekad menyatakan perasaan lagi. Tapi nanti, setelah
skripsinya selesai, agar terkesan wah.
Namun, nasib memang belum
memihakmu. Sesaat sebelum skripsinya kelar, Ia mengajakmu makan siang, berdua.
Kamu pun suringah, kegeeranmu lagi-lagi ada di level dewa. Dia, gebetanmu pun
sumringah menemuimu. Dengan begitu gembiranya, ia mengungkapkan bahwa dia baru
saja jadian.
Sekali lagi dunia runtuh bagimu.
Sumringah tingkat dewamu langsung hilang, dan kamu pamit pulang. Bagusnya, kamu
pun belajar dari patah hati ini. Bahwa semangat pantang menyerah Damkar
memadamkan kebakaran kadang tidak berguna dalam meluluhkan hati wanita. Dan
yang terpernting, kamu harus ingat, Damkar hanya dipanggil saat dibutuhkan!
0 komentar:
Posting Komentar