Beberapa waktu lalu, saya sempat mendengar jika Toko Buku Kalam akan pensiun. Ya, toko buku yang pernah menjadi salah satu tempat penyebaran buku-buku yang dilarang pada akhir Orde Baru ini akan tutup usia. Tentu menyedihkan mendapat kabar seperti ini ketika dunia literasi Indonesia tengah berkembang.
Saya sendiri tidak tahu apa
alasan pasti Toko Buku ini tutup, tapi sekadar menerka, saya rasa toko ini
tutup karena mulai hilangnya pembaca yang berkunjung kesana. Sekadar info, dulu
toko buku ini ramai dikunjungi karena menjadi tempat ngumpulnya anggota
Komunitas Utan Kayu. Namun, sejak 2009 Komunitas Utan Kayu sudah pindah ke
Salihara.
Pada masanya, toko buku ini
menjadi semacam oase ditengah kehomogenan terbitan yang ada di Indonesia. Saat itu,
keberadaan buku alternatif masih sangat jarang, dan hanya beredar dibeberapa
tempat, salah satunya Toko Buku Kalam ini. Tetralogi Buru karya Pram yang saat
itu dilarang pun bisa ditemukan di tempat ini.
Saya sendiri, setelah mengadakan kegiatan
Festival Buku di kampus menjadi sedikit paham, bagaimana kehidupan industri
buku dari hulu ke hilir. Dan saya pun, dalam kegiatan itu, banyak bersentuhan
dengan penerbit-penerbit alternatif. Karenanya, saya cukup paham bagaimana
perjuangan penerbit dan toko buku alternatif dalam mempertahankan perjuangannya
menyebarkan wacana alternatif.
Saat awal-awal masuk kuliah, saya
sempat bersinggungan dengan sebuah toko buku alternatif di Ciputat, Gerak-Gerik
namanya. Kini, Gerak-Gerik sudah tutup. Saya kurang tahu apa alasannya, tapi
saya merindukan keberadaan toko buku seperti ini di Ciputat.
Pernah suatu ketika, saat mampir
di Gerak-Gerik, saya menemukan buku Merdeka 100% karya Tan Malaka. Harganya terjangkau,
Cuma 27 ribu Rupiah, itu pun diberikan diskon hingga harganya Cuma 20 ribu. Tapi
memang dasar mahasiswa proletar, sudah murah masih saja tidak mampu buku itu
saya beli. Akhirnya, dengan berbaik hati, Bang Tion memperbolehkan saya membawa
buku itu.
“Nanti kalau udah ada uang baru
bayar,” ujarnya.
Sejak saat itu, saya beberapa
kali mengambil buku disana dengan catatan dibayar ketika ada uang. Cukup banyak
buku yang pernah saya beli disana, mulai dari Tetralogi Buru, Arok Dedes, Gadis
Pantai, dan Panggil Aku Kartini Saja karya Pram hingga buku-buku wacana
alternatif lainnya.
Namun kini, semua hanya menjadi
romantisme. Gerak-Gerik sudah tiada, menyusul kemudian Toko Buku Kalam di Utan
Kayu. Siapa lantas menyusul? Pernah dalam obrolan santai di rumah seorang
editor Penerbit Marjin Kiri, pernah ia berucap, saat ini Marjin Kiri berada
dalam tataran Survive, bukan lagi pada keuntungan bisnis.
Lantas, kalau semua penerbit dan
toko buku alternatif mati, siapa yang mau menerbitkan buku-buku alternatif yang
perlu dibaca kaum muda Indonesia. Apakah nantinya buku-buku alternatif akan
menjadi begitu mahal karena kelangkaan penerbit dan toko buku alternatif? Seperti
yang kini terjadi pada Tetralogi Buru yang harganya melambung tinggi.
Tapi bagaimanapun, saya tetap
bersyukur masih ada anak muda di Indonesia yang mendedikasikan hidupnya untuk
buku. Seperti Irwan Bajang dan Muhidin M Dahlan misalnya. Meski hari ini toko
buku seperti Kalam dan Gerak-Gerik sudah tiada, tetapi kegigihan penerbit macam
Marjin Kiri, Ultimus Bandung, dan Resist Book untuk menyebarkan pemikiran
alternatif patut diapresiasi. Semoga
Tuhan tetap bersama kalian yang berjuang.
Saya juga baru tahu di kota Jogja ini ada toko buku Gunung Agung yg sudah tutup sejak lama dan berganti jadi dealer sepeda motor (sekarang itu dealer juga sudah tutup). Mungkin faktor lokasi juga berperan dalam surutnya denyut ekonomi tempat-tempat usaha tersebut. Saya pikir ke depannya, buku-buku digital (e-book) akan mendominasi karena ya ongkos cetaknya bisa ditekan. Untuk menerbitkan satu buku biasanya kan mesti dicetak dalam jumlah banyak, semisal 1.000 eksemplar. Itu perlu modal banyak dan beberapa penerbit kadang tidak mau terlalu bertaruh untuk buku-buku alternatif yang "kurang menjual".
BalasHapusmeski begitu, bagi beberapa penikmat buku seperti saya, buku dari kertas tetaplah primadona. karena permasalahan-permasalahan inilah, harusnya kita bisa mengapresiasi penerbit-penertbit macam itu
BalasHapusSedih banget satu-persatu toko buku alternatif tumbang..
BalasHapusiya, sekarang jadi agak sulit mencari buku bagus dan lengkap
BalasHapus