Apa Kabar, Cak? Tak terasa sudah 10 tahun kau pergi untuk selama-lamanya. Di udara, ya, seperti lagu buatan Efek Rumah Kaca, kau menghembuskan nafas terakhir di pesawat yang kau tumpangi untuk menuntut ilmu. Sayang sekali, impianmu harus terhenti di udara.
Apa kabar, Cak? Aku tahu pasti bahwa jasadmu telah dimakan cacing. Lagipula, kematianmu sudah 10 tahun, tentunya jasadmu telah membusuk bahkan tinggal menyisakan tulang-belulang. Tapi tahukah kau, Cak? Semangatmu belum padam hingga hari ini. Masih banyak orang yang menyebutkan namamu, bahkan pada poster bergambar wajahmu dituliskan kalimat “Tidak Mati, Kami Berlipat Ganda”.
Cak, mungkin kita belum pernah bertemu. Tapi percayalah, kisahmu sudah kubaca dan kudengar sedari aku SMA. Dan tahukah kau, Cak, aku merasa begitu dekat denganmu, meski hanya melalui literatur yang kubaca dan cerita orang-orang yang mengenalmu. Tidak hanya itu, Cak, semangatmu pun turut tersebar melalui kisahmu.
Aku tahu, Cak, kau tak butuh pengkultusan. Meski berbagai kisah heroikmu banyak mengispirasi, tapi kau tak ingin menjadi pahlawan. Cak, perjuanganmu memang heroik, tapi yang lebih penting bagimu, memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas jauh lebih penting.
Cak, mungkin disana, kau berharap kami melanjutkan perjuanganmu. Tentu kami akan berupaya mewujudkan harapanmu. Tapi, Cak, tak mungkin kami diam saja melihat pembunuhmu masih berkeliaran di negara yang kau cintai ini.
Cak, 10 tahun memang bukanlah waktu yang singkat. Tadi pun sudah kutuliskan, jasadmu pun telah hancur. Tapi kau harus tahu, Cak, 10 tahun pula perjuangan rekan-rekan yang mencintaimu, berupaya mengusut tuntas kasus kematianmu.
Bagi kami, keadilan tak boleh pandang bulu. Keadilan haruslah didapatkan ibu-ibu yang rumahnya digusur, petani yang sawahnya diambil paksa, para buruh yang diputus kontrak tanpa dapat apa-apa, anak-anak yang tak bisa bersekolah, juga kau yang memperjuangkan keadilan untuk mereka.
Tahukah kau, Cak? SBY, Presiden yang berjanji akan menuntaskan kasus kematianmu, akan segera lengser. Ia akan digantikan oleh seorang desa yang mengalahkan jendral didikan orde baru. Setelah kemenangannya, ia sempat berujar akan membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, sesuatu yang telah lama kau harapkan.
Meski begitu, Cak, kami tahu, masih ada aktor pembunuhmu yang berlindung di lingkaran kekuasaannya. Bukan hanya pembunuhmu, masih ada para penjahat HAM yang berada disana. Walau dulu kami adalah bagian dari masyarakat yang mendukungnya, yakinlah, Cak, kami tidak akan menjadi fanatik terhadapnya dan tetap mengawasi kerja.
Tentu tak lupa, kami akan menyeret pembunuhmu ke pengadilan, Cak. Berisitirahatlah dengan tenang.
0 komentar:
Posting Komentar