Puluhan mahasiswa terlihat
menunaikan ibadah aksi, mereka menolak rencana Presiden Joko Widodo yang
berencana mengurangi subsidi BBM. Aksi dilakukan di depan kampus UIN Jakarta,
dengan harapan para wartawan mendokumentasikan ibadah itu untuk disajikan pada
khalayak bersama ibadah serupa yang dilaksanakan oleh mahasiswa se-nusantara.
Sementara itu, di dalam kampus
tengah dilaksanakan operasi senyap. Anggota lembaga eksekutif mahasiswa beserta
para senator yang juga mahasiswa, tengah mempersiapkan hajat besar demokrasi
kampus. Namun sekali lagi, persiapan dilangsungkan dengan senyap, tanpa banyak
diketahui aktivis kampus apalagi mahasiswa biasa.
***
Sedari dulu, peran mahasiswa
dalam sejarah pergerakan bangsa sangatlah besar. Perubahan-perubahan terjadi di
tangan mereka (perihal ini tak perlu banyak dibahas, cukup dilihat di
internet). Hingga sekarang, beban sejarah tetap memaksa mahasiswa untuk
bergerak, melakukan perjuangan-perjuangan nan heroik untuk menyelamatkan
bangsa.
Itulah yang terus dilakukan
aktivis-aktivis mahasiswa di UIN (selanjutnya disebut mereka). Mereka tetap
lantang berteriak di jalanan, menuntut kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Dalam setiap orasinya, dengan tegas mereka menilai pemerintah selalu saja
merenggut hak-hak masyarakat. Dan dalam perjuangan yang berat, mereka selalu
melawan pemerintah yang tiran.
Dalam hal ini, tidaklah salah
jika mereka melakukan perjuangan-perjuangan untuk rakyat Indonesia. Karena,
dalam setiap ospek yang dijalani mahasiswa, selalu didengungkan bahwa mahasiswa
adalah agen perubahan, karena itu mahasiswa dituntut perlu untuk ikut dalam
perjuangan perbaikan nasib bangsa. Namun, ada hal yang terlupakan, mengingat
perjuangan yang mereka lakukan, apa yang sudah dilakukan untuk dirinya?
Hal ini sebaiknya menjadi perkara
serius untuk diperbincangkan. Karena, berbincang soal pergerakan, harusnya tak
lepas dari persoalan sektoral. Karena persoalan sektoral lah, mereka yang
kebutuhannya tak terpenuhi akhirnya bergerak.
Perjuangan yang dilakukan gerakan
buruh tentunya takkan jauh-jauh dari kebutuhan sektoralnya, yakni upah layak.
Dan isu inilah yang kemudian selalu menjadi alat pemersatu gerakan buruh. Meski
begitu, bukan tidak boleh buruh bergerak karena isu BBM, hanya saja perkara
sektoral mereka tak pernah lupa untuk diperjuangkan.
Inilah yang kemudian tidak
berjalan di kampus UIN Jakarta. Gerakan yang dilakukan aktivis mahasiswa dalam
setahun terakhir tidak banyak memberikan porsi berlebih pada perjuangan akan
kebutuhannya sebagai mahasiswa. Terkait carut-marut lembaga kemahasiswaan,
semua terhenti sejak rektorat secara sepihak memberlakukan sistem senat.
Terkait fasilitas, kualitas dosen, dan administrasi kampus terselesaikan asal
nilai yang diberikan dosen tidaklah jelek.
Padahal, permasalahan-permasalahan
terkait kebutuhan mahasiswa di kampus belum juga terselesaikan. Masih ada
dosen-dosen yang jarang hadir di kelas, toilet yang kurang layak pakai, kelas
yang proyektornya rusak, dan sebagainya.
Belum lagi soal lembaga internal
kampus. Persoalan dana kemahasiswaan yang entah berapa jumlahnya dan entah
dipakai untuk apa dan siapa saja dan berapa sisanya sudah jarang
dipermasalahkan. Padahal, saat masih dalam koridor Student Government, mahasiswa
sendiri yang berembug, membagi dana untuk siapa saja, dan nantinya
pertanggungjawabannya dibahas lagi dalam rembugan.
***
Detik demi detik terus berjalan,
pemilu raya semakin dekat. Semua masih diam, melakukan operasi senyap. Dengan
persiapan serba senyap, pemira yang demokratis pun semakin utopis. Dan
kawan-kawan yang melakukan ibadah aksi, telah kembali masuk ke dalam kampus.
Entah apa bisa kawan-kawan yang
baru kembali ini mendengar adanya operasi senyap pemira. Dan entah, apakah persoalan
demokrasi di kampus adalah urusan sektoral mereka juga, atau hanya milik
anggota eksekutif mahasiswa dan para senator yang juga mahasiswa.
0 komentar:
Posting Komentar