Seminggu setelah
diumumkan, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah sampailah pada saat
yang terburuk. Dampak negatif dari kebijakan Presiden baru, Ir. Joko Widodo
telah dirasakan hingga ke pelosok dimensi. Kebijakan ini, ibarat luka lama
bersemi kembali, memunculkan kembali dosa pemerintah yang mengakibatkan
dampak sistemik, terstruktur, dan massif
bagi rakyat Indonesia.
Berikut 4 dampak
terburuk dari kenaikan
Sambel Warteg Kini Tak Lagi Merah
Sambel Warteg Kini Tak Lagi Merah
Kabar buruk
kedua didapat dari warteg. Kenaikan harga sembako, khususnya cabai yang begitu
melejit, membuat mbak-mbak warteg frustasi memuaskan pelanggan. Mereka bimbang
untuk menaikan harga makanan karena akan membuat pelanggannya menderita. Tapi
jika tidak, mereka bakal tekor.
Dan yang
terburuk dari itu, kini sambel di warteg tidak lagi memakai cabai merah, tapi
cabai hijau. Bayangkan, biasanya mahasiswa miskin kayak saya ini, yang kalau
makan cuma pakai tahu-tempe bisa merasakan lezatnya makan dengan sambel cabai
merah khas mbak-mbak warteg, kini… ah
Membuat Aparat Kepolisian Jadi Gampang Marah
Membuat Aparat Kepolisian Jadi Gampang Marah
Ini penting.
Karena, tugas polisi sebagaimana slogannya adalah melindungi dan melayani. Tapi
lihat, berapa banyak berita yang menggambarkan keberingasan polisi belakangan
ini. Sedikit-sedikit, polisi emosi ketika mahasiswa melakukan demonstrasi.
Sedikit-sedikit polisi emosi mendengar orasi mereka. Sedikit-sedikit polisi
emosi memukuli wartawan. Sedikit-sedikit lama-lama peluru
Menciptakan Konflik Horizontal Pada Masyarakat
Menciptakan Konflik Horizontal Pada Masyarakat
Kenaikan harga
BBM memang selalu menimbulkan pro-kontra. Tapi, kali ini konflik yang
diciptakannya bisa dibilang paling parah. Yang mendukung, menghujat jika
kenaikan BBM perlu dilakukan biar masyarakat tidak malas dan manja.
Tak puas sampai
disana, mereka merasa perlu membawa hal-hal yang sebenarnya tidak relevan masuk
ke perdebatan. Mereka mengecam, “naek dua rebu aja protes, rokok yang 16 rebu
aja bisa beli”. Untungnya, mereka tidak mengeluarkan kalimat tolol macam “naek
dua rebu protes, paket internet yang cepek
ceng aja bisa lu beli”. Bisa dibayangkan jika kalimat ini keluar, bisa
buyar dunia persosmedan.
Bagi yang
menolak, kemudian mengecam balik dengan kalimat progresif macam “kenaikan BBM
ini akan membuat rakyat semakin menderita dan miskin” atau “menaikan upah buruh
20% aja alotnya minta ampun, giliran naikin bbm gerak cepat” . ya, minimal yang
nolak bakal bilang “situ punya duit lebih, tapi masih pake premium, bikin
subsidi bengak aje”. Sedangkan, mereka yang benar-benar tidak mampu hanya bisa
menangis dan memohon pada
Membuat Masyarakat Gagal Move On dari Perkara Copras-Capres
Membuat Masyarakat Gagal Move On dari Perkara Copras-Capres
Inilah dampak
yang terburuk. Membuat masyarakat, yang mulai bosan dan ingin move on dari
perkara copras-capres, jadi terbawa suasana dan meributkan kembali perkara masa
lalu. Yang pendukung wowo bilang “nah, gua bilang apa, ketahuan kan capres lu
itu komprador, antek asing, makan tuh BBM naek”.
Sedangkan, yang
dukung Jokowi melakukan pledoi dengan “emang kalo prabowo yang jadi presiden,
bbm nggak bakal naek?”. Dan begitu terus berulang-ulang sampai dunia kiamat.
Seharusnya,
Presiden bisa membaca dampak-dampak ini sebelum memutuskan kenaikan harga BBM.
Karena, dampak-dampak ini bisa membuat para pendukung khilafah melakukan kudeta
yang dapat membuat republik ini bubar. Allahuakbar!
Dan seharusnya,
tak perlu terjadi perdebatan antara dua aktivis sosmed, Arman Dhani dan Agus
Mulyadi yang dapat menjadi contoh bagi masyarakat untuk terus berdebat dan
berkelahi. Karena, sebagaimana diketahui, keduanya adalah sahabat sejati.
Senasib dan sepenanggungan. Semoga saja, kedepannya pemerintah dapat membaca
aspek ini sebelum membuat kebijakan yang merugikan. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar