Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang gampang heboh. Sedikit kejadian bisa jadi pembahasan
berminggu-minggu dan mampu mempengaruhi psikologi masyarakat.Itu pula yang
terjadi pada kasus Air Asia QZ8501. Kecelakaan yang menimpa pesawat itu begitu
mempengaruhi tingkah polah masyarakat.
Seperti biasa, setelah terjadi
peristiwa nggak ngenakin, pejabat pemerintahan baru melakukan sidak, baru
sok-sok peduli sampai pake adegan marah-marah. Seakan dapet momentum buat
narsis, acara sidak yang sebenarnya nggak diliput wartawan sampai dibroadcast
via BBM. Pokoknya biar banggain kayak Fahri Hamzah yang jadi pejabat paling
sering diliput media onlen. Kan ngeselin.
Oke-oke, sindrom narsis pejabat kita memang nggak tahu tempat. Di saat orang-orang berduka, pejabat kita malah sibuk tampil di depan publik biar kelihatan kerja.
Mestinya, pejabat kita perlu
belajar sama Bu Risma, Walikota Surabaya yang ngegusur Gang Doly. Kalau mau
keliatan kerja, ya beneran kerja kaya doi. Dari awal kejadian sampe sekarang,
selalu siaga menjamin hak-hak warganya yang jadi korban. Kalau nggak kuat kayak
bu Risma, ya minimal kasih penjelasan yang bisa menjaga stabilitas penerbangan
nasionallah.
Begini, masyarakat kita terlalu
mudah dipengaruhi. Saban hari sejak kecelakaan, masyarakat dikasih berita soal
mengerikannya langit Indonesia. Dikit-dikit awan cumolonimbus, dikit-dikit
ngebahas jeleknya pengawasan soal aturan penerbangan, begitu terus teror dunia
penerbangan kita.
Akibatnya, jadi banyak orang yang
takut naik pesawat. Mantan aktivis yang nggak kenal takut sekelas kepala suku
Mojok aja jadi takut naik pesawat. Padahal, mobilitas menjadi kunci bagi
masyarakat di era modern ini. Walhasil, omset kereta api yang subsidinya udah
dihapus jadi naik. Makasih pak Jonan.
Saya sebenarnya juga takut naik
pesawat. Bukan apa-apa, saya takut ketinggian. Meski sudah beberapa kali
terbang, tetap saja perasaan takut selalu ada.
Apalagi setelah kejadian AirAisa. Tapi, karena dikerjain ketua komunitas
kretek terpaksa saya harus naik pesawat. Begini ceritanya.
Sekitar seminggu lalu, saya
meminta izin telat ke Jogja untuk menyelesaikan proses peremajaan website
komunitaskretek.or.id. Saya bilang, saya akan naik kereta. Alasannya agar hemat
ongkos. Namun, ditengah ketakutan masyarakat naik pesawat, saya dipaksa ketua
untuk naik pesawat. Air Asia pula.
Dengan dalih kemanusiaan, pak
ketua bilang “Kalau semua orang takut naik Air Asia, bisa bangkrut maskapai
itu. Sekarang aja sahamnya sudah jatuh. Kasihan pegawainya kalau perusahaan
bangkrut, mau makan apa anak istri mereka?”
Dasar pengagum Pram, kemanusiaan
saya pun terusik. Akhirnya saya pun dengan gagah berani menaiki pesawat itu.
Tapi dasarnya penakut, begitu duduk nyali saya menciut. Ini memang jadi tabiat
saya.
Berani diawal, begitu ketemu
ceweknya langsung modyar. Apalagi, ditengah perjalanan pesawat mengalami
turbulensi akibat cuaca kurang baik. Walhasil, saya jadi orang yang ingat dosa,
ingat utang, dan ingat mantan. Sepanjang turbulensi, mulut saya komat-kamit,
berharap selamat sampai tujuan.
Alhamdulillah, pesawat mendarat
dengan selamat. Tak terjadi insiden apa-apa selain saya hampir ngompol karena
nahan pipis. Toh pesawat yang digunakan maskapai saat ini sudah semakin modern.
Pilot-pilotnya pun punya jam terbang tinggi. Ketakutan masyarakat hanya akibat
konstruksi media.
Sesampainya di Sekret, pak ketua
bilang salut sama saya. “Nah gitu, Dit. Ini soal empati, kalau bukan kamu siapa
lagi yang naik AirAsia. Lah wong aku aja sekarang nggak berani naik pesawat,
mending naik kereta, lebih aman,” ujar pak ketua dengan santai.
Saya pun hanya terdiam sambil
zikir dalam hati. Asu-asu-asu-asu sampai 33 kali.
tulisan yang kata mas puthut ea nggak bisa dinilai ini memang nggak ada yg komentar ... serem yah, sampe2 justru jadi menang di lomba mojok award ...
BalasHapusselamat yaaa :D ... mungkin menang gara2 naik pesawat air asia
rezeki anak soleh :)
BalasHapus