Di Indonesia, perbedaan adalah hal yang lumrah. Biasa.
Sebagai sebuah bangsa yang hidup dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika,
berbeda-beda tapi tetap satu, toleransi amat diperlukan masyarakat yang hidup
dalam keberagaman. Keberagaman suku, agama, bahasa, dan masih banyak lainnya.
Semua tetap harmoni dalam tenggang rasa yang dijunjung tinggi.
Selama ini, permasalahan antara perokok dan bukan perokok
berpaku pada ketidaksukaan orang-orang yang tidak merokok terhadap asap rokok.
Namun, bukan sikap tenggang rasa yang dijunjung, mereka yang tidak merokok
malah membenci dan menghakimi rokok. Akibatnya dibuat peraturan-peraturan yang
mengekang hak perokok, bukan peraturan yang menengahi.
Dalam RUU Pertembakauan persoalan ini juga dibahas. Dengan
semangat keberagamaan dan tenggang rasa yang dijunjung tinggi, RUU
pertembakauan menetapkan batas yang jelas bagi perokok dan bukan perokok.
Mereka diminta berbagi ruang. Ada ruang tanpa asap rokok, ada pula ruangan bagi
para perokok. Semua diatur agar tercipta harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Regulasi ini memandang hak setiap warga negara perlu
diakomodasi. Hak mereka yang tidak merokok untuk menghirup udara segar dijamin.
Begitu juga untuk mereka yang merokok, hak mereka sebagai konsumen dijamin, hak
untuk memenuhi kebutuhan merokok. Kedua hak ini dijamin melalui pembagian ruang
yang adil.
Ruang bagi perokok memang dibatasi, agar perokok tidak
mengganggu hak bukan perokok. Begitu pula sebaliknya, hak para perokok dijamin
melalui ruang-ruang yang disediakan sebagai area merokok. Tidak terjadi
pelarangan, tidak ada pemaksaan. Semua dilakukan agar tercipta harmoni dalam
bermasyarakat.
Selama ini, regulasi yang dibuat pemerintah memang condong
memberangus hak perokok untuk melakukan aktifitas mengonsumsi barang legal.
Bahkan regulasi yang ada cenderung memakzulkan perokok sebagai mahluk yang
harus dibenci. Tentu regulasi yang tak sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal
Ika.
Apalagi ketika regulasi yang ada justru mengadopsi
nilai-nilai yang ada dalam Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).
Sebagai sebuah traktat internasional, FCTC tentu tidak memandang nilai-nilai
yang dijunjung di Indonesia. FCTC hanya memandang dunia secara datar, tanpa
memahami keberagaman masyarakat Indonesia.
Karena itulah, RUU Pertembakauan, sebagai RUU yang diajukan
anak bangsa pastinya mengadopsi nilai-nilai ke-Indonesiaan yang tertuang dalam
Bhineka Tunggal Ika. Tanpa bermaksud merampas hak orang lain, RUU ini justru
membagi ruang agar kedua pihak tetap mendapatkan haknya, dan tentu, RUU ini
mencoba menciptakan harmoni agar kehidupan berbangsa dan bernegara dalam hal
rokok tidak semumet urusan KPK dan Polri.
0 komentar:
Posting Komentar