“Tak ada yang lebih bermartabat dari pemuda kecuali dua hal, berani bekerja melawan penindasan dan berlatih untuk melawan kemapanan.”
Sudah sejak lama para golongan terpelajar menjadi poros
perjuangan bangsa ini. Perjuangan demi memajukan bangsa yang pada awalnya
diliputi banyak ketertinggalan. Perjuangan yang seluruh kegiatannya tulus
dilakukan demi memajukan bangsa. Dan
golongan terpelajar bangsa inilah yang bergerak sebagai mortir guna memacu
semangat untuk memajukan bangsa ini. Namun sayang, dewasa kini, golongan
terpelajar telah kelunturan budaya yang menjatuhkan dirinya sendiri.
Bila melihat sejarah yang ada dibuku-buku sekolah, tertulis
bahwa perjuangan pergerakan nasional, kemerdekaan, revolusi kemerdekaan,
semuanya dipimpin oleh golongan terpelajar bumiputera. Soekarno, Hatta, Tan
Malaka, Syahrir, dan kawan-kawan mampu menjadi tokoh-tokoh yang menggerakkan
momen-momen diatas.
Melangkah sedikit ke tahun 65an, soe hok gie dan kawan-kawan
dari kami mampu menumbangkan rezim yang dianggap gagal dalam membangun bangsa
terlebih lagi terjadinya kudeta G30S. Begitu
pula pada Reformasi 98, golongan terpelajar mampu menjaga keidealisannya
dan terus memperjuangkan apa yang menjadi hak bangsa dan rakyat Indonesia.
Namun kini, justru disaat rezim-rezim yang dianggap otoriter
telah tumbang, disaat terbukanya keran-keran demokrasi dan informasi, mahasiswa
sebagai golongan terpelajar gagal mempertahankan kultur idealisme yang hampir
selama 100 tahun dapat dijaga.
Kini mahasiswa terjebak dalam perpolitikan dan intelektual
yang praktis. Semua serba praktis. Dengan segala teknologi dan kebebasan
berpendapat, mahasiswa yang memang selama ini menjadi motor dalam mengkirtik
kebijakan yang tidak berpihak pada kerakyatan, namun kini hanya menjadi
penghibur ditengah jutaan kritik dari media dan politisi partai.
Selain itu, kemunduran kedaulatan mahasiswa juga didukung
oleh kemapanan yang diberikan pada dan dinikmati oleh mahasiswa. Mahasiswa
dimapankan oleh keadaan yang semakin canggih, cepat, dan serba praktis.
Sekarang mahasiswa hanya disibukkan oleh SKS-SKS yang harus dikejar guna
mencapai target kelulusan yang dipatokkan oleh pemerintah. Mahasiswa telah kehilangan
identitasnya sebagai MAHAsiswa.
Ketika golongan terpelajar menjadi pegawai negeri ataupun
birokrat, mereka telah kehilangan statusnya sebagai kaum terpelajar. Mereka
telah merubah statusnya menjadi budak dari politik dan budak dari birokrat yang
berafiliasi pada uang dan keuntungan. Oleh karena uang pula, para mahasiswa
mengejar target lulus cepat dan bekerja pada instansi kapitalis birokrat, dan
karena itulah mahasiswa mengalami masa yang sulit dalam perjuangan kebangsaan.
Melihat kondisi kemunduran mahasiswa, maka pantaslah bila
kondisi Negara ini juga semakin mundur. Kondisi pembodohan terhadap mahasiswa
adalah pembodohan terhadap Negara. Kemapanan dalam kehidupan mahasiswa adalah
penumpulan daya kritis dan skeptis mahasiswa. Penumpulan daya pikir
mahasiswalah yang membuat Negara ini semakin masuk kedalam jurang kehancuran.
Oleh karena itu, sebagai mahasiswa sebagai pemuda, sebagai
penerus tongkat estafet dari masa ke masa golongan terpelajar, kita harus
berani melawan kemapanan. Kita harus berani berteriak dan berkata tidak pada
pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Memang bila kita kembali memikirkan
arti martabat pemuda, tak salah jika kita menilik arti martabat pemuda versi
Che Guevarra. “Tak ada yang lebih
bermartabat dari pemuda kecuali dua hal, berani bekerja melawan penindasan dan
berlatih untuk melawan kemapanan.”
mantttaaapppp !!!
BalasHapusterima kasih
BalasHapussalam