Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang menguatkan beberapa pandangan bahwa hari jadi B.O tidak pantas untuk dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional. Selain itu, cukup banyak pihak yang beranggapan bahwa Sarekat Islam lebih dahulu keberadaanya dan lebih layak dinobatkan sebagai pelopor kebangkitan nasional.
Memang banyak situs sejarah yang mengungkapkan bahwa S.I berdiri pada tahun 1905 dibawah kendali Haji Samanhoedi yang pada awalnya dinamakan Sarekat Dagang Islam. Namun juga patut diketahui, bahwa oleh beberapa ahli, yang juga turut memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, seperti M. Hatta menuliskan sebuah artikel yang isinya menyatakan bahwa S.I didirikan oleh seorang Raden Mas asal blora, yaitu R.M. Tirto Adhi Soerjo.
Selain Hatta, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo juga menerangkan bahwa R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah pendiri S.D.I dan pendiriannya kurang kebih sama dengan Revolusi Cina. Juga Mas Marco Kartodikromo yang menegaskan saat H. Samanhoedi membuat perhimpunan di solo, ia meminta bantuan R.M. Tirto Adhi Soerjo untuk mengurus perhimpunan itu.
Namun, keberadaan seorang Dr. D.A. Rinkes, yang juga merupakan Penasihat Urusan Pribumi Hindia Belanda, mampu menenggelamkan nama seorang Tirto Adhi Soerjo dikancah pergerakan nasional di Hindia. Selain mampu mematikan pergerakannya dengan cara membuang Tirto Adhi Soerjo ke Maluku, Rinkes juga mampu memanipulasi data-data yang membuat nama Tirto Adhi Soerjo hilang dari peta pergerakan nasional Indonesia.
Mungkin terlalu banyak hal yang masih harus dijabarkan bila kita berbicara tentang Tirto Adhi Soerjo dan kebangkitan nasional di Indonesia. Namun bila kini kita berbicara peringatan hari kebangkitan nasional, jangan jadikan hal tersebut hanya sekedar peringatan rutin yang kehilangan maknanya. Jadikan hari kebangkitan nasional ini ajang untuk kembali membangkitkan bangsa yang tengah tertidur dalam perjalanannya, sama seperti perjuangan Tirto Adhi Soerjo dan tokoh-tokoh lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar