Akhirnya Undang-undang Pengadaan Lahan telah disahkan. UU
yang dibuat untuk mempermudah proses pembangunan nasional ini berdampak
sistemik bagi masyarat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat harus menerima
penggusuran apabila pemerintah membutuhkan tanah untuk pembangunan.
Pembuatan UU ini memang diperuntukan untuk sebuah masterplan
pembangunan Indonesia yang kerap terkendala malasalah ketersediaan lahan.
Namun, bagi masyarakat, UU tersebut sama saja sebuah peraturan yang dapat
membunuh mata pencaharian juga kenangan yang dimiliki masyarakat terhadap
keberadaan tempat tinggalnya.
Bagi masyarakat, permasalahan yang kerap terjadi dalam
pembebasan lahan adalah urusan harga. Pemerintah maupun swasta yang ingin
melakukan pembebasan lahan terkadang tidak berpikir secara rasional dalam
menentukan harga tanah yang menjadi milik masyarakat. Belum lagi, terkadang
lahan yang dibebaskan berada di tempat strategi yang tentunya memiliki harga
yang lebih mahal dibanding tanah di tempat terpencil.
Masalah tersebut kerap memaksa masyarakat tidak mau melepas
tanahnya. Selain karena harga tak cocok, pengembang yang ingin membebaskan
lahan juga kerap melakukan cara-cara licik guna membuat sang pemilik melepas
tanahnya. Hal tersebut jelas membuat sebagian masyarakat resah, karena tekanan
yang dilakukan terhadap mereka juga kerap berdampak dalam urusan ekonomi
mereka.
Hal tersebut juga dialami Bambang Hartadi, warga kota Depok.
Menurutnya, pihak pengembang yang ingin membebaskan lahan yang dimilikinya
kerap melakukan tekanan yang membuat penghuni kamar Kos yang ia sewakan tidak
betah dan memilih untuk pindah. Jelas saja itu merupakan sebuah tindakan yang
amat merugikannya secara ekonomi.
Belum lagi keuntungan yang diraih pengembang lewat UU
tersebut. Kini, mereka dilegalkan untuk melakukan pembebasan lahan dengan
senjata UU tersebut agar dapat membungkam masyarakat yang ingin melawan.
Akhirnya rakyat kembali dirugikan akibat senjata baru bagi para pengembang.
Keuntungan tersebut akhirnya dilarikan dalam kegiatan bisnis
besar ketimbang memihak rakyat kecil. Bisnis dengan alibi masterplan
pembangunan nasional yang akhirnya membuat gedung-gedung mewah dengan fasilitas
eksklusif yang hanya dapat dinikmati segolongan pihak saja. Pembangunan
nasional hanya menjadi alat untuk pembangunan bisnis kapitalisasi ekonomi yang
membuat beberapa pihak meraup keuntungan dari kesengsaraan masyarakat yang
kehilangan tanahnya.
0 komentar:
Posting Komentar