17 Desember 1942 menjadi sebuah hari yang sebenarnya biasa saja bagi bangsa ini. Namun,
pada tanggal ini, lahirlah seorang bayi yang kelak menggemparkan Indonesia
lewat keberaniannya menentang tirani kekuasaan. Pemuda yang menjadi otak dari
serangkaian aksi di tahun 60an. Soe Hok Gie, pemuda tersebut kini telah menjadi
salah satu legenda dari gerakan mahasiswa.
Tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya, Gie mendapat karunia yang selama ini ia impikan, yakni
mati muda. Ya, ia meninggal di usia 26 saat tengah mendaki
di Gunung Semeru. Ia meninggal akibat menghirup gas belerang di kawah gunung
tersebut.
Gie adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia
yang juga merupakan anggota Mapalanya. Ia adalah salah satu aktivis mahasiswa
yang memberikan ide-idenya melalui tulisan-tulisan di beberapa Koran nasional.
Ia juga menjadi salah satu aktor yang membuat mobilisasi mahasiswa begitu
dahsyat pada tahun 66.
Dengan segala kegelisahannya, ia turun ke jalan, melakukan
mobilisasi dengan kawan-kawannya sesama mahasiswa, menulis artikel berisi
kritik di media nasional, demi satu tujuan, jatuhnya rezim tirani dan
terciptanya kesejahteraan sosial.
Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.
Kata-kata tersebut merupakan salah satu tulisan dari buku hariannya yang
kemudian diterbitkan dalan sebuah buku, Catatan Seorang Demonstran (CSD).
Kalimat tersebut juga menggambarkan keeguhan seorang Gie yang tetap berdiri
tegak melawan penindasan rezim baru, dikala kawan-kawan rekan seperjuangannya
justru telah nikmat dengan kemapanan mereka sebagai anggota dewan.
Kematian Gie merupakan salah satu bentuk dari kehilangan
nasional. Dikisahkan dari pengantar CSD, Arif Budiman, kakak Gie menceritakan
seorang penjual peti mati pun berduka mendengar kepergian Gie. “Dia orang yang
berani. Sayang Ia meninggal,” ungkap penjual peti tersebut sambil menangis.
Kepergian Gie memang meninggalkan banyak kenangan. Baik bagi
yang pernah mengnalnya secara langsung, atau melalui karya-karyanya.
Keberaniannya menjadi sebuah mortar bagi gerakan mahasiswa. Kecerdasannya mampu
menjadikannya sebagai otak dibalik mobilisasi massa. Dan keteguhannya
menjadikannya diasingkan.
Itulah Gie, sosok mahasiswa idealis yang jarang terlihat di
jaman setelahnya. Meski tak jarang mahasiswa yang memiliki keberanian yang
sama, namun tak ada yang mampu menandingi keteguhannya dalam berjuang. Karena,
tak jarang para aktivis yang lantang menentang rezim justru terlibat dalam
pembentukan rezim baru yang memberi mereka kemapanan.
Lo susun sendiri kata2 nya Bro?keren,, keep blogging Bro. . :)
BalasHapusya masbro...
BalasHapusthx
terus berkarya
yoo sami2 masBro,,
BalasHapusBagus dit.. (Y)
BalasHapuskalo bikin tulisan lagi share ke gue, gue mau baca. oke
ok yogi
BalasHapussiap saya share kembali