Pada tahun ini, reformasi telah berjalan selama 15 tahun. Dalam rangka memperingatinya, banyak pihak melakukan seremoni-seremoni guna mengingat salah satu peristiwa paling bersejarah bagi perjalanan bangsa. Mahasiswa Trisakti misalnya, mereka kembali turun ke jalan guna mengingatkan masyarakat akan kisruh dan tragedi yang terjadi saat itu. Begitu pula Fadli Zon yang menerbitkan ulang buku “Politik Huru-Hara Mei 1998” di peringatan 15 tahun reformasi.
Dalam bukunya, Fadli Zon mencoba menarasikan kejadian-kejadian yang terjadi 15 tahun lalu. Dimulai dengan krisis skonomi Thailand, lembaga moneter internasional (IMF) mencoba masuk dan menggoyang politik Indonesia. Dengan dalih menyembuhkan perekonomian nasional yang terkena dampak krisi Thailand, IMF memberi “obat” yang tidak sesuai dengan penyakit kronis ekonomi nasional.
Dengan “obat” tesebut, IMF justru menggembosi kekuatan ekonomi serta politik Indonesia sehingga menciptakan krisis yang dahsyat dan memberi dampak yang sangat besar bagi stabilitas Negara. Saran-saran IMF yang dilakukan pemerintahan Soeharto, seperti liberalisasi perdagangan, privatisasi aset, serta mencabut subsidi BBM justru menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan perekonomian Indonesia.
Namun, senjata mematikan IMF adalah penutupn 16 bank swasta tanpa mempersiapkan dampaknya terlebih dahulu. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap sector perbankan jatuh dan masyarakat memilih untuk menarik uangnya dari perputaran ekonomi nasional. Dampaknya, harga rupiah jatuh, inflasi yang melonjk sangat tajam, dan kemiskinan merajalela.
Akibat kekauacan ekonomi inilah, ketidakpercayaan golongan masyarakat, khususnya mahasiswa terhadap pemerintahan Soeharto semakin jatuh. Gerakan massa yang digalang mahasiswa sejak paruh kedua 1990 semakin menjamur dan memanas. Aksi mahasiswa semakin menjadi dan menemukan momentumnya setelah gugurnya 4 mahasiswa Trisakti akinat penembakan oleh aparat ketika melakukan aksi di Grogol.
Momentum inilah yang membawa perubahan besar bagi Republik. Tumbangnya 4 mahasiswa Trisakti membuat suasana pans menular ke seluruh penjuru Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Gerakan massa semakin massif dan kerusuhan terjadi. Kerusuhan yang terjadi pada tanggal 13, 14, dan 15 Mei hampir membuat Jakarta lumpuh, baik secara ekonomi, sosial, maupun politiknya.
Setelah kerusuhan tadi, kekisruhan politik juga semakin menjadi. Orang-orang yang tadinya berada di barisan pendukung Soeharto banyak menarik diri. Beberapa menteri di cabinet mundur. Orang-orang yang harusnya bertanggungjawab atas Tragedi Mei 1998 pun menolak dipersalahkan.
Jendral Wiranto misalnya, sebagai Panglima angkatan bersenjata ia menolak dipersalahkan atas tragedi Trisakti. Ia malah mempersalahkan mahasiswa dengan menuding mereka melakukan aksi di luar kampus hingga kemudian aksi berakhir anarkis. Dalam buku ini pun, Fadli Zon menuding terjadi pembiaran atas terjadinya kerusuhan oleh pihak tertentu yang menginginkan Soeharto lengser dari kekuasaannya.
Meski buku ini merupakan cetak ulang yang kesebelas, namun buku ini masih mampu menyegarkan kembali ingatan kita akan tragedi Mei 1998. Rekomendasi diberikan kepada para generasi muda untuk membaca buku ini karena dengan buku ini, Fadli Zon berupaya mengungkap latar belakang terjadinya kerusuhan dan siapa yang harus bertanggung jawab.
JUDUL :Politik Huru-Hara
PENULIS : Fadli Zon
PENERBIT : Fadli Zon Library
CETAKAN : XI- Mei 2013; Cetakan Pertama 1-April 2004
ISBN : 979-602-7898-02-8
TEBAL : x + 186 halaman
0 komentar:
Posting Komentar