Berita duka kembali menghampiri
dari tanah Papua. Empat siswa SMA di Paniai tewas ditembaki secara brutal oleh
aparat militer. Hal ini kembali menjadi preseden buruk bagi pemerintahan
Jokowi. Pasalnya, selama masa pilpres, masyarakat Papua menyandarkan harapannya
akan perubahan di Papua kepada Jokowi. Tak pelak, Jokowi menang telak disana, suara
Papua mengantarnya ke Istana.
Tapi belum lama menjabat,
peristiwa berdarah ini terjadi. Tak beda dengan kasus-kasus sebelumnya, aparat
masih melihat rakyat Papua sebagai kaum Inlander,
seperti bangsa jajahan. Dengan senang hati aparatur negara, baik yang sipil
maupun militer, juga priyai setempat, menghisap kekayaan papua untuk
kepentingan segolongan kecil saja.
Tingkah aparat, yang menganggap
rakyat Papua sebagai bangsa jajahan ini tentu menjadi PR bagi Jokowi. Bagaimana
tidak, lebih dari 50 tahun Papua bergabung dengan Republik, tapi cuma sedikit pembangunan
yang dirasakan rakyat Papua. Oke, oke. Otonomi Khusus di Papua memang berhasil
melakukan pembangunan, tapi Cuma di kota-kota saja.
Berpuluh tahun, Organisasi Papua
Merdeka menjadi dalih aparat ketika peristiwa berdarah terjadi. Kami mencoba
melindungi kesatuan Republik, karena NKRI harga mati, begitu dalih pejabat
selama ini. Dan sekali lagi, pejabat negara mengkambinghitamkan keempat anak
SMA yang belum tentu pernah pacaran itu sebagai antek OPM.
Tentu rakyat Papua, yang
kebanyakan memilih Jokowi meradang. Dukungan penuh diberikan kepadanya, tapi
Jokowi diam saja menanggapi kasus ini. Jangankan melakukan tindak hukum kepada
aparat yang keblinger, berbicara di hadapan publik soal kasus ini saja tidak. Malah,
Jokowi dan mahasiswa bercanda ria dalam kuliah umum di kampus UGM. Tepuk tangan
diberikan pada Jokowi, rakyat Papua dibiarkan tetap menangis.
Hei, Pak, coba lihat bagaimana
mama mereka meraung, menangisi jasad anak-anak mereka yang ditembaki aparatmu. Bisakah
sedikit saja, kau tunjukan simpatimu pada mereka. padahal, begitu dilantik, kau
membawa sedikit harapan bagi para pendukungmu tatkala kau mendatangi korban
gunung sinabung. Saat masih menjabat di Solo pun, kau mendatangi lokasi
penembakan polisi begitu peristiwa terjadi. Lantas, bagaimana dengan Papua?
Meski begitu, Presiden Jokowi beserta
pembantunya masih merencanakan sebuah agenda, merayakan natal bersama
masyarakat Papua. Entah natal seperti apa yang direncanakan, tapi pasukan militer
dalam jumlah besar kabarnya siap mengamankan Presiden disana. PASUKAN DALAM
JUMLAH BESAR!
Entah betapa sakitnya hati rakyat
Papua ketika menyambut presiden. Kedatangan sang ketujuh, yang katanya membawa
harapan, kini tak lagi berarti. Rasa sakit atas kehilangan putra bangsa Papua,
yang masih saja dianggap seperti hewan oleh aparat jauh melebihi harapan akan
kedatanganmu, Pak. Ibarat pepatah, Air Susu dibalas Air Tuba. Dukungan suara
dibalas dengan pembantaian. Sakitnya tuh disini, Pak.
0 komentar:
Posting Komentar