Aditia Purnomo


Soedirman, Panglima Besar Tentara Republik Indonesia yang tergolek lemah akibat TBC tiba-tiba bangkit. Sehari sebelum agresi kedua belanda, ia seperti mendapat firasat jika ibukota akan diserang. Seperti mendapat mukjizat, ia yang sebelumnya tak bisa beranjak dari tempat tidur  justru berangkat ke Gedung Agung untuk meminta Soekarno meninggalkan Yogyakarta.

Sayang, Presiden Soekarno kala itu menolak untuk hengkang dari ibukota. Bung Karno memilih bertahan. Soedirman kecewa. Ia pun menolak ajakan Presiden untuk bertahan di Yogya. Baginya, haram menyerah sebagai tentara. Ia pun segera meninggalkan ibukota beserta pengawal dan pasukannya. Tujuh bulan ia menjalankan perlawanan dari tandu yang membawanya selama perang Gerilya.

Itulah Soedirman, seorang panglima besar yang digambarkan dalam buku keluaran Tempo ini. Seperti biasa, buku seri tokoh kali ini mampu menampilkan sosok Soedirman sebagai pejuang dan manusia biasa. Menggambarkan sosok Soedirman yang patuh kepada sumpah tapi juga mengisahkan kemanusiaan Soedirman kala peristiwa madiun 1948.

Mogok kerja adalah hak, itu yang dikatakan konstitusi. Namun bagi perusahaan, mogok adalah momok yang tidak boleh terjadi. Bagi perusahaan, mogok akan membuat proses produksi terhambat dan inilah yang ditakutkan perusahaan. Karena itu ada saja perusahaan yang memecat buruhnya jika melakukan mogok kerja.

Di Malang, puluhan buruh PT Indonesian Tobacco Malang dipecat setelah melakukan mogok kerja. Tak hanya dipecat, mereka pun harus dipusingkan dengan tuntutan dari bekas pabrik tempat mereka bekerja. Akibat melakukan mogok kerja, 77 buruh itu dipecat dan dituntut ke pengadilan hubungan industrial karena dianggap merugikan pabrik.
Dulu sekali, ada  seorang anak muda yang punya daya kritis tinggi. Pada masa sekolah, anak ini sempat dipaksa tinggal kelas lantaran mengkritik seorang guru mata pelajaran sastra. Merasa tak senang dengan kritik muridnya, sang guru memberi pilihan pada anak itu, meminta maaf padanya atau tidak naik kelas.

Anak muda ini kemudian memilih untuk pindah sekolah. Ia merasa memiliki pemahaman yang cukup dalam mata pelajaran sang guru untuk sekadar naik kelas. Kejadian ini kemudian ia tulis pada buku harian pribadinya, yang kelak diterbitkan sebagai sebuah buku yang cukup fenomenal. Salah satu kutipan yang paling dikenal dari buku itu adalah, “Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau”. Nama anak itu adalah Soe Hok Gie.


Dunia jomblo bukan melulu soal bagaimana cara mendapatkan kekasih. Memang, bohong jika jomblo bilang dia tak pernah kesepian. Toh orang yang punya kekasih pun pernah merasa sepi. Paling tidak, masih ada hal bermanfaat yang bisa dilakukan jomblo. Kalau belum bisa mendekati gebetan, ya belajar deketin gebetan, atau minimal berbuat baik bagi sesama.

Untuk bermanfaat itulah, para jomblo harus memiliki pedoman. Kalau bukan punya tokoh idola macam Tan Malaka, ya minimal mulai baca buku yang progresif revolusioner. Buku yang saya maksud tentu bukan Madilog apalagi Des Kapital, buku macam begini kebanyakan bikin upaya dapetin pacar malah jadi kontra revolusioner.

Berikut adalah buku-buku yang dapat anda baca ketika senggang, tengah sibuk mengejar gebetan, atau sedang persiapan mental untuk nembak gebetan: 

Kebijakan kawasan tanpa rokok akhirnya memakan korban. Seorang satpam stasiun bernama Muhammad Iqbal, dipukul penumpang setelah melarangnya merokok di kawasan stasiun. Kini, Iqbal masih dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo karena luka yang dideritanya. Inilah dampak yang paling ditakutkan akibat tidak disediakannya ruang merokok di tempat umum.

Dalam pemberitaan di media, Ketua Yayasan Kawasan Tanpa Rokok DR. Rohani Budi Prihatin, atau kita sebut saja Prihatin agar lebih ringkas, mengutuk keras peristiwa ini. Ia meminta aparat penegak hukum mengusut kasus pemukulan ini. Prihatin juga memuji keberanian satpam tersebut karena dianggap telah menegakkan ketentuan hukum.