Batu
pertama fondasi investasi asing dan kapitalisme di Indonesia diletakkan oleh
rezim soeharto setelah merebut kekuasaan dari Bung Karno. Konsep berdikari
dalam asas trisakti yang diproklamirkan Bung Karno begitu saja dihapuskan dari
sistem perekonomian nasional. Harapan melihat bangsa yang mandiri seakan sirna
dengan masuknya arus besar investasi asing yang membuat Indonesia menghamba di bawah
bendera kapitalisme.
Modal
asing masuk mengaliri sektor-sektor industri yang memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia. Chevron, Exxon Mobil, Newmont, dan yang paling menghisap, Freeport.
Kekayaan alam berupa emas, minyak bumi, batu bara, dan mineral-mineral lainnya
dihisap perusahaan multinasional tersebut untuk mengeruk keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Tak
hanya sumber daya tambang, bumi, air, dan udara yang katanya harus dikuasai
negara untuk dimanfaatkan bagi kehidupan rakyat juga dilacurkan para pemimpin
orba. Masuknya Aqua, perusahaan air minum yang belakangan banyak berkampanye
tentang manfaat kehadiran mereka di Indonesia, membuat masyarakat di kaki-kaki
gunung yang dieksploitasi mata airnya harus membayar mahal hanya untuk membeli
air. Padahal, di lingkungan mereka tinggal begitu banyak mata air yang harusnya
bisa dimanfaatkan mereka.
Indonesia
tanah surga, katanya, tapi masyarakat tidak dapat menikmati kekayaan alam surga
nusantara karena kekayaan itu dilacurkan pemimpin negara untuk mendapatkan
harta dan tahta. Coba tengok, gelar ”Sir” dari ratu inggris untuk SBY menjadi
alat tukar hak pengelolaan kilang minyak di Teluk Bintuni Papua kepada british
petroleum. Pelacuran-pelacuran ini tak hanya ada pada sektor kekayaan alam,
tapi juga sumber daya manusia.
Bagi
para kapitalis global, Indonesia dikenal sebagai surganya buruh dengan upah
murah. Begitu banyaknya perusahaan asing seperti nike, dan adidas yang
melakukan produksi barang-barang mereka untuk kemudian memenuhi kebutuhan pasar
dunia dengan alasan ini. Bayangkan, gaji buruh di Indonesia hanya dihargai 1%
dari harga jual barang yang mereka buat.
Kegilaan
di sektor ini bukan hanya pada urusan upah murah. Pada pemerintahan Presiden
Megawati Soekarnoputri, diberlakukan sebuah sistem yang amat menguntungkan para
kapitalis asing yakni sistem kerja kontrak. Perusahaan diberikan hak untuk
mempekerjakan orang dengan jangka waktu yang mereka butuhkan. Jadi, selama
kebutuhan ekspor menigkgat, perusahaan akan menyerap banyak tenaga kerja yang
nantinya akan dibuang setelah kebutuhan itu terpenuhi. Inilah musuh utama kaum
buruh Indonesia hari ini.
Apalagi
paradigma pembangunan yang dijalankan rezim saat ini berorientasi pada utang
luar negeri. Rencana bangun ini bangun itu tidak akan berjalan tanpa modal yang
katanya sudah kita miliki. Padahal ya utang dulu baru ada modal, utang dulu
baru kerja-kerja-kerja.
Kekuasaan
perusahaan multinasional dan lembaga-lembaga perekonomian internasional seperti
IMF, Bank Dunia, dan WTO atas kegiatan ekonomi negara-negara dunia ketiga
seperti Indonesia begitu kuat. Pengaruh ketergantungan atas utang dan modal
dari mereka membuat negara-negara seperti Indonesia harus menghamba di hadapan
mereka utuk mendapatkan penghidupan.
Permasalahan
utang-utang yang dikembangbiakkan oleh lembaga-lembaga tadi, membuat
menumpuknya utang negara yang pada akhirnya harus ditanggung oleh ratusan juta
rakyat Indonesia. Padahal, tidak semua utang tersebut dirasakan manfaatnya oleh
rakyat Indonesia karena praktek korup pejabat negara, khususnya pada rezim orde
baru.
Menurut
data IMF, sekitar 20-30% utang Indonesia dibawah kepemimpinan diktator militer
bernama Soeharto raib tanpa jejak. Dari data yang ditampilkan John Pilger pada
laporan berbentuk film dokumenter berjudul The New Ruler of The World, uang
yang raib itu mengalir kepada lingkaran kekuasaan, khusunya lingkaran keluarga
cendana. Sebuah hal gila yang membuat hak masyarakat dirampas para elit.
Penjajahan
kapitalisme atas negara dunia ketiga memang bukan lagi penjajahan secara
langsung seperti yang dilakukan belanda ratusan tahun lalu kepada Indonesia.
Namun, penjajahan kapitalisme menggunakan
kekuatan modal sebagai alat penindas rakyat dengan dikte-dikte mereka kepada
pemimpin negara. Dikte yang menghasilkan kepemimpinan yang tidak berdaulat,
sebuah kebalikan dari makna negara merdeka.
Akibatnya,
kesenjangan sosial meningkat luar biasa. Dengan kebijakan-kebijakan
pro-kapitalisme, rakyat dipaksa bekerja dan menghasilkan keuntungan yang begitu
besar kepada perusahaan. Upah murah, jam kerja berlebih, dan jaminan kesehatan
menjadi ganjaran kepada buruh terhadap keuntungan perusahaan.
Tidak
hanya itu, perusahaan juga menghisap keuntungan yang besar dari upaya-upaya
mengecilkan jumlah pajak yang harus mereka bayar. Sudah dapat keuntungan besar,
pajak pun dipangkas, sungguh kontribusi yang gila buat negara. Sistem yang
membuat orang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin luar biasa kaya.
Karena
itu, sistem yang tidak sesuai dengan amanat dan cita-cita konstitusi harus
dilenyapkan dari bumi nusantara. Kedigdayaan negara imprealis kapitalis hanya
disebabkan negara dunia ketiga tidak berani melawan. Padahal, jika keberanian
untuk bergerak dan melawan, seperti yang digarap Bung Karno bersama
negara-negara asia afrika, niscaya kehendak mulia dalam dunia akan terwujud.
Bangkitnya
kaum buruh belakangan menjadi sebuah angin segar di tengah hiruk pikuk drama politik
yang tak kunjung selesai. Gerakan masif yang dilakukan untuk kembali membuat
pemerintah mengalihkan perhatian demi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian,
kesadaran politik buruh kembali bangkit untuk melawan penindasan kaum pemilik
modal asing.
Meski
begitu, gerakan yang dilakukan ini bukan tanpa cela. Pasalnya, tindakan represif
“anjing penjaga” kaum kapitalis selalu menghantui gerakan buruh. Belum lagi
ancaman pemecatan bahkan hingga pembunuhah, seperti yang dialami Marsinah 20
tahun silam.
Karena
itu, demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, para kapitalis
asing harus diganyang. Sebab, keadaan Indonesia di bawah bendera kapitalisme
hanya membuat rakyat menderita. Lalu, mari sekali lagi, kita bawa kembali
Indonesia untuk kembali berada di bawah bendera revolusi untuk mewujudkan
kemerdekaan 100%.