Aditia Purnomo

Saya kok percaya dengan semakin banyak ruang publik seperti taman yang berdiri, bakal semakin terbuka juga ruang gerak untuk teman-teman komunitas yang berjuang untuk hidup.
Kala berkunjung ke Kediri, saya ngobrol-ngobrol bareng teman-teman komunitas baca di taman. Anak-anak muda dari beberapa kampus yang ada di sana. Kami ngobrol di taman Sekartaji, satu taman dekat sungai Brantas yang belum lama berdiri. Paling lima bulan.
Sebelum taman Sekartaji ada, teman-teman muda ini lebih banyak aktif di kampus. Dengan segala keterbatasan yang ada di kampus, mereka membangun kelompoknya dari nol. Kini dengan hadirnya ruang terbuka publik yang asik, aktivitas mereka mulai membesar.
Ada dua bangunan semi terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai lapak acara di taman ini. Kalau mau diskusi di siang hari, keadaan hujan, atau ketika ingin suasana yang lebih intim, keberadaan ruang beratap seperti ini amat membantu aktivitas komunitas yang ada.
Perkara memanfaatkan ruang publik ini juga dilakukan oleh teman-teman komunitas Pustaka Pinggiran dari Ponorogo. Mereka menjadikan ajang hari bebas kendaraan di kotanya untuk menggelar lapak perpustakaan di pinggir jalan. Memaksimalkan keadaan untuk membuat komunitasnya berkembang.
Organisasi mereka memulai lapak pustakanya dengan 50-an buku koleksi pribadi anggotanya. Kini mereka telah memiliki sekitar 500 koleksi yang siap dibaca dan dipinjamkan ketika gelaran di ajang hari bebas kendaraan tersebut.
Di kota tempat saya tinggal, Tangerang, pembangunan taman juga sedang gencar-gencarnya dilakukan. Seiring bertambahnya jumlah ruang publik, semakin sering juga acara-acara terhelat di Tangerang. Sayangnya, kebanyakan taman tidak memiliki peneduh yang baik untuk para pengunjungnya. Di taman Cikokol, misalnya, sama sekali tidak ada tempat berteduh jika cuaca sedang terik atau malah hujan deras.
Pembangunan taman di Tangerang memang memiliki tema dan potensi wisata yang menarik. Ada taman potret yang memiliki beberapa objek foto untuk para instaholic. Atau ada taman skate tempat teman-teman skater bermain di sore hari. Namun dari sekian banyak taman yang ada saya belum menemukan adanya taman yang menunjang aktivitas diskusi atau membaca bagi beragam komunitas literasi di Tangerang.
Walau begitu, keberadaan ruang publik yang ada memang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karena masalah yang kerap menjangkiti komunitas bukanlah ketidaktersediaan ruang untuk dimanfaatkan, tapi lebih disebabkan kurangnya daya juang yang dimiliki komunitas terkait. Dan dari perjalanan bertemu banyak komunitas beberapa waktu ini lah saya belajar soal daya juang itu.
Pertama terbit untuk Baca Tangerang