Malam itu kami datang terlambat. Area di depan panggung
sudah penuh, massa sudah berjoged. Moshing, head bang, dan tentu saja sembari
bernyanyi. Waktu itu The Super Insurgent Group of Intemperance Talent atau
biasa disebut The S.I.G.I.T tengah memainkan lagu Soul Sister. Entah sudah
memainkan berapa lagu. Yang saya ingat, setelahnya masih ada 7 lagu yang
dimainkan.
Panggung Jakcloth malam itu menghadirkan The S.I.G.I.T
sebagai salah satu pengisi acara. Membawa tajuk Lebaran Sale, penyelenggaraan
Jakcloth kali ini berlangsung selama 9 hari. Setiap malamnya para pengunjung
disajikan penampilan beberapa musisi. Ada Rocket Rockers, Pee Wee Gaskins,
Tulus, Raisa, Payung Teduh, Barasuara, dan masih banyak lagi.
Jakcloth sendiri adalah acara bazar pakaian yang menggandeng
ratusan distro di Jakarta. Berlangsung pertama kali pada tahun 2009, Jakcloth
kini bisa diselenggarakan hingga 4 kali dalam setahun, itu pun belum termasuk
agenda road show yang diselenggarakan di berbagai pusat perbelanjaan di
berbagai kota.
Pada hampir setiap penyelenggaraan, Jakcloth kerap
mengundang band atau musisi dari luar negeri. Sebut saja Yellowcard, Secondhand
Serenade, dan yang teranyar adalah The Ataris. Sayang, nama terakhir gagal
tampil di pagelaran kali ini. Padahal, The Ataris adalah satu daya tarik bagi
para pengunjung untuk datang ke Jakcloth kali ini. Sayangnya, tiga hari sebelum
acara berlangsung tersebar kabar Vokalis The Ataris, Kristopher Roe jatuh sakit
dan harus membatalkan kehadirannya di Plaza Tenggara Senayan.
Saya sendiri tidak punya niatan untuk datang ke pagelaran
Jakcloth kali ini. Awal Mei lalu saya sudah datang ke acara ini. Bersama
seorang teman, perempuan. Iya, teman. Waktu itu kami datang hanya untuk
menyaksikan Maliq & D’Essentials. Setelahnya ya begitu, pulang. Eh, makan
dulu deh sebentar. Memangnya mau apa lagi?
Buat mahasiswa macam saya, datang ke event semacam ini
adalah hiburan. Ya, lihat-lihat T-shirt, jeans, dan sweater dari berbagai
distro lalu masuk ke tujuan utama, menyaksikan penampilan musisi yang kita
ingin saksikan.
Karena itu, kalau bukan karena teman saya yang tengah
bergembira mengajak pergi ke Sana mungkin saya hanya akan membusuk di kamar
kos. Maklum, sudah 5 hari saya berdiam di kamar, tidak keluar. Malas melakukan
apa-apa dan efek dari makan beberapa bungkus mie instan dalam dua hari membuat
saya tidak beranjak dari kamar. Tidak melakukan apa-apa, hingga seorang teman
datang ke kos dan mengiming-imingi tiket gratis Jakcloth.
“Ayolah, temenin gue ke sana. Mau beli sweater nih, mumpung
diskon di sana,” ujarnya merayu.
“Malas ah, nggak punya uang. Udah abis buat beli helm sama
action figure,”
“Yaelah, kayak bakal belanja aja lu di sana. Udah, ikut aja.
Nonton Isyana sama The SIGIT,”
Duh, Isyana. Godaan yang sulit ditolak. Setelah tawar-menawar
siapa yang akan membawa kendaraan, akhirnya saya ikut menemani. Hanya menemani
dan membonceng. Lumayan, sudah dibayari tiket masuk pun diboncengi pulang
pergi. Akhirnya berangkatlah kami ke sana, tepat setelah orang-orang berangkat
ke masjid untuk tarawih.
Teman saya seorang pekerja, dan saya rasa dia baru saja
menemukan hilal. Ah, itu candaan teman-teman saya yang bekerja untuk menyebut
THR. Maklum, hilal adalah penanda berlangsungnya lebaran. Begitu juga THR,
penentu jalannya lebaran yang layak. Pantas dia semangat sekali untuk pergi ke
sana.
Dari sekian banyak lagu yang dimainkan The S.I.G.I.T, ada
beberapa yang saya ingat. Misal Soul Sister, Clove Dooper, Let It Go, Live in
New York, dan Black Amplifire. Dengan gaya yang khas, mereka tampil menggila di
hadapan pengunjung yang pecah. Di lagu pamungkas, Black Amplifire histeria
massa memuncak. Semua bernyanyi dan menari. Senggol sana senggol sini. Yang
penting bergerak seirama alunan lagu. Histeria terjaga hingga lagu selesai
dimainkan dan mereka turun panggung.
Karenanya saya pikir begitu The S.I.G.I.T selesai manggung,
barisan penonton akan buyar. Mereka yang moshing dengan histeria tinggi tadi
mana mungkin mau bertahan dan menyaksikan penampilan Isyana. Nyatanya, massa
tetap terjaga. Beberapa memang balik kanan, tapi tetap saja posisi di depan
panggung penuh. Dan saya gagal menyaksikan Isyana dari posisi terbaik.
Menjelang Isyana tampil, saya grogi. Ini adalah pertama kali
saya menyaksikan Isyana tampil secara langsung, dan membayangkan Isyana bernyanyi
di depan saya membuat saya keringat dingin. Dan benar saja, begitu naik ke atas
panggung saya terpukau. Cantik dan enerjik. Meski ya tetap saja saya lebih
mengidolai kakaknya, Rara Sekar dan Banda Neira.
Isyana tampil enerjik sedari awal. Memulai penampilan dengan
lagu Tap Tap Tap, dia mengajak kami untuk bergembira menyambut ramadan, tentu
juga lebaran. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia memang lebaran memiliki
makna untuk berbelanja apa saja yang penting baru. Entah kaos, celana, sweater,
dan lain-lain untuk tampil elegan saat lebaran. Tapi ya ngapain bahas ini
panjang-panjang, yang terpenting kan bisa mempersiapkan lebaran bareng Isyana.
Eh, nonton Isyana maksudnya.
Sepanjang penampilan, Isyana memainkan sekitar 8 lagu. Mulai
dari yang gembira seperti Tap Tap Tap dan Pesta, hingga yang bikin meleleh
seperti Keep Being You, Kau Adalah, Mimpi dan Tetap Dalam Jiwa. Pada setiap
jeda lagu, Ia kerap mengajak para penonton untuk bernyanyi bersama, menjelaskan
‘maksud’ lagunya, dan yang terpenting membenahi rambutnya. Entah kenapa, wanita
yang kelihatan membenahi rambut kecantikannya bertambah beberapa derajat,
apalagi yang melakukannya Isyana.
Dan malam itu, Isyana memang tampil memukau. Cantik, tentu
saja. Tapi bukan itu saja. Kemampuannya memainkan piano dan suaranya yang
aduhai benar-benar membuatnya layak jadi musisi hebat di negeri ini. Dan
sebagai pamungkas, ia memainkan lagu All or Nothing setelah menerima tantangan penonton
untuk memakan cabai rawit di atas panggung.
Begitu Isyana menyelesaikan lagu, saya langsung ditarik
teman untuk memutari booth-booth yang ada. Kurang lebih ada 300 distro yang
ikut meramaikan Jakcloth kali ini. Sebenarnya sebelum datang ke area panggung
musik, kami sempat berkeliling melihat barang-barang yang kira-kira menarik
hati. Saya sih belum menemukan, karena memang tidak niat belanja.
Teman saya pun begitu. Setelah dua kali berkeliling,
akhirnya dia memutuskan untuk tidak berbelanja. “Belum nemu yang cocok,” begitu
alasannya. Saya sih nggak peduli, yang penting sudah berhasil menyaksikan
Isyana di malam ramadan. Sialnya, di dekat pintu keluar saya menemukan sweater
yang, sebenarnya biasa saja. Tapi ya menarik gitu, dan jadi timbul rasa ingin
memiliki. Sementara teman saya masih belum ketemu jodohnya, maksudnya belum
ketemu barang yang cocok. Jadilah saya menebus satu buah swater dan satu buah
t-shirt. Ya tidak apalah, hitung-hitung mempersiapkan diri menjelang lebaran.
Biar kayak orang-orang.