Aditia Purnomo

Tahun 2017 adalah masa-masa yang cukup penting bagi dunia gerakan literasi di Indonesia. Atau mungkin, setidaknya di Tangerang. Pada tahun lalu, hadir puluhan kelompok yang bergelut dalam gerakan ini. Meski ada beberapa kelompok yang harus vakum atau berhenti berjalan, tetapi dinamika yang terjadi cukup berpengaruh bagi teman-teman pegiat lain.
Ada satu hal yang sepertinya menjadi faktor pendorong bagi suburnya gerakan literasi di Tangerang. Faktor tersebut adalah dijalankannya program pengiriman buku gratis melalui PT Pos Indonesia yang diresmikan pada perayaan Hari Buku Nasional Tahun lalu. Dengan dibukanya keran pengiriman buku pada simpul Pustaka Bergerak Indonesia, hadir beberapa kelompok baru yang mengandalkan program ini untuk menggerakkan literasi di Indonesia.
Perlu diketahui, selain merayakan hari buku internasional, para pegiat literasi nusantara turut merayakan Hari Buku Nasional yang jatuh tepat pada tanggal 17 Mei. Tanggal tersebut diambil dari hari lahir Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang berdiri pada 17 Mei 1980. Walau tidak semeriah perayaan hari-hari yang lain, Hari Buku Nasional menjadi satu hari besar bagi kami para pegiat literasi.
Pada perayaan Hari Buku Nasional 2017, seperti sudah dijelaskan di atas, Presiden Jokowi secara resmi membuka program pengiriman buku gratis ke seluruh nusantara dengan menggunakan jasa PT Pos Indonesia. Program ini sendiri menjadi buah dari kerja keras para pegiat Pustaka Bergerak Indonesia yang akhirnya berhasil melobi presiden untuk mempermudah distribusi buku bagi banyak taman baca di pelosok nusantara.
Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi pegiat literasi. Distribusi bacaan pada masyarakat di pelosok nusantara selama ini menjadi salah satu momok yang cukup mengerikan bagi kami. Sudah membeli banyak buku untuk dibagikan, ketika mau dikirim ke Papua, ongkosnya bisa melebihi harga buku yang akan didistribusi. Tentu saja persoalan tersebut membuat pegiat literasi, baik pengelola taman baca di banyak pelosok nusantara dan para pegiat yang mau mengirimkan buku di Jawa misalnya, kesulitan.
Program ini tentu sangat diapresiasi pegiat literasi. Sangat amat. Proses distribusi yang selama ini menjadi persoalan, bisa (sedikit banyak) terselesaikan. Memang sih, harus ada pendataan administratif dulu agar taman baca bisa dikirimi buku gratis. Tapi, itu bukan hal sulit kok. Tinggal daftar jadi simpul Pustaka Bergerak Indonesia, selesai sudah. Paling yang agak repot, pengiriman buku hanya diperbolehkan untuk kapasitas maksimal 10kg per pengiriman.
Karenanya, pada perayaan hari buku kali ini, sebenarnya saya mengharap ada gebrakan lagi dari pemerintah untuk dunia dan gerakan literasi. Mengingat masih ada banyak hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki tradisi literasi di Indonesia. Misal, kalau distribusi bukunya sudah diperbaiki, ya kita perbaiki bacaan yang akan didistribusi.
Selama ini, saya kira, tidak banyak komik dengan muatan lokal yang diproduksi di Indonesia. Entah kenapa, mungkin karena yang macam begini masih dianggap tidak laku oleh industri perbukuan. Setelah mereka meraup banyak keuntungan dari komik-komik terjemahan dan lainnya, memproduksi hal penting macam begini agaknya tidak menjadi kepentingan mereka.
Saran saya, jika industri buku besar (tidak perlu sebut merek) tidak mau memproduksinya, pemerintah bisa melakukannya. Buatlah bacaan-bacaan dengan muatan lokal yang mampu diterima oleh masyarakat di pelosok nusantara. Selain itu, setelah diproduksi, bacaan itu kemudian bisa diberikan secara gratis ke pengelola taman baca yang ada.
Terakhir, ini amat penting, berikan subsidi bagi masyarakat (atau setidaknya untuk pelajar dan mahasiswa) untuk membeli buku. Pemerintah Malaysia telah melakukan hal ini agar tingkat pembelian buku dan baca masyarakatnya meningkat. Mungkin, hal ini juga mampu meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang katanya rendah itu.
Jangan cuma pada BBM atau buku pelajaran pemerintah rela memberi subsidi kepada masyarakat. Pada titik ini, pemberian subsidi untuk membeli buku lain semisal roman klasik Indonesia karya Hamka atau Pramoedya bakal meningkatkan tradisi literasi Indonesia. Karena, menurut pandangan saya, rendahnya minat baca itu hanya persoalan statistik. Tapi mahalnya buku-buku sastra yang bagus itu adalah realitas yang harus segera dientaskan oleh pemerintah Indonesia.
Pertama terbit di Baca Tangerang