Aditia Purnomo

Quo Vadis Nasionalisme

Leave a Comment

Nasionalisme, tidak perduli dengan aneka ragam wujud penampilannya, pada awalnya adalah gagasan mengenai kesatuan kebangsaan dalam suatu wilayah politik kenegaraan. Nasionalisme merupakan nilai rohaniah yang mendorong kehendak untuk hidup sebagai satu bangsa serta mempertahankan kelangsungan hidup kebangsaannya itu. Maka tidak aneh jika nasionalisme dijadikan alat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bersama.

Soekarno pernah mengajarkan bahwa nasionalisme harus dibangun atas dasar prinsip kemanusiaan. Dia juga mengingatkan bangsa ini akan bahaya nasionalisme yang tumbuh diluar prinsip kemanusiaan. Nasionalisme demikian adalah nasionalisme yang chauvinis, nasionalisme yang sempit, yang “Deutschland Alles” seperti terjadi di Jerman pada masa Adolf Hitler. Nasionalisme Indonesia harus tumbuh diatas taman yang mampu mempersatukan keragaman suku, budaya, dan agama dalam horizon persatuan umat manusia yang hakiki.

Faktual, kini nasionalisme yang pernah mengantarkan bangsa Indonesia dalam meraih harkat dan martabatnya (kemerdekaan), hanya menjadi bunyi-bunyian tanpa makna. Ditengah dinamika kekuatan ekonomi-politik global yang didominasi oleh kekuatan pasar bebas menjadikan batas-batas teritorial suatu negara menjadi kian tak jelas dan kedaulatan negara-bangsa semakin tak berarti.

Kapitalisme kini menjelma menjadi sebuah mighty power yang berwujud dalam korporasi multi-nasional yang kekuasaanya melebihi kedaulatan Negara-bangsa. Bahkan kekayaan sebuah megakorporasi ditengarai melampaui pendapatan kotor domestic (GDP) Negara-negara berkembang yang ada.

Pemberian hak operatorship blok cepu kepada Exxon Mobil merupakan contoh aktual dari kekuatan korporasi global untuk mengeksploitasi dan mendikte kebijakan ekonomi Indonesia. Bahkan mantan menteri kesehatan, Siti Fadilah Supari membeberkan pola pendiktean yang dilakukan oleh negara adigdaya sekelas Amerika Serikat. Dalam biografinya dituliskan bahwa Kemenkes “dipaksa” membeli vaksin buatan AS yang jika tidak dipenuhi, maka AS akan menyebarkan virus yang hanya dapat diatasi oleh vaksin tersebut.

Keadaan ini menunjukan dengan jelas ketidakberdayaan para pemimpin bangsa yang rela didikte guna melayani agen-agen pembangunan. Sikap demikian jelas akan merugikan kepentingan ekonomi dan politik nasional dalam jangka panjang dan membuat bangsa ini mandul dalam segala aspekm utamanya menyangkut kapasitas kebijakan para elit dalam memanage kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kian kompleks dan kian rumit ke depan.


Melihat kenyataan diatas, pertanyaan yang muncul adalah masih pentingkah nasionalisme untuk bangsa Indonesia saat ini? Bila masih penting, nasionalisme yang bagaimanakah yang harus diwujudkan? Kepadamu aku bertanya.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar