Belum bisa menyelesikan studi, meski telah 6 tahun duduk di
bangku kuliah memang menyesakkan. Terlalu lama membuang waktu dan semakin lama
membahagiakan orang tua. Tapi bukan itu yang paling menyakitkan.
Gagal dalam organisasi memang menyedihkan. Selalu berkoar
mengejar idealisme, ujung-ujungnya kalah oleh realitas yang dijunjung
teman-teman. Akhirnya tersingkir dari perdebatan. Tapi bukan itu yang paling
menyedihkan.
Memiliki perasaan terhadap seseorang, tapi perasaanmu tidak terbalas
memang menyakitkan. Apalagi tidak menyatakan perasaan saja tidak berani, hanya
memendam rasa yang berujung perih dalam diam. Tapi bukan itu yang paling
menyakitkan.
Merasa hebat, memiliki kemampuan, namun urung berhasil dalam
berbagai hal memang menyedihkan. Apalagi ketika tahu kemampuanmu hanya segitu
saja, hanya seadanya saja.
Menyadari bahwa keberadaanmu tiada lagi berguna bagi
lingkunganmu memang menyedihkan. Menyadari kehidupanmu tiada berguna bagi orang
lain. Hanya besar mulut tapi selalu gagal teruji.
Melihat begitu banyak ketidakadilan di sekelilingmu namun
kamu hanya bisa diam. Karena diam adalah emas, lebih baik diam daripada
berbicara namun tidak bisa melakukan apa-apa. Ya, pada akhirnya kamu memang
tidak punya kekuatan, tidak memiliki kemampuan.
Begitulah hal paling menyakitkan, menyadari dirimu semakin
tumpul namun tidak mau belajar. Menyadari bahwa kemampuan, imajinasi, daya
juang, dan perasaanmu semakin tumpul namun kamu tidak melakukan apa-apa. Tidak mau
belajar, tidak mengasah diri kembali agar menjadi tajam.
Sumber gambar: Imgrum
Sumber gambar: Imgrum
Membaca atikel ini, seperti membaca jiwa Sa sendiri. Merdeka, Om Adit...
BalasHapusSaya masih perlu belajar banyak dari kaq ibil
Hapus