Aditia Purnomo

Tumpul

2 comments
Belum bisa menyelesikan studi, meski telah 6 tahun duduk di bangku kuliah memang menyesakkan. Terlalu lama membuang waktu dan semakin lama membahagiakan orang tua. Tapi bukan itu yang paling menyakitkan.

Gagal dalam organisasi memang menyedihkan. Selalu berkoar mengejar idealisme, ujung-ujungnya kalah oleh realitas yang dijunjung teman-teman. Akhirnya tersingkir dari perdebatan. Tapi bukan itu yang paling menyedihkan.

Memiliki perasaan terhadap seseorang, tapi perasaanmu tidak terbalas memang menyakitkan. Apalagi tidak menyatakan perasaan saja tidak berani, hanya memendam rasa yang berujung perih dalam diam. Tapi bukan itu yang paling menyakitkan.

Merasa hebat, memiliki kemampuan, namun urung berhasil dalam berbagai hal memang menyedihkan. Apalagi ketika tahu kemampuanmu hanya segitu saja, hanya seadanya saja.

Menyadari bahwa keberadaanmu tiada lagi berguna bagi lingkunganmu memang menyedihkan. Menyadari kehidupanmu tiada berguna bagi orang lain. Hanya besar mulut tapi selalu gagal teruji.

Melihat begitu banyak ketidakadilan di sekelilingmu namun kamu hanya bisa diam. Karena diam adalah emas, lebih baik diam daripada berbicara namun tidak bisa melakukan apa-apa. Ya, pada akhirnya kamu memang tidak punya kekuatan, tidak memiliki kemampuan.

Begitulah hal paling menyakitkan, menyadari dirimu semakin tumpul namun tidak mau belajar. Menyadari bahwa kemampuan, imajinasi, daya juang, dan perasaanmu semakin tumpul namun kamu tidak melakukan apa-apa. Tidak mau belajar, tidak mengasah diri kembali agar menjadi tajam. 

Sumber gambar: Imgrum

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar:

  1. Membaca atikel ini, seperti membaca jiwa Sa sendiri. Merdeka, Om Adit...

    BalasHapus