Aditia Purnomo

3 Hal yang Membuat Saya Gemar Membaca

Leave a Comment
Saat kecil dulu, agaknya saya bukanlah anak yang kerap dibacakan dongeng oleh orang tua. Sejauh saya mengingat, ibu dan bapak sibuk bekerja. Mereka berangkat pagi dan pulang jelang magrib. Ketika tidak ada mereka di rumah, saya hanya ditemani seorang pembantu rumah tangga yang siap sedia mengurus rumah.
Karenanya, teori teman terhadap saya jelas-jelas keliru. Seorang kawan pernah mengatakan kalau seseorang yang gemar membaca itu hampir pasti kerap didongengi orangtuanya saat kecil. Dan Ia menuduh saya begitu, katanya sih saya maniak buku. Padahal ya, sejauh ingatan yang terekam berhasil saya gali, saya lebih banyak mengingat saat-saat dimarahi kedua orang tua.
Kalaupun dianggap sebagai orang yang gemar membaca, ya tidak juga berarti saya pasti didongengi orang tua. Meski ya kedua orang tua saya rasanya tetap menjadi faktor penting kenapa saya gemar membaca sejak kecil. Meskipun tidak dilakukan secara langsung.
Ketika masuk sekolah dasar dan mulai bisa banyak membaca kata, orang tua saya membelikan saya bacaan agar saya tidak terlalu sering keluar rumah. Alhasil, ketika strategi ini sukses, saya mulai dilanggankan majalah Bobo oleh ibu saya. Dan sejauh ingatan saya, inilah hal pertama yang membuat saya menjadi dekat kepada buku.
Membaca majalah Bobo adalah sebuah upaya untuk mendapatkan lanjutan kisah dari Bona dan Rongrong. Selain itu, saya juga menggemari cerita dari Nirmala dan Oki serta beragam cerpen yang disajikan majalah itu. Apalagi ketika majalah ini punya kisah bersambung dari Deni si Manusia Ikan, bahkan ketika orang tua saya tidak lagi membelikan Bobo, saya justru bersemangat menyisihkan uang untuk membelinya sendiri.
Setidaknya, rasa penasaran dari kelanjutan kisah mereka telah membawa saya pada satu fase penting untuk menggemari kegiatan ini. Inilah hal pertama yang membuat saya gemar membaca.
Hal kedua yang turut berjasa tentu saja kebiasaan menonton kartun di Indosiar dan kemauan bapak untuk membelikan komik Dragon Ball. Pada saat generasi saya kecil dulu, hari minggu adalah surga. Ia adalah pengecualian dari segala kesenangan kami. Jika di hari biasa kami harus digeprak agar bangun pagi, maka pada hari minggu kami dengan senantiasa bangun sejak subuh untuk bersidekap di depan televisi. Tentu saja, untuk menyaksikan kartun dan tontonan anak kecil lainnya.
Karena kegemaran menonton kartun inilah, saya kemudian meminta bapak untuk membeli komik-komik seperti Dragon Ball atau Yu Gi Oh yang jadi favorit generasi kami saat itu. Dengan kehadiran komik-komik tersebut, gairah membaca saya menjadi semakin tinggi dan yang terpenting, saya menemukan kesenangan dari aktivitas ini.
Dan hal yang terakhir, kali ini saya harus berterimakasih pada sekolah dasar saya, buku-buku cerita nusantara yang ada di perpustakaan sekolah saat saya masih SD. Dulu ada satu materi tambahan, yakni komputer, yang harus saya ambil di luar jam sekolah. Dan jadwal materi tambahan itu jaraknya tidak berdekatan dengan waktu sekolah. Alhasil, saya harus menunggu sekira 1 jam untuk menyelesaikan urusan tersebut.
Sembari menunggu itulah saya kerap datang ke perpustakaan sekolah yang kecil dan berada di pojokan itu. Walau kecil dan sepi, tapi saya menyenangi hadir di tempat tersebut. Setidaknya saya tahu cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis itu dari perpustakaan ini. Karena kebutuhan menunggu dan ketersediaan buku cerita yang banyak, akhirnya saya menjadi orang yang semakin senang dengan aktivitas ini.
Jadi, jika ada orang yang bertanya kenapa sih saya bisa jadi orang yang gemar membaca, setidaknya ketiga hal tadi adalah faktor-faktor penting yang membuat buku menjadi barang penting buat saya. Dan harus saya akui kalau jargon pentingnya membaca sejak kecil itu adalah yang yang benar. Karena memang, semua hal yang memuat saya gemar membaca terjadi ketika saya masih berada di bangku sekolah dasar.
Pertama terbit untuk Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar