Aditia Purnomo

Menjadi Simpul yang Menggerakkan Pustaka, Bukan Menjadi Pencari (Donasi) Pustaka

Leave a Comment
Menjadi Simpul dari Pustaka Bergerak Indonesia adalah sebuah kehormatan dan tanggungan bagi kami di Komunitas Baca Tangerang. Sebuah kehormatan karena kami dapat dilibatkan dalam sebuah gerakan skala nasional untuk urusan literasi, dan menjadi tanggungan agar kami bisa terus berkontribusi untuk literasi dan gerakan. Karenanya, dalam setiap bulan yang berlalu, kami selalu berupaya untuk berkontribusi dengan mengirimkan buku untuk beberapa simpul pustaka bergerak di pelosok nusantara.
Saya kira, inilah kunci gerakan. Membantu distribusi buku dan ilmu kepada kawan-kawan di pelosok nusantara. Memang, hal ini kemudian tidak menafikan kawan-kawan yang tidak berada di pelosok. Tapi tetap yang menjadi hal utama dalam gerakan adalah distribusi pustaka yang merata bagi seluruh daerah di Indonesia.
Karenanya, saya mengamini status dari Erin Cipta, salah satu pegiat literasi asal Cilacap di akun facebooknya. Ia menyebut “Kalau sudah daftar Simpul PBI, artinya Anda siap bergerak menjalankan pustaka. Bukan minta sumbangan”. Saya sepenuhnya sepakat dengan pandangan Erin dan menyayangkan sikap-sikap semacam itu, yang terjadi di grup Pustaka Bergerak Indonesia.
Hal ini menjadi semacam duri dalam daging tatkala seseorang bersama kelompoknya berupaya membangun sebuah taman bacaan. Tanpa persiapan dan kesiapan, mereka membangun taman baca dengan harapan bisa (melulu) mendapatkan donasi buku. Bukan suatu kesalahan, memang, ketika taman baca mendapatkan donasi buku. Tapi menjadi kesalahan saya kira, ketika taman baca tersebut hanya mengharapkan buku dari donasi tanpa sebuah usaha untuk terlibat dalam distribusi buku ke simpul-simpul yang ada di pelosok negeri.
Memang, ada beberapa lembaga atau personal yang bersedia dan konsisten menyumbangkan buku untuk taman-taman baca yang ada. Namun perlu diingat, biasanya mereka juga tidak menyumbangkan buku hanya kepada satu dua kelompok yang itu-itu saja. Jadi harus ada sebuah upaya lain dari simpul pustaka bergerak untuk mendapatkan bukunya sendiri.
Selain itu, satu persoalan yang jauh lebih penting adalah tidak adanya kesadaran bagi simpul-simpul semacam tadi untuk mendistribusikan buku-buku pada kelompok yang lain. Seakan, upaya membangun literasi hanya terjadi di tempatnya dan hanya di sanalah bantuan baiknya diberikan.
Seperti yang Erin katakan, menjadi simpul Pustaka Bergerak artinya siap bergerak untuk pustaka. Siap membantu untuk mewujudkan tujuan dari pustaka bergerak, dengan menyebarkan virus membaca kepada masyarakat. Bahwa betul, dengan membangun rumah baca, satu kelompok telah membantu menyebarkan virus membaca pada masyarakat sekitar. Tapi saya kira perlu upaya lebih dari kelompok yang ada untuk mendapatkan buku selain hanya mengharapkannya dari donasi.
Saya kira, sebuah taman baca ataupun komunitas serupa harus dibangun bukan dengan mental pengemis semacam tadi. Memang, setiap kelompok punya batasannya sendiri. Tapi bukan berarti keterbatasan itu menjadi alasan untuk mengiba. Lebih baik kelompok itu membangun rumah bacanya dalam lingkup yang paling kecil, namun memiliki gairah besar untuk terus menjalankan geraknya.
Kalaupun kelompok tersebut belum mampu berbagi buku kepada simpul pustaka bergerak yang lain, yang kiranya lebih membutuhkan donasi, ada baiknya kelompok tersebut menjalankan program-program sederhana yang tidak memakan banyak kebutuhan. Hal tersebut jauh lebih baik daripada sekadar mengiba buku tanpa kemudian diiringi dengan aktivitas-aktivitas yang dijalankan secara berkelanjutan. Karena, membangun literasi bukan cuma soal memiliki buku yang banyak untuk dibaca, tetapi juga kepada sejauh mana upaya untuk berusaha konsisten terhadap apa yang telah kita lakukan.
Pertama terbit untuk Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar