Aditia Purnomo

Mahasiswa dan Intelektualitas

5 comments
"Mahasiswa selalu menjunjung semangat berjuang yang tak pernah luntur"
Berjuang demi kemapanan. Mungkin kalimat itulah yang cocok untuk menggambarkan konteks mahasiswa kekinian. Kalimat yang begitu kontradiktif bila disandingkan pada konteks kemahasiswaan. Apa mungkin karena zaman semakin modern dan iptek berkembang pesat maka mahasiswa harus pula berkembang mengikuti zaman? Mungkin ya, mungkin juga tidak.

Bila kita mengingat perjuangan mahasiswa saat menjatuhkan rezim otoritarian di Indonesia, mungkin kita akan mengingat betapa heroiknya aksi para aktivis yang dengan berani menghadapi moncong senapan yang diarahkan kepadanya. Kita juga akan mengingat semangat perjuangan untuk membebaskan negeri ini dari penindasan dan kesewenang-wenangan pihak pemerintah. Mungkin yang akan paling diingat ialah euforia, suka cita, dan harapan pada era baru yang juga diharapkan akan jauh lebih baik.


Namun harapan tinggal harapan. Euforia yang begitu dahsyatnya melanda kini sirna ditelan waktu. Semangat yang begitu menggebu demi perubahan menjadi alasan bagi orang berpolitik. Namun sekali lagi politik tetaplah politik. Politik tetap menjadi alat untuk berkuasa dan yang berkuasa kembali lagi melupakan perubahan karena kemapanan.

Kini, kemapanan mampu menjadi sebuah senjata untuk melawan idealisme. Kemapanan mampu menjadikan suara nyaring para aktivis begitu pelan terdengar. Kemapanan mampu menumpulkan otak kritis yang biasa tajam mengkritik pemerintah. Kemapanan menjadi momok menakutkan bagi perjuangan yang digalang guna merubah keadaan Negara ini.
Kenyamanan yang ditimbulkan oleh kemapanan membuat mahasiswa lemah. Ketika perut mereka terisi penuh, kantuk menjamah dirinya, membuatnya terlelap menghiraukan keadaan sekitar. Ketika infotaintment menjadi top rating bersama sinetron perusak moral, mahasiswa menjadi penonton setianya. Ketika ribuan mal menjamah negeri ini, mahasiswa berbondong menjadi pengunjung tetapnya.

Kini mahasiswa bukan lagi menjadi penggerak. Mereka hanya menjadi pionir bagi birokrat dan kapitalis yang akhirnya menggunakan mereka sebagai buruh penghasil uang. Kini mahasiswa berjuang demi mendapat jatah di Senayan, atau paling tidak jadi birokrat Negara. Mereka menggunakan status sarjana ataupun doktor mereka untuk memikat khalayak banyak. Menggunakan nama intelektualitas untuk mendapatkan jabatan dan mencemarkan nama intelektualitas.

Mahasiswa bukanlah penjilat. Mahasiswa mencatatkan nama mereka dalam sejarah sebagai pejuang perubahan. Mahasiswa selalu menjunjung semangat berjuang yang tak pernah luntur. Bila ada yang mencemarkan harkat mahasiswa, mereka bukanlah mahasiswa. Mahasiswa adalah pejuang yang berani berbicara lantang kepada kesewenang-wenangan. Mahasiswa adalah pejuang yang berani berkata tidak pada ketidakadilan.

Mahasiswa adalah intelektual yang berani berjuang di garda terdepan untuk perubahan. Intelektual bekerja demi masyarakat bukan demi uang. Kaum intelek yang membuang harkat dan martabatnya demi mengejar jabatan bukanlah lagi kaum intelek, mereka telah menjadi priyayi yang mengejar kemapanan untuk hidupnya.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

5 komentar:

  1. Kalo mengingat mahasiswa adalah intelektual yang berani berjuang di garda terdepan untuk perubahan. Saya kira itu benar.

    Tapi untuk sekarang, contohnya saya, tujuan saya kuliah awalnya bukan untuk yang muluk - muluk memikirkan masalah negara dan lain sebagainya, tujuan saya untuk kemapanan di masa depan, dan karena orang tua tentunya. Saya kira sama dengan mahasiswa lainnya dan mungkin anda juga begitu.

    Memang benar, saya, anda,mereka awalnya kuliah hanya untuk kemapanan, tapi apa salah itu pilihan mereka? Kembali ke hak masing - masing individu.Tidak salah juga mahasiswa yang berjuang di garda depan di zaman sekarang.

    "Kini mahasiswa bukan lagi menjadi penggerak. Mereka hanya menjadi pionir bagi birokrat dan kapitalis yang akhirnya menggunakan mereka sebagai buruh penghasil uang. Kini mahasiswa berjuang demi mendapat jatah di Senayan, atau paling tidak jadi birokrat Negara. Mereka menggunakan status sarjana ataupun doktor mereka untuk memikat khalayak banyak".
    Itu juga karena tuntutan hidup

    sekiranya itu manurut saya

    BalasHapus
  2. jangan bawa saya dong
    tujuan saya beda

    BalasHapus
  3. buktikan idealisme mu kawan, ku tunggu di masaya depan hahaha

    BalasHapus
  4. hahahaha killjoy ruzi.,.klo tolak ukur perubahan adalah kemapanan pibadi dan golongan tertentu apa bedanya pada saat impeialisme kawan !!!,.,saya kira kedepannya bangsa ini akan sling tikam menikam,saling memperdayakana saudara setanah air untk mncari kekayaan,rasa cinta tanah air ,bangsa ini akan semakin terkikis, dan dkesampingkan..kaena semua hnya ego kmampanan pribadi yg dkedepankan. klo tolak ukur perubahan adalah kemapanan golongan,,sangat menyedihkan kaum-kaum rakyat miskin kota dan yg termajinalkan karena tidak ada kebijakan yg memihak kepada mreka scara mutlak mreka terima,pdahal mreka adalh bagian dari bangsa ini .!!!Indonesia merdeka tidak ada gunanya bagi kita, apabila kita tidak sanggup untuk mempergunakannya memenuhi cita-cita rakyat kita"
    semua akan brjalan sama,yang kaya smakin kaya,yang miskin smakin miskin yg pintar di bodohi dan yg bodoh di budayakan.//.. apakah ini Perubahan yg anda maksud.,.!!!

    BalasHapus
  5. masih ada yang kurang,jawabannya lihat di blog http://dede-vepi.blogspot.com

    BalasHapus