Aditia Purnomo

Kemunduran Golongan Terpelajar

2 comments


“Tak  ada yang lebih bermartabat dari pemuda kecuali dua hal, berani bekerja melawan penindasan dan berlatih untuk melawan kemapanan.” 
Sudah sejak lama para golongan terpelajar menjadi poros perjuangan bangsa ini. Perjuangan demi memajukan bangsa yang pada awalnya diliputi banyak ketertinggalan. Perjuangan yang seluruh kegiatannya tulus dilakukan demi  memajukan bangsa. Dan golongan terpelajar bangsa inilah yang bergerak sebagai mortir guna memacu semangat untuk memajukan bangsa ini. Namun sayang, dewasa kini, golongan terpelajar telah kelunturan budaya yang menjatuhkan dirinya sendiri.

Bila melihat sejarah yang ada dibuku-buku sekolah, tertulis bahwa perjuangan pergerakan nasional, kemerdekaan, revolusi kemerdekaan, semuanya dipimpin oleh golongan terpelajar bumiputera. Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Syahrir, dan kawan-kawan mampu menjadi tokoh-tokoh yang menggerakkan momen-momen diatas.

Melangkah sedikit ke tahun 65an, soe hok gie dan kawan-kawan dari kami mampu menumbangkan rezim yang dianggap gagal dalam membangun bangsa terlebih lagi terjadinya kudeta G30S. Begitu  pula pada Reformasi 98, golongan terpelajar mampu menjaga keidealisannya dan terus memperjuangkan apa yang menjadi hak bangsa dan rakyat Indonesia.

Namun kini, justru disaat rezim-rezim yang dianggap otoriter telah tumbang, disaat terbukanya keran-keran demokrasi dan informasi, mahasiswa sebagai golongan terpelajar gagal mempertahankan kultur idealisme yang hampir selama 100 tahun dapat dijaga.

Kini mahasiswa terjebak dalam perpolitikan dan intelektual yang praktis. Semua serba praktis. Dengan segala teknologi dan kebebasan berpendapat, mahasiswa yang memang selama ini menjadi motor dalam mengkirtik kebijakan yang tidak berpihak pada kerakyatan, namun kini hanya menjadi penghibur ditengah jutaan kritik dari media dan politisi partai.

Selain itu, kemunduran kedaulatan mahasiswa juga didukung oleh kemapanan yang diberikan pada dan dinikmati oleh mahasiswa. Mahasiswa dimapankan oleh keadaan yang semakin canggih, cepat, dan serba praktis. Sekarang mahasiswa hanya disibukkan oleh SKS-SKS yang harus dikejar guna mencapai target kelulusan yang dipatokkan oleh pemerintah. Mahasiswa telah kehilangan identitasnya sebagai MAHAsiswa.

Ketika golongan terpelajar menjadi pegawai negeri ataupun birokrat, mereka telah kehilangan statusnya sebagai kaum terpelajar. Mereka telah merubah statusnya menjadi budak dari politik dan budak dari birokrat yang berafiliasi pada uang dan keuntungan. Oleh karena uang pula, para mahasiswa mengejar target lulus cepat dan bekerja pada instansi kapitalis birokrat, dan karena itulah mahasiswa mengalami masa yang sulit dalam perjuangan kebangsaan.

Melihat kondisi kemunduran mahasiswa, maka pantaslah bila kondisi Negara ini juga semakin mundur. Kondisi pembodohan terhadap mahasiswa adalah pembodohan terhadap Negara. Kemapanan dalam kehidupan mahasiswa adalah penumpulan daya kritis dan skeptis mahasiswa. Penumpulan daya pikir mahasiswalah yang membuat Negara ini semakin masuk kedalam jurang kehancuran.

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa sebagai pemuda, sebagai penerus tongkat estafet dari masa ke masa golongan terpelajar, kita harus berani melawan kemapanan. Kita harus berani berteriak dan berkata tidak pada pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Memang bila kita kembali memikirkan arti martabat pemuda, tak salah jika kita menilik arti martabat pemuda versi Che Guevarra. “Tak  ada yang lebih bermartabat dari pemuda kecuali dua hal, berani bekerja melawan penindasan dan berlatih untuk melawan kemapanan.”
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar: