Aditia Purnomo

Rokok Membunuhmu(?)

2 comments

Beginilah akibat dari PP 109 tahun 2012 tentang tembakau, tulisan gahar bernada peringatan muncul dalam setiap iklan rokok. “Rokok Membunuhmu,” begitu tegasnya. Ah, betapa kerasnya pemerintah menanggapi kami para perokok yang dianggap sebagai biang rusaknya kesehatan masayarakat. Padahal saya, sebagai perokok yang secara sadar mengkonsumsi barang legal tersebut, tidak pernah merasakan permasalahan dalam soal rokok ini.


Melihat iklan ini membuat saya merenungkan apa yang telah saya dan rokok lakukan selama ini. Sekadar nostalgia kembali mengingat masa-masa saya muda dulu. Pertama kali saya menghisap rokok adalah ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Tentu hal ini dilakukan belum secara sadar. Kalau kata mereka, prilaku ini terjadi akibat indahnya pergaulan.

Ya, memang ketika itu saya masih menjadi orang jahanam. Bagaimana tidak, saya merokok di angkot ketika pulang sekolah, berjejalan dengan siswi-siswi yang berjejalan di kursi 4-6. Entah bagaimana perasaan mereka yang ikut menikmati asap rokok yang saya hisap. Ya, sudah saya katakan sebelumnya, ini adalah masa-masa jahanam saya.

Merokok adalah aktifitas haram yang dilakukan oleh anak dibawah usia 18 tahun, dan itulah yang saya lakukan, tentu sambil sembunyi-sembunyi dari orang tua. Dulu, dengan pola pikir seumur anak sekolah,  saya merokok di jamban sekolah, gudang, dan banyak tempat yang tak terjamah banyak orang. Meski sudah jadi kebutuhan, saya akui, saat itu saya merokok dengan tidak sadar.

Namun, menginjak bangku sekolah menengah atas, bertambahnya usia sebanding dengan bertambahnya pemahaman, juga kesadaran dalam merokok. Meski masih sering merokok di sekolah, tapi ada beberapa hal yang saya sadari dalam melakukan aktifitas ini, salah satunya untuk tidak menganggu orang lain. Karena sama halnya dengan binatang, manusia tentu akan mengamuk jika merasa terganggu.

Semakin dewasa saya semakin menyadari, bahwa kita sebagai rakyat Indonesia dilindungi ketentramannya oleh undang-undang. Mungkin karena itu dibuat pasal 335 UU KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Dan saya juga menyadari, selama ini saya telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan pada orang lain. Bertobatlah saya dari perbuatan keji ini.

Namun, bertobat yang saya maksud ini bukanlah berhenti merokok. Karena sudah saya sebutkan sebelumnya, merokok adalah kebutuhan buat saya. Sama seperti makan dan bersolek pada orang lain. Jangan bedakan rokok dengan kebutuhan pokok, karena sesuatu menjadi kebutuhan karena terbiasa. Sama seperti orang-orang yang selalu butuh nasi meski ada jagung, ubi, juga kentang sebagai sumber karbohidrat. Ingat, ini karena kebiasaan seseorang.

Pertobatan saya yang pertama adalah, saya tidak akan merokok bila disekitar saya ada banyak orang. Dan apabila saya merokok dan anda tidak suka asap rokok saya, tegurlah saya maka saya akan mematikannya. Inilah kesadaran saya sebagai seorang perokok.

Karena, dalam hidup kita tentu diajari etika dalam berhubungan dengan masyarakat. Dan sebagai perokok yang sadar, saya coba beretika ketika merokok dengan tidak mengganggu kalian yang punya hak untuk menghirup udara segar, sebagaimana saya juga punya hak untuk merokok. Tentu indahlah dunia ini bila semua orang sadar akan haknya masing-masing. Saya tetap bisa merokok, dan kalian tetap menghirup udara segar.

Sayangnya, hal ini hanyalah harapan saya dan orang-orang yang sadar. Karena di dunia ini masih lebih banyak orang yang kurang piknik dan perenggut kebahagiaan orang lain. Masih banyak perokok yang merokok disekitar orang banyak, dan masih banyak orang yang sinis memaki orang yang merokok. Mungkin salah satunya adalah menteri kesehatan.

Masih ingat saya ketika dia mengatakan jika perokok tak perlu dapat jaminan kesehatan karena hanya akan menghabiskan anggaran akibat penyakit yang ditimbulkan rokok. Mungkin kebiasaan kurang piknik ini juga yang mengakibatkan munculnya peringatan “rokok membunuhmu” dalam setiap iklan rokok. Dasar orang kurang piknik.

Padahal, selama saya merokok selama ini, saya tak pernah mengalami sakit akibat kebiasaan merokok saya ini. Entah tidak atau belum, setidaknya itulah yang bisa saya nyatakan. Lagipula bila berbicara tentang dampak dari suatu kebiasaan, bukankah makanan sampah yang begitu banyak tersaji dan dikonsumsi juga berdampak hal yang tak baik bagi kesehatan(?). Tapi kenapa hanya rokok yang dipermasalahkan(?).

Ah, mungkin menkes Mboi adalah manusia sempurna yang pendapatnya tak pernah salah. Memang, jika bicara kemungkinan, bisa saja saya mati ketika sedang menghisap rokok. Bisa saja ketika saya merokok, saya ditabrak kendaraan karena saya lalai ketika menyebrang. Atau ketika saya merokok, saya dibacok oleh orang perorang atau perkelompok yang diberi wewenang PP 109 untuk menghentikan aktifitas merokok. Bisa saja terjadi.

Tapi, alangkah lebih indah jika menkes menjadi orang yang tidak kurang piknik. Jika dia lebih memilij memberi edukasi terhadap para perokok, bukan mematikan ruang gerak kebutuhannya, dunia tentu akan lebih indah. Bila ia mengajarkan bagaimana cara merokok yang beretika, mungkin tak akan ada orang yang mati akibat rokok. 

Namun jika tetaplah jika. Jika takkan terealisasi bila tak dilaksanakan. Ah, ini memang hanya impian. Mungkin menkes justru berpikir bahwa rokok adalah barang haram, dan aktifitas merokok adalah hal yang tak beretika. Astaghfirullah, semoga bukan itu yang ada dipikiran menkes Mboi, dan semoga dia segera bertobat untuk tidak lagi melanggar hak saya sebagai perokok. Amin.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar:

  1. iya iya.. bener, kalo nggak mau berhenti ngerokok jangan ngerokok di tempat banyak orang, kasian mereka :D

    BalasHapus