Aditia Purnomo

Jiwa Damkar dalam hubungan “Friendzone”

Leave a Comment


Saat kecil, mungkin kamu memiliki cita-cita mulia, kamu ingin menjadi petugas pemadam kebakaran. Ketika itu, kamu berpikir, pasti keren membawa mobil merah besar dengan sirine yang mengiung kencang, lalu datang menyelamatkan warga yang rumahnya kebakaran. Terlihat seperti pahlawan.

Tapi, mblo, tahukah kamu, cita-cita mulia saat kecil itu masih terbawa dalam pola pikirmu saat ini. Mungkin cita-citamu telah berubah, tapi pola pikir “terlihat keren seperti pahlawan” itulah yang membuatmu masih menjomblo saat ini.

Tak percaya? Coba lihat kehidupanmu, mblo. Ketika kamu menyukai seorang perempuan, kamu selalu terobsesi untuk melakukan segalanya demi dia. Padahal, dia hanya menganggapmu sebagai seorang teman. Ya, teman.

Kamu selalu menghubungi dia ketika senggang, berharap dia akan membalas meski kemudian itu jarang terjadi. Kamu masih berpikir bahwa saat itu dia sibuk, sedang tak bisa diganggu, dan kamu pantang menyerah. Seperti petugas Damkar yang pantang pulang bila api belum padam.

 Jiwa Damkar-mu itu, membuatmu cintamu buta. Kamu gagal melihat, bahwa gebetanmu (kalau layak disebut begitu) hanya menganggapmu sebagai teman. Segala bentuk perhatian padamu, atau lebih tepat tanggapannya atasmu, hanyalah sebuah perasaan tak enak saja. Tak lebih.

Namun, jiwa pantang menyerahmu itu menaikkan tingkat kegeeranmu hingga level dewa. Dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi, kau pongah dan langsung nembak si dia.

Sayang, cintamu bertepuk sebelah tangan. Rasa tak enak hatinya padamu tidak berlanjut pada tahap tak enak hati menolakmu. Dia hanya menganggapmu teman, dan hanya bisa begitu. Kamu pun patah hati.
Setelahnya, kamu masuk dalam fase galau. Kamu pun menghujatnya hanya memberi harapan palsu. Sialnya, meski cintamu bertepuk sebelah tangan, kamu masih saja mengharapkannya.

Tak lama kemudian, si dia menghubungimu. Kamu yang tengah galau berat langsung maknyus, senang tingkat dewa. Dalam pesannya, ia ingin meminta sesuatu darimu.

Dasar jiwa Damkar, seperti mendapat kabar ada kebakaran, kamu langsung pergi menemuinya. Bila didramatisir dalam film televisi, kamu mungkin terlihat seperti menaiki mobil Damkar yang mengeluarkan sirine kencang dan menerobos kemacetan agar bisa segera menyelesaikan panggilan tugas.

Dalam waktu singkat, kamu sampai dilokasi janjianmu dengannya. Dengan penuh harapan, kamu mendatanginya dengan wajah sumringah. Sedang dia, dengan sedikit basa-basi, mengutarakan maksud dan tujuannya padamu. Dia mau minta pertolonganmu untuk membantu penyelesaian skripsinya.

Dan kamu, dasarnya jiwa Damkar, dengan senang hati mengulurkan bantuan kepadanya. Kamu pun kembali dekat dengannya. Merasa punya nilai lebih karena sudah membantunya menyelesaikan skripsi, kamu pun bertekad menyatakan perasaan lagi. Tapi nanti, setelah skripsinya selesai, agar terkesan wah.

Namun, nasib memang belum memihakmu. Sesaat sebelum skripsinya kelar, Ia mengajakmu makan siang, berdua. Kamu pun suringah, kegeeranmu lagi-lagi ada di level dewa. Dia, gebetanmu pun sumringah menemuimu. Dengan begitu gembiranya, ia mengungkapkan bahwa dia baru saja jadian.

Sekali lagi dunia runtuh bagimu. Sumringah tingkat dewamu langsung hilang, dan kamu pamit pulang. Bagusnya, kamu pun belajar dari patah hati ini. Bahwa semangat pantang menyerah Damkar memadamkan kebakaran kadang tidak berguna dalam meluluhkan hati wanita. Dan yang terpernting, kamu harus ingat, Damkar hanya dipanggil saat dibutuhkan! 
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar