Aditia Purnomo

Dilan 1991: Kisah Paling Romantis Pun Dapat Berakhir Dengan Tragis

Leave a Comment
Setelah dibuai kisah PDKT dua anak remaja pada buku pertama, kisah Dilan dan Milea berlanjut cerita indah pada awalnya dan tragis pada akhirnya. Boleh dibilang memang para pembaca Dilan dikejutkan dengan keberadaan buku kedua ini. Apalagi, segala angan indah yang tergambar di buku pertama harus lebur oleh kejadian yang sama sekali di luar dugaan. Tapi ya tetap saja, penuh romantik walau berakhir tengik.
Segala kisah perih pada buku ini dimulai dengan putusan DO yang keluar terhadap Dilan (welcome to the club, dude). Berhubung perkelahian berujung jadian dilakukan pada jam sekolah, serta segala perilaku Dilan yang bukan jagoan tapi petakilan, Dilan dan Anhar dipecat dari sekolah.
Seperti biasa, isi cerita ini didominasi cerita Milea dan pandangannya terhadap kasih sayang dan pergaulan Dilan. Milea sayang Dilan, begitu pun sebaliknya. Tapi rasa sayang dari Milea ini kemudian berubah menjadi sikap yang berlebihan tatkala berurusan dengan aktivitas dan teman-temannya.
Dilan, sang panglima tempur yang takut terhadap pacar ini kemudian dikritik teman-temannya karena terkekang Milea dalam urusan asmara. Jabatan panglima tempur tentu bukan jabatan yang sembarangan, apalagi jabatan ini berada dalam struktur geng motor yang (ceritanya) terkenal di Bandung.
Sikap Milea dan kebimbangan Dilan dalam memilih antara pacar dan teman turut diperburuk dengan kematian seorang teman Dilan karena kasus pembunuhan. Sebenarnya perkara inilah yang  menjadi momentum dari perpisahan mereka. Dilan, sebagai panglima tempur, tentu merasa bersedih serta bertanggungjawab atas nama geng motor dan solidaritas. Sementara itu, Milea semakin paranoid terhadap kehidupan geng motor setelah kematian tersebut.
Mereka akhirnya putus setelah Dilan dan gengnya menyerang kelompok yang dianggap bertanggungjawab atas kematian sang rekan. Dalam pelarian setelah sempat dipenjara dan diusir orangtua, Dilan mendapati keadaan bahwa Ia diputus sang pacar karena solidaritasnya itu. Meski kemudian Milea menyesal dan mencari cara agar bisa berhubungan kembali dengan Dilan, patah hati membawa sang panglima tempur untuk pergi dari kehidupan pujaan hati.
Sebenarnya kualitas cerita dan drama yang dihadirkan di buku kedua ini terlalu biasa sehingga membuat saya, sebagai pembaca Dilan, kecewa terhadap buku ini. Meski harus putus, sebaiknya kisah mereka berdua ditulis dalam drama yang lebih menarik. Bukannya cuma persoalan anak SMA biasa yang begitu-begitu saja.
Penyesalan Milea dan dalamnya patah hati Dilan, menggambarkan sebuah kebodohan hakiki dalam urusan percintaan. Memang gengsi dan cinta itu cuma beda tipis. Tapi sebagai lelaki yang lihai merayu perempuan, saya kira Dilan terlalu lemah karena tidak mau memperjuangkan cintanya.
Memang, di satu sisi kedalaman rasa sayang Dilan terhadap Milea dapat terlihat dari sikapnya yang menjauhi mantan pacarnya yang gagal Ia bahagiakan. Sebagai seorang lelaki, saya paham apa yang dia rasakan. Tapi ya tetap saja, putus karena hal bodoh semacam ini bikin kesel para pembaca.
Sepertinya, satu pelajaran penting yang dapat kita petik dari buku kedua ini adalah: seindah-indahnya kisah cinta yang dituliskan di dalam novel ataupun film, hal tersebut tetaplah fiksi belaka. Karenanya, jangan pernah mempercayai kisah romantik seperti di buku pertama bakal terjadi dalam kehidupanmu. Apalagi setelah buku kedua hadir, kita semua jadi sama-sama tahu bahwa kisah paling romantik pun dapat berakhir dengan tragis.
Pertama terbit di Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar