Aditia Purnomo

Mematikan Gerakan Literasi dengan Menghapus Free Cargo Literacy

Leave a Comment
Perayaan Hari Buku Nasional 2017 merupakan salah satu sebuah kado indah bagi perjuangan pegiat literasi. Di hari itu, pemerintah Republik melalui PT Pos Indonesia, bekerja sama dengan Pustaka Bergerak, menggelar program pengiriman buku gratis dengan tajuk free cargo literacy. Program ini berlaku di tanggal 17 setiap bulannya, dan telah berjalan sekira 18 bulan.
Keberadaan program ini sendiri menjadi anugerah bagi para pegiat literasi. Menggratiskan pengiriman buku sama saja mengurangi beban biaya untuk mendistribusikan donasi buku ke berbagai pelosok nusantara. Betapa sangat terbantunya teman-teman pegiat di ujung nusantara yang bisa mendapatkan kiriman buku dari teman-teman pegiat yang lain. Betapa bahagianya anak-anak yang akhirnya bisa mendapatkan kesempatan untuk membaca.
Askses dan mahalnya biaya distribusi menjadi dua dari sekian persoalan para pegiat literasi di pelosok nusantara. Bagaimana, mereka dan taman bacaannya kekurangan buku dan fasilitas penunjang untuk mengajak anak-anak di tempat mereka gemar membaca. Bagaimana, mereka harus mengeluarkan biaya besar jika ingin mendatangkan buku-buku berkualitas dari pusat kekuasaan di Jawa sini.
Mungkin, hal semacam ini tidak pernah terbayangkan bagi masyarakat. Bagaimana teman-teman pegiat Taman Baca Masyarakat Bina Generasi di Cinangka Serang, Taman Bacaan Cinta Baca Masni di Papua Barat, Komunitas Rumah Relawan Remaja di Aceh, serta beragam TMB dan Rumah Baca lainnya akhirnya bisa mendapat bantuan buku dari masyarakat. Akhirnya, ada juga pihak yang mau memperhatikan kebutuhan banyak taman baca.
Sejauh ini, telah diterbangkan 289 ton buku ke seluruh penjuru nusantara. Dari ujung barat hingga timur Republik ini, dari utara hingga selatan semua akhirnya mendapatkan kesempatan dikirimi buku donasi. Dan hal ini hanya dapat terjadi karena PT Pos Indonesia mau menggratiskan pengiriman donasi buku bagi seluruh simpul Pustaka Bergerak.
Karenanya ketika PT Pos Indonesia mengeluarkan wacana untuk memberhentikan sementara program pengiriman buku gratis ini, seluruh pegiat literasi berteriak. Tidak, jangan, tolong teruskan. Begitu kira-kira suara yang disampaikan para pegiat literasi. Meski kemudian kita sama-sama tahu, PT Pos tidak salah, mengingat beban besar yang telah dikeluarkan selama ini hanya ditanggung mereka sendiri.
Awalnya, beban biaya pengiriman buku gratis ini bakal dibebankan pada beberapa pihak. Bukan hanya PT Pos semata. Sayangnya, hingga hari ini, bantuan terhadap PT Pos tak kunjung datang. Tak pernah ada bahasan dari pemerintah melalui Kementerian BUMN untuk membantu PT Pos agar terus menerbangkan donasi buku ke seluruh pelosok negeri.
Melihat hal ini, tentu saja, saya tidak bisa tidak marah kepada negara. Ternyata, kebijakan yang kiranya datang dari mereka justru dibebankan hanya kepada PT Pos. Tidak pernah ada bantuan, atau subsidi bagi PT Pos. Yang ada hanya pujian dan ucapan selamat, yang tentu saja, ke depannya terbebani hingga membuat buku-buku itu sulit terjangkau ke pelosok negeri.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah jelas harus memberi subsidi melalui alokasi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tanpa melakukan ini, tentu saja PT Pos bakal kesulitan meneruskan program yang amat berharga ini. Atau setidaknya, jika memang pemerintah tidak mau ‘membebani’ APBN dengan alokasi anggaran untuk hal ini, berikan perintah pada Kementerian BUMN agar memberi alokasi dana lebih untuk PT Pos guna melanjutkan pengiriman buku gratis ini.
Apabila tindakan seperti itu tidak dilakukan pemerintah, bisa jadi program Free Cargo Literacy tidak akan dilanjutkan oleh PT Pos Indonesia. Dan jika hal itu terjadi, gerakan literasi yang sepanjang dua tahun ini tumbuh subur mungkin bakal layu karena kurang kiriman buku. Dan jika hal ini terjadi, kita sama-sama tahu siapa yang menjadi dalang bagi upaya untuk mematikan gerakan literasi seperti sekarang.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar