Aditia Purnomo

Menjadi Pembaca yang Baik

Leave a Comment
Dalam sekian banyak diskusi juga obrolan tentang sastra atau literasi, kerap bahasan tentang bagaimana cara menjadi penulis yang baik. Diberikan beragam tips untuk menjadi penulis, dimulai dengan banyak membaca, dan diakhiri dengan bagaimana kualitas tulisan ditentukan oleh seberapa banyak bacaan yang telah kita khatamkan.
Kebanyakan dari kita tentu mengamini hal tersebut. Sembari mangut-mangut, kita menyadari bahwa tak mungkin menjadi penulis yang baik tanpa bisa membaca. Formulanya jelas, bisa membaca dulu baru kita bisa menulis. Menjadi pembaca yang baik dulu, baru kita bisa menulis dengan baik. Persoalannya, seberapa banyak waktu yang kita berikan kepada urusan membaca?
Hidup di zaman perbudakan oleh korporasi, waktu kita sebagian besar dihabiskan untuk bekerja. Sebagian lainnya, dimakan oleh perjalanan pulang pergi ke kantor. Kemudian, sedikit waktu istirahat dan bercengkerama dengan keluarga. Lalu, kapan waktu khusus untuk membaca dialokasikan?
Ini yang menjadi masalah kebanyakan kita hari ini. Memiliki sekian banyak buku, tapi hampir tidak memiliki waktu untuk membacanya. Punya angan dan harapan bisa menulis baik, tapi belum bisa menjadikan diri sendiri sebagai pembaca yang baik. Tapi, apa bisa kita menjadi pembaca yang baik dengan sedikit waktu yang kita punya?
Pada dasarnya, membaca adalah hal yang menyenangkan. Jadi, jangan bebani diri Anda untuk melahap bacaan yang tidak Anda suka. Baca saja buku yang kira-kira dapat menyenangkan diri terlebih dahulu. Kalau sudah terbiasa, barulah buat kesempatan untuk membaca buku-buku lainnya.
Ada baiknya, sebelum memulai ritual membaca, kita membuat kondisi yang senyaman mungkin terlebih dahulu. Buatlah kopi atau the sebagai teman membaca. Boleh juga ditambahkan camilan. Cari tempat yang membuat Anda nyaman ketika membaca. Asal, jangan kemudian lebih banyak caminlan yang Anda habiskan ketimbang halaman yang Anda baca. Atau jangan sampai kenyamanan itu hanya membuat Anda tertidur.
Kemudian, membaca adalah persoalan komitmen. Bagaimana kita mau memaksa diri untuk terus meluangkan sedikit saja waktu untuk aktivitas ini. Tidak perlu memaksa diri untuk membaca puluhan buku dalam satu bulan. Nikmati saja proses membaca (setidaknya) 50 halaman dalam satu hari. Seandainya hal tersebut konsisten dilakukan, setidaknya dalam satu bulan kita bisa menghabiskan 4-5 buku.
Untuk perkara ini, keraslah sedikit pada diri sendiri. Kalau tidak bisa, minta bantuan orang-orang di sekitar kita untuk mengingatkan komitmen membaca ini. Pada urusan ini, satu cara yang saya lakukan adalah dengan membangun satu komunitas yang mampu menjadi pengingat bahwa kita memiliki komitmen untuk menghabiskan setidaknya satu buku per pekan.
Keberadaan lingkungan yang suportif pada aktivitas ini memang menjadi hal penting. Selain mampu menekan Anda untuk menjalankan komitmen membaca, kelompok ini bisa menjadi sarana curah gagasan terkait hal-hal yang baru saja kita baca. Karena, menceritakan apa yang kita baca pada orang lain dapat menjadikan kita benar-benar memahami dan mengingat hal yang kita baca.
Kalaupun tidak memiliki komunitas atau lingkungan yang suportif, ya proses ini juga tetap bisa dilakukan. Cari saja teman yang mau mendengarkan ceritamu, dan curahkan hasil bacaanmu. Yang pasti, dengan berdiskusi seperti ini, kita bakal bisa lebih memahami apa yang kita baca.
Terakhir, setelah melakukan sekian proses tadi, jadikanlah bahan yang telah kalian baca sebagai sebuah tulisan. Dengan menulis, proses curah gagasan juga dapat dilakukan. Hal ini bisa memudahkan kita untuk menstrukturkan gagasan yang telah kita dapatkan dari membaca (baik teks juga konteks), agar nantinya kita bisa menguasai hal yang hendak kita sampaikan tersebut.
Pertama terbit di Baca Tangerang 
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar