Aditia Purnomo

Senja Itu

Leave a Comment


Semua sudah kupersiapkan. Tempat, waktu, mental, dan kehadiranmu. Ya, kita telah membuat janji untuk bertemu di mushola di depan koperasi. Tentu ini bukan pertemuan untuk solat berjamaah, atau untuk mengikuti mentoring dengan anak rohis. Ini janji bertemu berdua, antara kamu dan aku.

Ya, dalam pertemuan ini aku berencana untuk mengungkapkan sesuatu yang sangat penting. Ini adalah tentang perasaan seorang laki-laki terhadap perempuan. Sesuatu yang membuatku mempersiapkan mentalku sedemikian rupa hanya untuk bicara padamu. Ya, aku akan mengatakan cinta kepadamu.

Kita sudah berhubungan dekat selama 2 tahun terakhir. Sedari masuk sekolah, kita aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Karena aktivitas ini, kita jadi sering bertemu dalam kegiatan-kegiatan sekolah. Sebagai pengawas kegiatan, kamu kerap adu mulut denganku. Mulai adu mulut dalam rapat, acara sekolah, sampai sidang tahunan organisasi. Ya, rekan-rekan melihat kita seperti anjing dan kucing.

Namun diluar itu, interaksi kamu dan aku semakin intens. Setiap hari kita selalu bertemu, berbicara, dan tersenyum. Di pagi hari aku selalu duduk menunggumu datang ke sekolah, lalu mengantarmu sampai kelas. Kita tak pernah banyak bicara, hanya berjalan beriringan menuju kelas, dan selalu seperti itu setiap harinya.

Tapi aku tahu, mungkin kamu pun tahu, perasaan kita terhubung. Aku tak tahu kenapa juga bagaimana. Tapi aku tahu itu.  Entah sejak kapan ini terjadi, aku tak mau memusingkannya. Aku hanya mau menerima perasaan ini, dan menjalani semuanya denganmu. Hanya denganmu. Dan aku begitu bahagia ketika aku menjadi orang pertama yang kau hubungi ketika kamu sulit. Kamu langsung mengingat namaku.

Karena itulah aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang seperti ini. Hubungan menggantung diantara kita, hubungan yang tak pasti. Karena itu aku memilih untuk menghadapimu secara langsung, mengatakan perasaan dan isi hatiku. Dan kali ini kupastikan akan berhasil, tak seperti sebelum-sebelumnya.

Ya, aku minta maaf. Seperti yang sudah kukatakan, aku selalu gagap dihadapanmu. Kamu selalu terlihat seperti sesuatu yang tak tersentuh olehku, dan aku selalu diam dihadapmu. Tapi kali ini aku sudah benar-benar mempersiapkan mentalku. Aku akan katakan semuanya padamu besok. Aku janji.

***

Pada hari dan waktu kita berjanji, aku sudah menunggumu. Aku datang 20 menit sebelum waktu kita bertemu. Aku akan mempersiapkan mentalku lagi, begitu pikirku sambil menunggumu datang. Kali ini aku berjanji, takkan melakukan hal bodoh lagi seperti sebelumnya. Tenang saja, kali ini aku siap.

Aku duduk di teras mushola, tempat kita akan bertemu. Aku memilih tempat itu karena itu tempat yang sepi, anak-anak sekolah takkan kemari disaat hari sudah petang seperti ini. Dan aku memilih waktu ini karena kamu memiliki jadwal kegiatan organisasi sampai sore. Waktu yang tepat untuk mencinta.

Sesaat termenung, kamu sudah ada dihadapanku. Deg, jantungku berdebar hanya dengan melihatmu, aku tak tahu apa yang terjadi jika aku nyatakan perasaanku. Tapi aku sudah memutuskan untuk menghadapimu, persetan dengan urusan lain. Dan kamu pun, duh, cantik sekali sore itu. Benar-benar perpaduan yang baik antara senja dan kamu.

“Kamu mau ngomong apa? Nanti kaya dulu-dulu lagi.”

Serangan mendadak, aku harus bisa menghadapinya.

“Nggak kok, aku Cuma mau kasih kejutan buat kamu.” Jawabku sambil tersenyum.

Ia hanya diam. Langsung saja ku genggam tangannya dan membalas dengan serangan kilat.

“Maaf ya kalau selama ini aku sering nganggurin kamu. Dan makasih selama ini kamu udah bersedia nemenin hidup aku. Tapi itu nggak cukup buat aku. Aku memang bukan laki-laki yang selalu mengirimkan pesan cinta ke kamu. Aku juga jarang menanyakan kabar kamu.”

“Tapi aku mau jadi laki-laki yang dampingin hidup kamu. Aku mau jadi laki-laki yang menemani kamu ketika kamu lelah, dan jadi laki-laki yang bisa nenangin kamu yang suka emosian. Kamu mau nggak jadi pacar aku?”

Deg, ini saat yang menentukan. Dia masih diam. Aku nggak tahu apa yang ada di dalam pikirannya, dan aku nggak mau nebak-nebak. Aku mau nunggu dia menjawab isi hatiku. Aku akan terima apapun jawabannya. Dan dia mulai membuka suara.

“Lu ngomong apaan sih! Jangan ngiggo! Bangun lu!”

Deg, aku terbangun. Nafasku tak beraturan. Didepan temanku masih ngomel-ngomel ketika nyawaku belum kembali sepenuhnya. Setelah agak sadar, baru aku tahu dia bicara apa. Begini kira-kira bunyinya.

“Bego, lu ngajakin orang ketemuan malah tidur. Dia ngebangunin lu dari tadi, lu nggak bangun-bangun. Tolol. Orangnya pulang sambil ngamuk-ngamuk noh.”

Dan aku pun hanya terdiam. Termenung melihat senja sambil meratapi perbuatan tolol ini.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar