Aditia Purnomo

Tangerang, Benteng Terakhir Akhlakul Karimah

Leave a Comment




Tahun lalu, tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara yang ada di Surabaya ditutup secara resmi oleh Walikota Tri Rismaharini. Jka anda tak tahu berita ini, kemungkinannya cuma ada dua, pertama anda orang baik-baik yang tidak kenal dunia kelam, kedua anda tidak punya televisi. Ya, ditutupnya Gang Dolly menjadi santapan media nasional yang tak tahu mana berita penting.

Risma dengan berani menutup cerita gemerlapnya Gang Dolly, menutup cerita kelam gang Dolly. Biar bagaimanapun, Indonesia adalah Negara dengan mayoritas penduduk Islam, suka atau tidak, segala kegiatan yang menciptakan dosa harus dihapuskan. Tidak boleh ada pelacuran, tidak boleh ada minuman keras, tiak boleh ada senang-senang.
Meski begitu, Surabaya jelas tak boleh kelewat berbangga. Jauh sebelum Surabaya menutup Dolly, kota Tangerang, dengan motto Akhlakul Karimah telah memberlakukan pelarangan prostitusi sejak 2005. Hampir 10 tahun sebelum Surabaya punya cerita ini.

Jika Surabaya hanya menutup sebuah gang, di Kota Tangerang, semua indikasi yang menjurus pada perbuatan maksiat harus diberantas. Perempuan tak boleh keluar malam, tak boleh bekerja di malam hari. Semua perempuan yang keluar malam hari bakal diberantas Satpol PP, termasuk para buruh yang baru pulang kerja. Ini baru namanya upaya memberantas maksiat.

Begitu anda memasuki semua pintu masuk ke kota Tangerang, anda akan menemukan papan selamat datang bertuliskan “Selamat Datang di Kota Akhlakul Karimah”. Belum lagi anda akan menemukan penanda yang bertuliskan Asmaul Husna. Ini adalah langkah paling kongkret dalam memberantas pernuatan maksiat sejak dalam pikiran.

Lagipula, dua langkah itu sudah dirasa cukup buat memberantas dosa. Ingat, Tuhan bakal memberi azab bagi suatu kaum yang kebanyakan dosa. Dan Tangerang telah menghindarinya dengan memasang papan penanda juga melarang perempuan keluar malam, meski ingin pulang setelah bekerja. Toh dari pada pulang malam-malam dengan ancaman begal yang tinggi, lebih baik menginap di masjid. Maaf, maksudnya di teras masjid, karena pintu masjid dikunci kalau malam hari.

Atau ada alternatif lagi jika tak mau numpang tidur di teras masjid. Datang saja ke Tangerang Culinary Night saja, banyak-banyak keluarin uang disana, agar tidak di tangkap satpol PP. Toh kalau keluarnya bawa uang, itu bisa jadi bukti bahwa anda yang ingin jajan, bukan jadi jajanan. Ingin jajan bukanlah perbuatan maksiat.

Di Tangerang, hanya di Tangerang jika anda ingin keluar malam tanpa dibegal dapat difasilitasi dengan sebuah program wisata. Jika anda ingin malam mingguan tanpa takut disangka maksiat, datanglah ke acara yang diselenggarakan setiap sabtu malam itu. Jika anda keluar rumah selain pada acara itu, resiko anda dibegal semakin besar. Dalam satu program, dua perbuatan maksiat dapat diatasi.

Hanya Tangeranglah, sebuah kota dengan semangat Akhlakul Karimah yang memberantas maksiat dengan program pelarangan keluar malam. Dan Cuma Tangerang yang memfasilitasi anda untuk melanggar praturan tersebut dengan cara mengeluarkan uang untuk jajan pada malam minggu. Sesungguhnya, kota inilah Benteng terakhir sifat Akhlakuk Karimah ditengah modernitas dan kemaksiatan zaman. Sebagaimana stadion Benteng yang kini terbengkalai.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar