Aditia Purnomo

Listrik Mahal Nggak Bikin Miskin, yang Bikin Miskin Cuma Rokok

Leave a Comment
sumber: mojok.co
sumber: mojok.co
Saya nggak lagi mau bahas rokok. Meski diberi mandat oleh rakjat untuk jadi ketua Komunitas Kretek, tulisan kali ini nggak mau bahas (banyak-banyak) perkara rokok. Urusan itu biarlah kita selesaikan di situs komunitaskretek.or.id yang nggak terkenal-terkenal amat itu. Kali ini marilah kita bahas perkara yang lebih penting buat rakyat Indonesia: listrik.

Saya secara nggak punya dendam pribadi sama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau ketuanya, Tulus Abadi. Buat saya mereka adalah pejuang, entah secara sukarela ataupun karena memang profesi. Cuma ya kesel aja baca berita yang nyebut Ketua YLKI itu bilang listrik naik nggak bikin banyak masalah dalam urusan kemiskinan.

Saya nggak tahu apa isi kepala belio yang sebegitu bencinya sama rokok. Tapi ya nggak soal juga belio nggak seneng sama rokok. Itu hak dan kewajiban YLKI sebagai sebuah lembaga perlindungan konsumen. Yang jadi masalah, belio sama lembaganya itu nggak banyak ngelakuin apa-apa ketika harga listrik naik tinggi.

Oke, sebagian orang nggak senang dengan kata-kata listrik naik. Karena memang yang dijadikan dalih adalah SUBSIDI LISTRIK DICABUT. Tapi kan efek dari subsidi dicabut, harga yang dibayar masyarakat buat listrik jadi melonjak. Entu yang orang kata listrik naik, tong.

Ini emang perkara politik bahasa rezim berkuasa. Penggusuran dikata relokasi, penertiban, atau normalisasi. Eksploitasi alam dikata pembangunan. Aksi demonstrasi dikata aksi makar. Korupsi dikata oli pembangunan. Yaelah, korupsi mah korupsi aje. Kagak usah banyak alesan.

Perkara kenaikan harga BBM atau tarif dasar listrik ini jugalah yang dikata pencabutan subsidi. Padahal ya karena masyarakat banyak terbebani itu makanya mereka perlu dikasih subsidi. Kagak percaya, coba aja ente lihat tetangga sebelah.

Rumah tangga yang pakai listrik 900VA emang nggak dianggap miskin. Tapi bukan berarti bayar listrik jadi DUA KALI LIPAT dari awal tahun sampai Juni ini nggak jadi persoalan buat mereka. Kalau nggak jadi persoalan sih nggak bakal orang-orang pada bikin status atau tweet yang ngeluhin harga listrik makin mahal. Artinya, kenaikan ini jadi masalah besar juga buat sebagian besar masyarakat.

Lagian banyak masyarakat menengah ke bawah pakai listrik 900VA juga gegara yang 450VA udah kagak disediain PLN. Lah, kosan aing dulu aje yang luasnya sepetak cuma 2 x 3 meter kudu pake listrik 900VA. Padahal mah listrik kepake cuma buat lampu, kipas angin, ama chargeran doang. Boro-boro pakai kulkas atau mesin cuci, buat tidur berempat aje udah kagak muat.

Nah saat ini saya menempati rumah yang listriknya dijatah 1.300VA. Setiap bulan pengeluaran kami untuk listrik hampir 400 ribu. Sekarang pas naik, beli voucher listrik 100 rebu yang biasa kepake seminggu cuma cukup buat empat sampe lima hari. Sebulan bisa 600 rebu duit keluar buat bayar listrik.

Okelah, pengeluaran segitu ngga seberapa besar buat aing. Toh setiap bulan aing bisa beli action figure sampai angka jutaan. Yaelah, tong. Buat orang-orang yang lumayan mampu mah selo aja perkara ginian. Tapi ini bukan perkara buat aing dan kelompok kelas menengah doang, kan?

Coba tengok tetangga atau teman kalian yang biasanya voucher listrik 50 ribu cukup untuk sekitar dua minggu, sekarang cuma abis seminggu. Bayangin itu duit yang biasanya bisa dipake buat beli daging yang jarang-jarang mereka makan. Belum lagi keluhan-keluhan yang mereka sampaikan di media sosial. Apa itu nggak ganggu nurani ente, Lus?

Beli rokok emang makin hari makin mahal. Lah kan ente juga yang nyuruh harga rokok naek terus. Tapi suka kagak suka, rokok jadi penambah semangat rakyat buat nyari duit. Ya semacam hiburan di tengah kerasnya kehidupanlah. Semacam rekreasi ke Disneyland yang nyaris mustahil mereka lakukan.


Beban berat yang mereka tanggung akibat kenaikan listrik ini mungkin nggak lantas bikin mereka miskin. Tapi ini jelas dan pasti bikin mereka stres dan pusing. Sebagai pimpinan lembaga perlindungan konsumen harusnya ente dan YLKI bertindak tegas terkait persoalan ini. Jangan cuma tegas di isu rokok doang, giliran urusan listrik atau hal lain yang lebih penting kalian bahas, kalian diem dan nggak banyak peduli. Giliran isu-isu yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak, YLKI melempem. Yaelah, tong.

Pertama kali terbit di Mojok
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar