Aditia Purnomo

Ketika Para Babi Memimpin Revolusi

Leave a Comment
Semua ini terjadi karena ulah si tua bangka Major. Jika saja Ia tak pernah bermimpi tentang sirnanya manusia dari muka bumi, dan tak pernah Ia berujar soal binatang yang menjalankan roda dunia, semua binatang tidak bakal mengalami hidup sulit di bawah penindasan para babi.
Seandainya tak pernah si tua bangka Major itu menceritakan mimpi dan harapannya agar para binatang bisa memiliki hak yang sama dengan manusia, bisa jadi babi kader muda teladan Snowball dan Napoleon tak bakal memimpin revolusi dadakan para binatang. Bila semua ini tidak terjadi, mungkin para binatang tidak bakal hidup tertindas di bawah kekuasaan binatang yang lain, dalam hal ini para babi.
Begitulah kiranya jika revolusi dipimpin para babi. Setelah perjuangan dimenangkan, kekuasaan didapatkan, tinggal mencari cara agar bisa mengeruk keuntungan dan mempertahankan kekuasaan. Kalau ada teman babi yang melawan, ya singkirkan. Caranya, mudah. Bangun saja pemerintahan yang militeristik. Tak suka, bunuh. Tak senang, bantai. Selesai.
Kebebasan yang diraih para binatang dari keberhasilan revolusi hanya sesaat saja mereka rasakan. Impian agar hidup bahagia tanpa kerja yang dipaksa pun sirna karena kerasnya tangan besi babi Napoleon. Semua harus kerja-kerja-kerja, menjalankan roda produksi agar peternakan yang berhasil direbut para binatang dari tangan manusia ini mendapatkan untung buat kesenangan para babi.
Kisah para binatang dalam Novel monumental George Orwell ini mengingatkan saya pada matakuliah pengantar ilmu politik saat masih kuliah dulu. Dengan pendekatan yang otoriter, rezim yang berkuasa dapat mempertahankan stabilitas pemerintahan serta membuat kekuasaannya langgeng. Alamak, jadi ingat zaman orde baru dulu.
Boleh dibilang Binatangisme ini adalah karangan terbaik dari Orwell. Meski namanya melambung melalui 1984, tetap saja tak ada kisah satir sebaik ini dari semua buku yang pernah saya baca. Lagipula, novel tak tebal ini berhasil memukau saya sedari awal hingga akhir tanpa bosan sedikit acan.
Banyak orang bersepakat kalau Orwell tengah menceritakan kisah yang terjadi di Soviet. Setelah sukses melakoni Revolusi Oktober, Soviet tak pernah benar-benar menjadi negara yang menjunjung kebebasan rakyatnya. Apalagi rezim komunis Stalin dianggap tidak mengenal yang namanya kemanusiaan. Satu hal penting yang perlu dimiliki penguasa bila ingin menyejahterakan rakyatnya.
Di Indonesia, Binatangisme telah diterbitkan dalam beberapa edisi. Yang saya ingat, ada dua judul yang dipakai untuk karya terjemahannya. Pertama Animal Farm terjemahan Bakdi Soemanto yang diterbitkan Bentang. Kedua, dan yang saya miliki, tentu saja terjemahan dari si jenaka Mahbub Junaidi yang kebetulan diterbitkan ulang oleh Gading.
Hal paling mendasar yang membedakan kedua terjemahan ini adalah keberanian Mahbub untuk menerjemahkan karya Orwell ini dengan ‘tidak taat’. Mahbub, dengan berani menambahkan beberapa kata yang tidak hadir di buku dalam Bahasa Inggris. Contoh yang paling mudah, tentu saja penambahan kalimat “Bibirnya mencong, setitik ingus melekat di lubang hidungnya” pada paragraf pembuka buku ini.
Hal semacam ini memang menimbulkan perdebatan oleh beberapa pihak. Meski ya menurut saya, itu tidak penting-penting amat mengingat Mahbub tetap berhasil menyampaikan isi Binatangisme-nya Orwell dalam bahasa yang memukau. Saking memukaunya, saya hanya membutuhkan waktu 3 jam untuk menyelesaikan buku ini dalam satu kali baca. Habis dalam sekali lahap.
Ketika membaca buku ini, saya melakukan dua hal di hampir seluruh aktivitas membaca. Yang pertama, tentu saja tertawa. Kejenakaan tampak nyata dalam buku ini. Kedua, tentu saja, memaki. Entah mengucap babi atau anjing, seperti dua pelakon utama sistem otoritarian Peternakan Binatang. Semua maki itu terucap karena memang ini adalah sebuah buku bajingan yang memukau.
Dan yang paling penting, buku ini mengingatkan kita akan bahaya pendekatan kekuasaan otoriter dengan cara yang paling jenaka. Penggunaan kekuatan militer untuk membungkam upaya perlawanan, kebohongan yang melulu ditampilkan hingga rakyat bingung mana yang nyata mana yang palsu, dan betapa serakahnya rezim yang berkuasa dengan model seperti ini. Dan memang hal macam itulah yang bakal kita dapatkan jika kita membiarkan para babi yang memimpin revolusi.
Judul                           : Animal Farm
Penulis                        : George Orwell
Penerjemah               : Mahbub Junaidi
Jumlah halaman      : ix + 153 hlm
Penerbit                     : Gading
Cetakan                      : II, Mei 2017
ISBN                           : 978-602-0809-31-1

Terbit pertama di Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar