Aditia Purnomo

Malam Puisi: Ruang Berekspresi Tanpa Penghakiman

Leave a Comment
Setiap orang pasti pernah membuat puisi. Entah itu puisi tentang cinta atau yang lain. Entah dibuat ketika galau patah hati atau hal yang lain. Karena itulah, puisi menjadi hal yang amat dekat dengan masyarakat.
Sayangnya, kebanyakan masyarakat menjadi takut akan puisi. Bukan karena orang yang membuat puisi bakal dihilangkan seperti Wiji Thukul tentu saja. Tapi hal itu muncul ketika orang-orang yang melihat kita berpuisi memberikan ‘penghakiman’ yang membuat kita takut untuk kembali membacakan puisi.
“Saat kita di sekolah dulu, ketika kita diminta guru untuk maju membacakan puisi, dan teman-teman memberikan sorakan ‘ciye’ pada kita hingga kita malu dan takut untuk kembali bersentuhan dengan puisi,” tutur Bentara Bumi, salah satu penggagas kelompok bernama Malam Puisi.
Untuk menciptakan panggung yang bebas penghakiman, kira-kira seperti itulah harapan saat Bumi dan rekannya Putu Aditya tatkala membentuk Malam Puisi. Selama ini, panggung untuk puisi memiliki banyak ‘regulasi’ yang merepotkan. Karena itulah Malam Puisi diupayakan untuk menjadi satu ruang yang bebas aturan dan yang terpenting, bebas ‘ciye’. “Lu mau baca puisi cinta atau apa ya terserah aja,” ujarnya tatkala ditemui di Festival Media Tangsel awal November lalu.
Berawal dari sebuah keinginan untuk membuat panggung yang menyediakan ruang bagi pencinta puisi, Malam Puisi telah berkembang hingga titik yang tak pernah mereka kira. Tatkala menginisiasi panggung pertama, mereka mengajak teman-teman juga orang lain untuk hadir dan ikut berpuisi di sana. Tak disangka, atensi publik melebihi ekspektasi mereka dan membuat Malam Puisi berkembang menjadi satu agenda yang cukup besar di Indonesia.
Kini, kurang lebih telah hadir acara dengan tagar Malam Puisi di puluhan kota seperti Surabaya, Depok, Jakarta, juga Batam. Hadirnya Malam Puisi di berbagai daerah tidak pernah rencanakan atau inisiasi, namun memang ada orang-orang di banyak kota yang meminta izin agar acara serupa digelar di tempat mereka. Ini menjadi satu hal yang betul-betul tak pernah mereka kira.
Awalnya, hanya ada dua penggagas yang aktif mengurus Malam Puisi. Namun karena Malam Puisi telah hadir di banyak kota, mereka kemudian membentuk sebuah badan bernama penyelia. Tugas utama penyelia adalah melakukan supervisi kepada Malam Puisi di berbagai kota meski akhirnya penyelia tidak terlalu aktif karena masing-masing orangnya punya kesibukan sendiri.
Meski para penggagasnya mulai tidak banyak aktif, tapi kelompok ini tetap berjalan dengan pesat. Setiap daerah telah memiliki agenda dan programnya masing-masing. Seperti di Depok yang menerbitkan Antologi, atau Jakarta tengah merencanakan Malam Puisi Istana sembari menunggu konfirmasi Presiden.
Walau telah berkembang dengan pesat, Malam Puisi menurut Bumi tetaplah satu kelompok kecil yang tak pernah diniatkan untuk menjadi besar. Karena memang hal-hal yang ingin dihadirkan oleh kelompok ini bukanlah kebesaran atau menjadi terkenal. Sesuai dengan tujuan awalnya, Malam Puisi hanya berharap bisa tetap membawa kebahagiaan dan kepuasan setelah mereka berpuisi di panggung tanpa penghakiman tersebut.
Pertama terbit untuk Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar