Aditia Purnomo

Ketika Negara Berangus Hoax Dengan Membatasi Akses Informasi

Leave a Comment


Kerusuhan yang terjadi sebagai bagian dari aksi penolakan hasil pemilu sudah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan. Bukan hanya perkara kekerasan yang terjadi di lapangan, baik yang dilakukan oleh aparat atau massa aksi, tetapi juga dampak terhadap banyak masyarakat lainnya. Terutama, dampak atas akses informasi masyarakat yang ‘dibatasi’ negara demi menghadang hoax terkait peristiwa tadi.

Kebijakan ini diambil oleh Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto sebagai langkah paling mudah yang bisa dilakukan pemerintah. Katanya sih, dalam tiga hari ke depan akses internet bakal dibatasi demi meminimalisir persebaran hoax. Dengar-dengar sih, hal ini dilakukan agar kerusuhan tidak meluas dan masyarakat mampu bersikap tenang menghadapi kelompok yang bikin repot ini.

Kalau mau dibaca sederhana, mungkin langkah ini bisa dianggap sebagai solusi bijak pemerintah. Daripada terjadi pertumpahan darah, lebih baik batasi akses informasi sementara hingga keadaan kondusif. Namun, kalau mau benar-benar jujur, langkah ini sebenarnya hanya alasan pemerintah karena malas memikirkan cara yang lebih efektif untuk menghadapi permasalahan tadi.

Satu hal yang harus dipahami, pembatasan terhadap akses informasi harus dimaknai sebagai kemunduran dalam demokrasi. Apapun alasan dan tujuannya, pembatasan persebaran informasi berseberangan dengan semangat demokrasi dan reformasi yang dulu diperjuangkan. Apalagi, pembatasan informasi yang kini dilakukan hanya karena kerusuhan akibat buruknya cara berpolitik masyarakat.

Bahwa kekerasan dan kerusuhan yang terjadi harus segera dihentikan, saya sepakat. Hal-hal yang terjadi ini tidak boleh ditolerir karena memang bukan sebuah perilaku yang mampu diterima masyarakat. Namun, sekali lagi, membatasi akses internet dan informasi karena hal ini juga bukan solusi yang tepat.

Karena pembatasan ini, ada banyak kawan-kawan saya yang berjualan dan mengandalkan internet tidak berhasil menjual dagangannya. Banyak juga kawan-kawan yang kesulitan bekerja karena terbatasinya akses internet. Di titik ini, ketidaknyamanan dan gangguan dirasakan oleh masyarakat karena kegagalan pemerintah mengatasi hoax.

Harusnya, sudah sedari dulu negara memberikan perhatian lebih pada hoax. Jangan karena kerusuhan terjadi barulah negara panik dan membuat kebijakan yang tidak tepat sasaran. Sekali lagi, mungkin niatnya baik agar kerusuhan dan kepanikan tidak menyebar. Hanya saja, kebijakan yang macam begini bakal menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Sudah dianggap tidak benar dan dzolim oleh mereka yang membuat kerusuhan, dikeluhkan juga oleh kebanyakan masyarakat lain yang membutuhkan akses informasi dan internet untuk menjalani hidupnya.

Di posisi ini, harusnya sedari dulu pemerintah menggalakkan pemberantasan hoax dengan meningkatkan kapasitas literasi digital masyarakat. Memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah mempercayai sebuah kabar yang beredar, dan mengajak masyarakat untuk sama-sama memberantas hoax.

Sebenarnya, pembatasan akses internet yang dilakukan ini adalah tindakan yang hampir sia-sia. Ada banyak aplikasi pihak ketiga yang memberikan Virtual Private Network dari negara lain agar kita bisa membuka pembatasan akses tersebut. Foto-foto, video, dan banyak hal yang dikhawatirkan membuat kepanikan juga masih bersebaran di media sosial. Malah, Wakil Ketua DPR kita yang terhornat dengan asyik justru terlibat dalam penyebaran informasi (saya yakin itu hoax) yang berpotensi menimbulkan hoax.

Asal tahu saja, ketakutan akan terjadinya gelombang kerusuhan seperti tahun 1999 tidak bakal 
terwujud. Sejauh pengalaman saya terkait aksi dan massa, kelompok pembuat ricuh tidak mendapatkan dukungan dari elemen lain seperti mahasiswa atau masyarakat. Jadi, terlalu jauh membayangkan bakal terjadi Kerusuhan Mei jilid 2 sebesar apapun massa yang dimobilisasi untuk membuat kerusuhan.

Walau, tetap saja, peristiwa ini patut dikhwatirkan bakal mengulang sesuatu yang buruk di masa lalu. Apa itu, tentu saja upaya pemberangusan informasi oleh negara. Ingat, dengan legitimasi kerusuhan yang dibuat-buat ini justru membuat pemerintah memiliki dalih untuk membatasi akses informasi. Dan hal ini, ke depannya, dapat terulang lagi selama pemerintah memiliki dalih “menjaga keamanan dan ketertiban negara’.

Kalau sudah begini, tidak berguna kalian berkoar-kora seperti apa. Karena, ke depannya kita bakal kembali ke zaman dimana informasi dipilah-pilah mana yang baik dan patut diberikan ke masyarakat. Jika tidak, bahkan dalam arti tidak menguntungkan pemerintah, ya jangan diberikan ke masyarakat. Batasi akses informasi dan internet, seperti yang hari ini dilakukan pemerintah.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar