Aditia Purnomo

Betapa Brengsek dan Congkaknya Sikap Gramedia

Leave a Comment
Saya sudah lama mendengar tentang kelakuan tidak menyenangkan dari gramedia Grup. Setidaknya, dari kabar-kabar yang tidak mengenakkan. Masih teringat dalam benak kala Toko Buku gramedia, memilih untuk menarik buku-buku berbau ‘kiri’ tatkala isu soal komunisme kembali memanas 2016 silam. Sebagai toko buku ‘besar’, mereka memilih takluk pada tekanan kelompok intoleran karena upaya sweeping buku-buku kiri terjadi.
Salahkah bila hal tadi dilakukan? Tentu saja sepenuhnya tidak salah, bagi mereka. Namun bagi kami para pecinta buku, menarik buku karena ketakutan akan kelompok intoleran cuma jadi bahan bakar agar perilaku intoleran tersebut terus berkembang. Apalagi ketakutan ini justru ditampilkan oleh sebuah toko buku yang diklaim paling besar se-Indonesia.
Sialnya, perilaku memuakkan dari kelompok usaha ini tidak berhenti sampai di sana. Saya juga masih ingat soal ditolaknya beberapa buku oleh toko buku tersebut lantaran mengusung tema-tema berbau kiri. Entah seberapa takutnya kelompok besar bernyali kecil ini, tapi setidaknya ada 3 buku terbitan Marjin Kiri yang pernah ditolak gramedia untuk dijual di toko mereka. Sejauh ingatan saya menggali sih begitu.
Apakah sudah selesai, tentu saja belum. Salah satu hal paling mengesalkan dari gramedia adalah besarnya marjin keuntungan yang didapat oleh toko buku tersebut. Dari setiap buku yang terjual, gramedia selaku pihak yang menjual meminta ‘upeti’ 55% dari harga buku tersebut. Artinya, penerbit hanya mendapat sisa 45% yang itupun masih terbagi untuk royalti penulis dan biaya produksi.
Sebagai pemilik lapak mungkin gramedia memiliki kuasa berlebih untuk menentukan tarif tersebut. Namun, rasa jengah dan muak membuat banyak penerbit memilih menjual bukunya di lapak daring yang kini menjamur. Para penerbit dan pegiat buku seakan ingin membuktikan bahwa, pasar buku dapat tercipta meski tanpa gramedia.
Memang harus diakui bahwa gramedia sebagai sebuah merek, entah itu toko buku ataupun penerbitan, adalah nama besar yang dipercaya pasar. Karenanya, meski saya sendiri mendukung niatan teman-teman pegiat buku dengan upaya membeli buku di lapak daring saja, tapi tetap saja saya masih datang ke gramedia untuk beli buku di sana. Alasannya sederhana, tempat ini memiliki koleksi buku yang banyak dan sebagai konsumen saya tidak punya alasan untuk tidak beli buku di sana.
Namun kali ini, setelah satu yang langsung berkaitan dengan saya, agaknya kepercayaan konsumen (terutama saya) pada Gramedia bakal jauh berkurang. Atau bisa jadi malah hilang sama sekali.
Semua bermula dari ajang Hari Belanja ‘Online’ Nasional yang diikuti hampir semua toko daring yang ada di Indonesia. Gramedia melalui lini daringnya, gramediadotcom memberikan promo dan diskon yang membuat banyak orang tertarik. Diskon 50% untuk semua buku dan ongkos kirim gratis se-Indonesia. Sebuah promo yang tidak mungkin terlewat bagi konsumen-konsumen macam saya.
Sialnya, kami para konsumen sama sekali tidak tahu bahwa gramedia tidak siap dengan promonya sendiri. Terjebak diskon semacam itu, saya membeli 42 buku dengan total harga Rp 1.361.350. Senang, saat itu tentu saja. Apalagi sebagian besar buku itu bakal saya gunakan untuk lapak baca gratis dari Komunitas Baca Tangerang. Menambah stok buku komunitas adalah hal utama yang tengah saya pikirkan kala itu. Dan dapat diskonan semacam ini tentu saja sangat membahagiakan.
Sayang, saya benar-benar tidak tahu kalau gramedia tidak mampu bertanggungjawab atas promo yang mereka keluarkan sendiri. Hingga lewat satu bulan dari tanggal 12 Desember, jumlah buku yang baru saya terima hanya berjumlah 4 buah. Beberapa hari berselang, bertambah menjadi 16 buah. Dan kini total baru 20an buah buku saya terima dengan cara bertahap.
Sebenarnya keterlambatan pengiriman karena dalih Harbolnas masih bisa saya terima. Saya tidak banyak melakukan protes meski keterlambatan pengiriman benar-benar masuk dalam kategori tidak profesional. Saya masih berbaik sangka bahwa gramedia memang kerepotan mengurus banyaknya orderan.
Namun semua mulai tampak mengesalkan setelah beberapa teman mendapat kabar kalau pesanan mereka dibatalkan sepihak oleh pihak gramediadotcom. Di media sosial, ramai tangkapan layar surel kiriman gramedia yang memuat permohonan maaf dan pembatalan sepihak tadi. Alasannya tentu saja tidak bisa saya terima, cuma karena kelebihan orderan hingga 400 kali lebih banyak, kelompok sebesar gramedia membatalkan semua pesanan pelanggannya.
Memang ada ganti rugi berupa pengembalian dana dan voucher dengan nilai yang sama dari gramedia buat para pelanggannya. Tapi ganti rugi yang semacam itu tentu tidak saya inginkan. Saya lebih membutuhkan buku-buku yang saya pesan daripada ganti rugi yang tidak menghilangkan kerugian saya dari perilaku gramedia mengurus pesanan Harbolnas saya.
Jangan dikira urusan ganti rugi selesai dengan bayar-bayar yang semacam itu. Kerugian para pelanggan bukan cuma soal uang yang mereka keluarkan, tapi juga kesabaran dan emosi terhadap sikap dan pelayanan kalian. Enak saja minta maaf dan ganti rugi, kami tidak butuh maaf. Yang kami butuhkan adalah buku-buku yang kami pesan bisa sampai ke alamat kami.
Jika gramedia pikir ganti rugi berupa pengembalian dana dan voucher bakal memuaskan hak pelanggan, maka mereka salah besar. Hal konsumen tidak serendah itu. Apalagi gramedia telah melanggar martabat banyak konsumennya dengan alasan-alasan tidak masuk akal terkait pengiriman yang terlambat hingga pembatalan pesanan ini.
Awalnya, ada klarifikasi dari gramedia bahwa keterlambatan pengiriman dikarenakan pihak ekspedisi pengiriman tidak mampu menjalankan kerjanya dengan baik. Hal ini dipublikasi oleh banyak media, dan okelah saya masih menerima alasan itu. Namun setelah membaca surel pembatalan pesananan, akhirnya gramedia mengakui bahwa merekalah pihak yang tidak mampu mengurusi semua pesanan tadi. Merekalah yang gagal memenuhi hak konsumen dan cuma cari alasan saja ketika menyalahkan pihak ekspedisi.
Mungkin gramedia berpikir bahwa nama besar dan ganti rugi bisa menyelesaikan masalah. Tapi pikiran semacam itu tentu saja salah karena, bagi saya, ganti rugi yang semacam tadi sama sekali tidak mengganti kerugian yang telah saya alami. Jika mereka benar-benar mau mengganti kerugian saya dengan uang, saya minta setidaknya nilainya dikalikan 40, seperti lamanya hari saya bersabar menunggu buku dari mereka. Dan saya tetap memilih buku yang saya pesan harus dikirimkan pihak gramedia ke alamat rumah saya.
Begitulah kiranya jika kelompok usaha dengan nama besar berurusan dengan publik. Tampil kecongkakan mereka dengan anggapan semua konsumen bisa terima pernyataan maaf dan ganti rugi yang cuma segitu. Saya kira sikap brengsek macam begini, apalagi itu ditampilkan oleh kelompok besar seperti mereka, sudah bisa kita jadikan alasan untuk tidak lagi mempercayai gramedia dan anak turunannya.
Terbit pertama untuk Baca Tangerang
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar