Selamat, Pak. Akhirnya Bapak punya mantu juga. Tentu Bapak
berbahagia mendapatkan mantu secantik itu. Dan beruntung sekali anak Bapak yang
kurang senyum itu bisa memperistri seorang mantan putri solo. Agus Mulyadi yang
sangat murah senyum saja masih menjomblo.
Untuk itu rehatlah sejenak, Pak. Di hari yang berbahagia ini
jangan terlalu banyak pikiran. Apalagi sampai bawa kerjaan ke rumah. Bisa nggak
fokus, Pak. Kalau cuma salah sebut tempat lahir bung Karno sih mending. Nah
kalau salah tanda tangan berkas negara, bukan cuma dibuli, Pak. Bisa ditangkap
KPK juga.
Karena itu saya sarankan Bapak sejenak melupakan rutinitas
kenegaraan. Toh kalau sejenak lupanya nggak bakal Bapak turun dari kekuasaan.
Kalau pun dipermasalahkan, paling sama orang-orang yang menolak lupa itu.
Biarkan saja orang-orang itu yang lakukan rutinitas kamisan
di depan istana negara. Toh sudah 399 kamisan mereka nggak dapat tanggapan.
Kalau cuma nambah 1 jadi 400 kan nggak jadi soal.
Lagian ngapain sih nginget-nginget
masa lalu. Yang lalu mah biarlah berlalu. Jangan kayak orang susah move on
deh. Nanti kelamaan jomblo gara-gara kepikiran sama mantan terus. Toh
pelanggaraan HAM masa lalu bukan kesalahan Bapak. Kenapa harus merasa
bertanggung jawab. Kesalahan Bapak mah cuma salah sebut tempat lahir Bung Karno
sama salah tanda tangan saja.
Ya itu pun wajar. Yang nggak pernah salah itu kan cuma
perempuan. Dan yang selalu benar cuma cinta. Sama Tuhan deh, takut didemo sama
pendukung khilafah.
Jadi, Pak, jangan kebanyakan mikirin susahnya jadi korban.
Toh anggota keluarga Bapak nggak ada yang hilang atau dilanggar haknya.
Mentok-mentok juga ditolak aja pas nembak. Mendingan pikirin masa depan aja,
Pak. Jangan terjebak masa lalu seperti romantisme jalan sama mantan. Ya,
minimal pikirin gimana caranya agar nilai tukar rupiah nggak semakin terpuruk.
Perkara nasib mereka yang tidak tahu kejelasan keluarganya
yang dihilangkan nanti saja diurusnya. Apalagi perkara pembantaian massal 65,
terlalu lampau untuk diurus. Lagian kalau Bapak mau ngelarin soal itu, nggak
bakal direstuin sama orang-orang deket Bapak. Wong mereka diduga terlibat,
nanti malah kena getahnya.
Bapak kan tahu susahnya kerja kalau nggak direstui elit
politik. Meski nggak sesulit saya menaklukan hati calon mertua. Apalagi kalau
sampai ngambek, lebih susah daripada meredakan meweknya bu megawati, Pak.
Tapi, Pak, satu pesan saya. Apa yang dilakukan oleh mereka
yang menolak lupa itu serius. Bahkan lebih serius dari niat anak Bapak membina
rumah tangga. Ini bukan seperti dagelan yang dilakukan parlemen atau kabinet,
berdiri di depan istana sebanyak 400 kali tidak pernah mencandai keadaan.
Perjuangan tidak sebercanda itu, Pak.
0 komentar:
Posting Komentar