Sejak motor saya bermasalah
tiga pekan lalu, perkara mobilitas saya yang agak tinggi saya serahkan
sepenuhnya pada angkutan umum. Kalau ke jakarta ya naik kereta, kalau nggak
terlalu jauh ya naik ojek onlen. Nah, berhubung cukup sering naik gojek,
grabbike, dan uber motor saya jadi agak sedikit paham persoalan-persoalan yang
dihadapi para pengemudi ojek onlen ini.
Gojek misalnya, beberapa waktu belakangan para pengemudinya
mulai mengeluhkan orderan yang tidak seramai dulu. Jika dulu-dulu mengejar
target bonus seratus ribu sehari masih bisa dijangkau, belakangan semakin sulit
malah seperti tidak terjangkau. Ya jangankan ngejar bonus, sehari bisa dapat 10
pantat saja sudah patut disyukuri.
Menurut para pengemudinya, persaingan ojek onlen semakin
ketat. Selain karena semakin banyaknya pengemudi, baik di gojek ataupun yang
lain, mereka diharuskan bersaing dengan tarif tetangga yang lebih murah.
Misalkan, tarif dari kosan saya ke RS Siloam Karawaci adalah 16 ribu rupiah dengan hitungan 5 km. Jika saya menggunakan grabbike hanya 10
ribu rupiah. Tentu selisih harga semakin bertambah seiring bertambahnya jarak.
Uber motor malah lebih gila lagi. Mereka memberi tarif
seribu rupiah perkilometer ditambah waktu tempuh perjalanan. Ongkos yang harus
saya bayar hanya 9 ribu rupiah. Inilah yang membuat persaingan lebih ketat
(juga pendapatan yang lebih sedikit).
Kebetulan teman kos saya adalah pengemudi gojek. Dia baru
tiga minggu bergabung di sana. Kira-kira setelah dia jadi pengemudi gojek,
kemudian motor saya jadi rusak. Kenapa bisa begitu? Saya juga nggak tahu.
Balik lagi ke persoalan gojek. Dalam sehari rekor pantat
(isitilah pengemudi untuk menyebut penumpang) terbanyak yang Ia bawa adalah 8.
Kebanyakan hanya dapat lima, pernah cuma dapat dua. Pemasukan yang didapat
paling banyak ya 120 ribu, paling sedikit ya 20 ribu. Itu dalam kondisi sebelum
aplikasi gojekdriver diperbarui oleh perusahaan.
Dan jumat malam, teman saya ini mendapat pemberitahuan soal
aplikasi versi terbaru dan tarif penumpang terbaru. Saya sebenarnya mencuri
dengar obrolan antara teman saya itu dan pengemudi lainnya, tapi karena nggak
terlalu memperhatikan jadi akan saya jelaskan dengan asumsi dan kira-kira yang
seperti ini.
Tarif yang dikenakan gojek untuk penumpangnya menjadi 2 ribu
rupiah perkilometer. Artinya, ongkos perjalanan ke RS yang tadinya 16 ribu
menjadi cuma 8 ribu. Itu di jam santai. Kalau di jam sibuk tarifnya 3500 rupiah
perkilometer.
Hal ini, buat para pengemudi gojek jelas merugikan mereka.
Dengan tarif begini perjalanan dari kosan ke sitanala yang biasanya dibayar
dengan besaran 20 ribu kini hanya dibayar dengan angka 9 ribu rupiah. Angka ini
jelas tidak masuk akal (menurut saya) jika kita melihat beban bensin, pulsa,
dan tenaga yang harus dikeluarkan pengemudi. Itu pun belum ditambah biaya retribusi buat perusahaan yang sebesar 20% itu. Jadi, berapa pendapatan bersih pengemudi dari uang 2 ribu ripiah perkilometer itu jika sudah dipotong ini itu?
Kemudian, kebijakan ini diperparah dengan kondisi bonus yang
dipersulit. Jika sebelumnya harus dapat poin hingga 14 untuk mendapat 100 ribu,
kini persyaratan dapat bonus jadi berubah. Untuk dapat bonus, pengemudi harus mendapatkan poin sekian
(entah berapa saya lupa) ditambah persentase performa pengemudi yabg mencapai
70%. Persentase performa ini dipengaruhi aktifitas mengambil order oleh
pengemudi. Itu pun ditambah kebijakan suspend bagi pengemudi yang melakukan
cancel.
Kebijakan-kebijakan baru tadi membuat para pengemudi gojek
gerah. Ada wacana mogok narik dan demonstrasi di kalangan mereka. Ada juga yang
sudah melakukan aksi bakar jaket gojek. Hal ini saya tahu dari grup watsap
pengemudi gojek yang diperlihatkan temannya teman saya.
Mungkin karena melihat gelagat tidak baik dari pengemudinya,
perusahaan akhirnya mengubah kebijakan bonus terutama terkait persentase
performa. Jika sebelumnya pengemudi yg perfornanya tidak mencapai 70% mustahil
dapat bonus, kini angkanya dikurangi jadi 30%.
Selain itu, besaran bonus pun dinaikkan perusahaan. Jika
sebelumnya bonus yg didapat berjumlah 100 ribu kini bertambah jadi 140 ribu. Ya
(mungkin) perusahaan takut bakal ada demo besar-besaran jika hal ini nggak
dilakukan. Tapi ya meski perkara bonus ini sudah diperlunak tetap saja perkara
pendapatan berkurang menjadi persoalan.
Memang demo besar-besaran yang diisukan tidak terjadi. Atau setidaknya,
kalaupun ada protes tidak sampai besar-besaran. Atau ya, minimal belum
terorganisir dengan baik. Tapi ya tetap, gejolak dan keresahan masih ada dan
bisa saja berlipat ganda. Saya sih nggak tahu, apa ada serikat yang membawahi
para pengemudi dari perusahaan ojek onlen ini.
Seandainya ada, tentu saja menarik melihat transportasi
alternatif yang mulai dicintai masyarakat ini mengadakan protes besar-besaran. Mogok
narik nasional, misalnya. Membuat masyarakat juga melihat kondisi transportasi umum
kesukaannya juga membuat perusahaan menyerap aspirasi mereka.
Tapi ya, kalau buat saya, tetap saja lebih irit kalau pakai
kendaraan sendiri. Sekalipun harus macet dan lelah, tapi ongkos yang
dikeluarkan nggak seberapa besar. Apalagi kalau jarak yang ditempuh nggak
terlalu jauh. Pengalaman tiga minggu lebih tanpa motor, harus bolak-balik rumah
sakit dan ke beberapa tempat lainnya membuat saya sadar. Bulan ini saya harus
berhemat. Sayang, motor saya belum beres juga.
0 komentar:
Posting Komentar