Ancaman industri ekstraktif pada kehidupan
masyarakat makin mengkhawatirkan. Di satu sisi, upaya penambangan dikatakan
sebagai upaya pembangunan yang perlu dilakukan. Tapi di sisi lain, kehidupan
masyarakat justru dirusak oleh keberadaan tambang itu sendiri.
Akibatnya, di banyak tempat keberadaan tambang
dan industri ekstraktif ditolak. Di Banyuwangi, masyarakat dan aktivis tegas
menolak dan melawan keberadaan tambang emas Tumpang Pitu. Di Pulau Taliabu,
tambang biji besi juga ditolak masyarakat. Dan penolakan yang paling keras
tentu dilakukan oleh masyarakat Kendeng.
Keberadaan pabrik semen di tanah Rembang telah
bertahun-tahun ditolak masyarakat. Bahkan, sebelum PT Semen Indonesia hendak
mencengkeram daerah tersebut, tahun 2009 masyarakat telah bertarung melawan
pabrik semen lain. Maka pada perlawanan kali ini, masyarakat juga dengan gagah
berani bertarung melawan industri ini.
Dari sekian banyak orang-orang berani yang
menghadapi pertarungan dengan kekuatan modal industri ekstraktif, ada salah
satu petani yang vokal melawan pabrik semen. Petani ini bernama Joko Prianto,
atau Ia lebih akrab disapa Prin oleh rekan-rekannya. Sama seperti hampir semua
masyarakat yang menolak pabrik semen, Prin juga melawan karena tak ingin
hidupnya dirusak oleh pabrik semen.
Sebagai petani, Prin amat bergantung pada
kondisi alam dan keberadaan air yang menunjang hidup dan ladang mereka. Apalagi
Ia adalah petani tembakau. Mengingat tanaman yang satu ini amat rentan terhadap
kondisi alam, maka kerusakan yang ditimbulkan pabrik semen bisa membuat ladang
dan hidupnya terganggu.
Prin bersama rekan-rekan dari Jaringan
Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng melawan keberadaan pabrik semen dengan
berbagai upaya. Mereka pernah melakukan long marc dari Rembang ke Semarang.
Mereka juga menggugat keberadaan pabrik lewat jalur hukum. Dan yang paling
dikenang masyarakat, para petani Kendeng ini mengecor kaki mereka di hadapan
istana demi upaya mengusir industri yang bakal merusak hidup mereka.
Melalui jalur hukum, mereka mendapat
kemenangan setelah Mahkamah Agung mengabulkan gugatan mereka. Izin pendirian
pabrik dicabut, pabrik Semen harusnya berhenti beroperasi. Namun pemerintah dan
kekuatan modal tak mau kalah begitu saja. Demi menegakkan marwah kekuatan
modal, mereka rela mengelabui hukum demi tercapainya impian berjalannya pabrik
semen tersebut.
Begitulah watak industri yang merusak. Dengan
dalih pembangunan, merusak alam ataupun mengangkangi hukum tak menjadi soal.
Apalagi kalau pemerintah daerah mendukung industri ekstraktif ini dan
pemerintah pusat bodo amat dengan mengatakan “bukan urusan saya” pada
masyarakat yang berjuang menolak industri perusak ini.
Karenanya, semangat juang tak pernah padam
yang diperlihatkan petani tembakau bernama Joko Prianto itu tak boleh kita
sia-siakan. Perjuangannya bersama masyarakat Kendeng dan ribuan orang yang
bersolidaritas untuk mereka harus terus digalakkan. Kita harus terus
menunjukkan pada dunia, bahwa perlawanan terhadap tambang dan industri
ekstraktif yang merusak ini ada dan berlipat ganda. Selamat hari anti tambang,
mari lanjutkan perjuangan.
Pertama kali tayang di situs Komunitas Kretek
Pertama kali tayang di situs Komunitas Kretek
0 komentar:
Posting Komentar