Setelah membaca tulisan Bung Zeth Warouw, saya menyepakati
bahwa menyepakati bahwa memberi harapan palsu adalah sebuah kejahatan,
sekalipun itu tak dilakukan secara sadar. Memberikan harapan palsu menjadi
kejahatan karena, keseriusan orang yang diberikan bakal hancur begitu saja
karena ketidakseriusan si pemberi harapan.
Jelas menghancurkan harapan orang adalah kejahatan.
Jika memberi harapan palsu kepada para jomblo sedunia saja
menjadi sebuah kejahatan, bagaimana dengan memberi harapan kepada keluarga
korban pembunuhan, teman-temannya, dan ratusan bahkan ribuan orang? Coba
tanyakan hal ini kepada Pak Susilo Bambang Yudhoyono, mantan kekasih
presiden kita tercinta.
Setelah menjadi presiden, pak Beye membuat gebrakan dengan
membentuk tim pencari fakta (TPF) agar bisa mendorong penyelesaian kasus ini.
Tim dibentuk, bekerja, dan telah memberi laporannya pada pak Beye. Namun sampai
pak Beye jadi masyarakat lagi, laporan itu tak pernah disampaikan.
Sepanjang perjalanan penyelesaian kasus ini, tiga orang
telah diadili. Namun, yang diadili ini jelas bukan otak pelakunya, tapi hanya
kroco. Itu pun yang satu sudah dibebaskan bersyarat. Mana keadilan untuk cak
Munir? Mana ujian sejarah kita?
Bagi saya, pak Beye telah melakukan kejahatan besar kepada
publik, dan khususnya kepada keluarga cak Munir. Meskipun tidak semua orang
mengenalnya, tapi Ia adalah orang yang begitu dicintai publik dengan keberaniannya
selama menjadi aktivis.
Seandainya, kita tiba-tiba diminta putus oleh pacar,
pastinya kita akan menuntut penjelasan, kan? Minimal, itu adalah keadilan
sekecil-kecilnya yang bisa kita dapatkan meski rasa sakit karena putus tetap
ada.
Apalagi dalam kasus ini. Mbak Suci beserta anak-anak,
rekan-rekan kerja, hingga publik yang mencintai cak Munir pasti akan menuntut
menyelesaikan kasus ini sampai tuntas, sampai orang-orang yang jadi otak
pembunuhan ditangkapp, tidak lagi bebas berkeliaran, bahkan berdekatan dengan
kekuasaan. Itu hanyalah keadilan yang sangat kecil, karena bagaimanapun cak
Munir tak bisa kembali ke tengah kehadiran keluarganya.
Lalu setelah benar-benar di-php oleh ujian sejarah bangsa
ini, harapan kembali muncul kembali ketika hadirnya pak Jokowi beserta Nawa
Citanya yang menjadikan penyelesaian pelanggaran HAM sebagai prioritas kerja
pak Jokowi kalau jadi presiden.
Namun sekali lagi, publik yang sudah rela antri di bilik
suara harus menelan pahitnya harapan palsu setelah pak Jokowi sama sekali tidak
mengurus kasus ini. Jangankan menyelesaikan kasus ini, punya niat pun belum.
Meski begitu, pak Jokowi masih punya waktu untuk memperbaiki
hal ini. Ingat, pak. Pembangunan kemanusiaan dan revolusi mental yang bapak utamakan
nggak bakal berhasil selama orang-orang dengan pikiran keji yang membunuh cak
Munir masih berkeliaran.
Kalaupun bapak ingin mendiamkan kasus ini, saya hanya akan
bilang kalau mematikan perlawanan seorang Munir hanya akan membangkitkan
perlawanan ribuan anak muda yang begitu mencintainya. Meskipun tubuhnya telah
mati, tapi jiwanya tetap hidup di hati anak-anak muda itu, termasuk saya.
Kebenaran akan terus hidup dan berlipat ganda, pak.
0 komentar:
Posting Komentar