Aditia Purnomo

PHP Dua Presiden dalam Kasus Pembunuhan Munir

Leave a Comment
Setelah membaca tulisan Bung Zeth Warouw, saya menyepakati bahwa menyepakati bahwa memberi harapan palsu adalah sebuah kejahatan, sekalipun itu tak dilakukan secara sadar. Memberikan harapan palsu menjadi kejahatan karena, keseriusan orang yang diberikan bakal hancur begitu saja karena ketidakseriusan si pemberi harapan.  Jelas menghancurkan harapan orang adalah kejahatan.

Jika memberi harapan palsu kepada para jomblo sedunia saja menjadi sebuah kejahatan, bagaimana dengan memberi harapan kepada keluarga korban pembunuhan, teman-temannya, dan ratusan bahkan ribuan orang? Coba tanyakan hal ini kepada Pak Susilo Bambang Yudhoyono, mantan kekasih presiden kita tercinta.
Dulu sebelum dia menjadi presiden, Pak Beye memberikan harapan kepada Mbak Sucitawati kalau kasus pembunuhan cak Munir akan dituntaskan. Menurut pak Beye, penyelesaian kasus ini adalah ujian sejarah bangsa ini. Dan kampanye pak Beye ini berhasil membuat publik mempercayai apa yang dikatakannya.

Setelah menjadi presiden, pak Beye membuat gebrakan dengan membentuk tim pencari fakta (TPF) agar bisa mendorong penyelesaian kasus ini. Tim dibentuk, bekerja, dan telah memberi laporannya pada pak Beye. Namun sampai pak Beye jadi masyarakat lagi, laporan itu tak pernah disampaikan.

Sepanjang perjalanan penyelesaian kasus ini, tiga orang telah diadili. Namun, yang diadili ini jelas bukan otak pelakunya, tapi hanya kroco. Itu pun yang satu sudah dibebaskan bersyarat. Mana keadilan untuk cak Munir? Mana ujian sejarah kita?

Bagi saya, pak Beye telah melakukan kejahatan besar kepada publik, dan khususnya kepada keluarga cak Munir. Meskipun tidak semua orang mengenalnya, tapi Ia adalah orang yang begitu dicintai publik dengan keberaniannya selama menjadi aktivis.

Seandainya, kita tiba-tiba diminta putus oleh pacar, pastinya kita akan menuntut penjelasan, kan? Minimal, itu adalah keadilan sekecil-kecilnya yang bisa kita dapatkan meski rasa sakit karena putus tetap ada.

Apalagi dalam kasus ini. Mbak Suci beserta anak-anak, rekan-rekan kerja, hingga publik yang mencintai cak Munir pasti akan menuntut menyelesaikan kasus ini sampai tuntas, sampai orang-orang yang jadi otak pembunuhan ditangkapp, tidak lagi bebas berkeliaran, bahkan berdekatan dengan kekuasaan. Itu hanyalah keadilan yang sangat kecil, karena bagaimanapun cak Munir tak bisa kembali ke tengah kehadiran keluarganya.

Lalu setelah benar-benar di-php oleh ujian sejarah bangsa ini, harapan kembali muncul kembali ketika hadirnya pak Jokowi beserta Nawa Citanya yang menjadikan penyelesaian pelanggaran HAM sebagai prioritas kerja pak Jokowi kalau jadi presiden.

Namun sekali lagi, publik yang sudah rela antri di bilik suara harus menelan pahitnya harapan palsu setelah pak Jokowi sama sekali tidak mengurus kasus ini. Jangankan menyelesaikan kasus ini, punya niat pun belum.

Meski begitu, pak Jokowi masih punya waktu untuk memperbaiki hal ini. Ingat, pak. Pembangunan kemanusiaan dan revolusi mental yang bapak utamakan nggak bakal berhasil selama orang-orang dengan pikiran keji yang membunuh cak Munir masih berkeliaran.


Kalaupun bapak ingin mendiamkan kasus ini, saya hanya akan bilang kalau mematikan perlawanan seorang Munir hanya akan membangkitkan perlawanan ribuan anak muda yang begitu mencintainya. Meskipun tubuhnya telah mati, tapi jiwanya tetap hidup di hati anak-anak muda itu, termasuk saya. Kebenaran akan terus hidup dan berlipat ganda, pak.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar