Periode 1980-an, lombok tengah adalah kawasan tertinggal
yang tidak memiliki apa-apa. Petaninya miskin, tidak terjamah pembangunannya
orde baru, tingkat kriminalitas yang tinggi, bahkan ada desa yang dinamai “desa
tertinggal”. Pokoknya, lombok pada masa itu mencerminkan kehidupan yang cukup
saja belum.
Padahal kini, lombok tengah justru menggeser lombok utara
sebagai kawasan dengan pembangunan yang lebih maju. Padahal dulu, lombok utara
adalah kawasan yang lebih maju karena pertanian yang lebih subur. Namun,
keadaan di lombok tengah menjadi berbeda setelah potensi pertanian tembakau
dimaksimalkan.
Memang tembakau sudah ada di lombok bahkan sejak tahun
50-an. Namun potensi pertaniannya tidak maksimal, karena kekurangpahaman para
petani akan tembakau dan tidak adanya bimbingan kepada petani untuk
memaksimalkan kualitas tembakau di sana.
Lalu pada periode 1980-an, mulai hadir pabrikan yang
menawarkan pola kemitraan pada para petani tembakau. Dalam konsep ini,
kemitraan antara petani dan tembakau jelas sangat membantu dan menguntungkan
petani. Mengingat pabrikan akan langsung membeli tembakau dari petani, hingga
petani yang bermitra tak perlu takut tembakaunya tidak terserap oleh pasar.
Tak hanya itu, para petani pun kemudian mendapatkan
pendampingan dari pabrikan selama proses tanam tembakau hingga panen. Pada awal
masa tanam, petani akan mendapatkan penyediaan benih dari pabrikan dan diberi
semacam lokakarya tentang penanaman agar nantinya tembakau yang dipanen berkualitas
tinggi.
Lalu, pendampingan akan terus dilakukan hingga masa panen.
Mulai dari pengontrolan kadar air pada tembakau ketika di-curing, hingga nantinya tembakau akan langsung dibeli oleh pabrikan
yang bermitra dengan petani.
Hasilnya, silahkan lihat keadaan di lombok tengah.
Pembangunan di sana semakin berkembang. Jalan-jalan sudah teraspal, hingga
akses keluar-masuk lombok tengah menjadi mudah. Rumah-rumah sudah dipasangi
listrik, dan tingkat kriminalitas sudah jauh berkurang.
Tapi bukan itu cara mengukur kesejahteraan yang dirasakan
petani di Lombok tengah. Haji Sabarudin, seorang petani tembakau asal Desa
Lekor mengatakan kalau petani punya cara sendiri untuk mengukur kesejahteraan
petani tembakau. “Coba saja lihat, berapa banyak petani yang naik haji setiap
tahunnya,” ujarnya sambil tertawa.
Ya, dampak langsung dari kesejahteraan petani tembakau pasca
bermitra dengan pabrikan adalah banyaknya petani yang menunaikan ibadah haji
setiap tahunnya. Menurut Haji Sabarudin,
hampir setiap tahun selalu ada petani tembakau yang berangkat haji karena
pemasukan dari panen melimpah. Ya, ini bisa dibilang sebagai rasa syukur kepada
Tuhan karena diberi rezeki yang melimpah.
Tingkat kesejahteraan petani tembakau di lombok tengah
memang meningkat cukup tinggi karena hasil panen yang bagus dan langsung
terserap oleh pasar. Para petani pun mulai mengembangkan usahanya dengan
membeli sapi untuk diternakkan bersama dalam Gabungan Pokok Tani yang didirikan
oleh mereka.
Jadi, jika ada yang bilang kalau hidup petani tembakau itu
miskin, maka mereka adalah orang yang mudah termakan propaganda. Padahal jika
mereka datang ke sentra-sentra tembakau seperti di lombok, mereka bisa melihat
kalau hidup petani tembakau tidak serendah itu, bahkan mungkin lebih dari
mereka yang melakukan propaganda itu.
0 komentar:
Posting Komentar