Aditia Purnomo

Kemerdekaan 100%

Leave a Comment


Berawal dari dibacakannya teks Proklamasi oleh Bung Karno dan Bung Hatta di Jakarta, bangsa Indonesia menyuarakan kepada dunia akan kemerdekaannya. Kemerdekaan yang diraih setelah para pejuang pergerakan nasional, baik yang bersikap kooperatif maupun nonkooperatif, dengan berani menghadapi para penjajah demi keberhasilan merebut kedaulatan Indonesia. Namun kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pejuang pergerakan nasional belum dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Pada masa awal kemerdekaan, rakyat belum dapat menikmati euforia kemerdekaan karena kedatangan kembali belanda ke Nusantara untuk menjajah kembali bangsa ini. Pemerintah orde lama pimpinan Bung Karno juga memfokuskan diri dalam mempertahankan kedaulatan Negara yang terus digempur belanda. Fokus  dalam revolusi kemerdekaan dengan mengangkat senjata dan menjalin perjanjian-perjanjian demi mengusir belanda yang ingin kembali mengakuisi bangsa ini yang juga membuat ekonomi Negara dan rakyat kempat-kempot.

Berlanjut pada masa demokrasi terpimpin, pemerintah lagi-lagi tidak focus pada bidang-bidang kerakyatan, seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Naiknya harga BBM dan Sembako juga dirasa sangat membebani rakyat.  Pemerintahan B.K saat itu juga terlihat lebih memperhatikan bidang politik dengan begitu maraknya pembubaran parpol dan panasnya suhu politik hingga meletusnya G30S pada tahun 1965.

Masih di kisaran tahun yang sama, “pembantaian” masal orang-orang komunis dan yang diduga komunis oleh militer dan beberapa ormas islam juga menguatkan bahwa kepemimpinan Founding Father memang belum mampu membawa kemerdekaan bagi rakyat Indonesia.

Melanjutkan kehidupan Negara di zaman orde baru, kepemimpinan Soeharto mendapat dukungan bagi berbagai macam lapisan masyarakat. Kekuasaan Soeharto yang mengusung progam pembangunan berjangka yang menggerakan geliat pertanian dan industri di bumi Indonesia agar lebih bergairah.

Namun pada akhirnya, pembangunan hanya dijadikan kata sakti mandra guna untuk mengadem-ayemkan rakyat agar tetap tenang dan menuruti kemauan dan jalan yang ditunjukkan rezim. Proses korupsi dan kawan-kawannya telah menggerogoti lumbung kekayaan Negara, hingga akhirnya Negara meminjam dana talangan untuk menyelamatkan program pembangunan. Hasil daripada itu sendiri, berdampak langsung pada rakyat. Inflasi yang signifikan mampu membuat rakyat megap-megap untuk meneruskan hidupnya. Jargon “Yang kaya tambah kaya dan yang miskin tambah miskin” menjadi trendsetter kehidupan bermasyarakat.

Keadaan yang semakin darurat membuat Negara, melalui Soeharto terus menerus melakukan peminjaman yang puncaknya, saat terjadi krisis moneter di Asia Tenggara yang membuat masyarakat masih tidak dapat menikmati kemerdekaan negaranya. Penjarahan dan penyerangan kepada golongan tionghoa merajalela hingga membuat mahasiswa kembali turun ke jalan-jalan untuk menggulingkan Soeharto dari singgasana kursi presiden yang dipegangnya selama 32 tahun.

 Dan kini pada masa reformasi yang diwarnai 4 kali pergantian presiden, rakyat masih belum mendapatkan kemerdekaan yang sebagai mana diamanatkan oleh konstitusi. Pada rezim yang kini dipimpin oleh seorang purnawirawan militer (pula), rakyat hanya diberikan penjelasan tentang angka kemiskinan dan utang luar negeri yang semakin berkurang. Pemerintah juga mensosialisasikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan dengan cukup pesat. Namun bagi rakyat, semua itu belumlah cukup.

Kini, rakyat membutuhkan pendidikan, pengajaran dan ilmu pengetahuan. Rakyat tidak boleh terus dibodohi oleh ahli yang kerjanya hanya menjabarkan dan menderetkan angka-angka. Rakyat butuh lapangan pekerjaan yang dapat mendukung eksistensi kehidupannya, bukan hanya mendapatkan kontrak agar mati kemudian. Kini rakyat membutuhkan jaminan kesehatan, kehidupan, dan segala hal yang menuntut kemerdekaan yang 100%.

Janganlah kita anggap Negara ini sudah merdeka, bila rakyat masih saja terjajah dan tersisihkan dirumah sendiri. Bukan masalah siapa yang lebih kejam dalam menjajah. Bukan masalah belanda, inggris, ataupun jepang. Tapi siapapun dan apapun jenisnya, penjajah tetaplah penjajah. Termasuk pula golongan pribumi penjilat pantat pemerintah dan para koruptor, mereka juga dikategorikan sebagai penjajah spesies baru. Oleh karena itu, bila kita menginginkan kemerdekaan yang 100% layaknya yang dikonsepkan Tan Malaka, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah memerdekakan diri sendiri dari kebodohan-kebodohan milik penjajah.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar